Revolusi| Mediaoposisi.com- Sejak kemarin berkelebat dalam bayangku wajah wajah Abu Lahab, Wajah Abu Jahal, Abu Sufyan, Utaibah bib Abdul Uzza. Walau belum melihatnya bisa pastikan mereka mahluk mengerikan. Dan kini mereka sedang menikmati azab atas perbuatan buruk mereka terhadap Islam dan Rosulullah SAW kala itu.
Bayangan ini muncul bertepatan dengan pelaksanaan sidang putusan gugatan HTI terhadap pemerintah terkait pencabutan Badan Hukum Perkumpulan ( BHP) Ormas HTI yang bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin 7 Mei 2108.
Gegap gempita dukungan terus mewarnai dunia mayaku , mulai dari tagar penyemangat di tweeter, meme heroik di instagram, serta postingan penggugah kalbu di beranda facebook ku. Seru dan mengharu biru. semua bersuara atas kezholiman ini.
Inilah saat yang menentukan, apa dan bagaimana dakwah khilafah esok hari. Melenggangkah atau malah terjegal ? miris dan teriris rasanya, hidup di negeri mayoritas muslim namun urusan dakwah menjadi masalah.
Bukankah pemimpin negeri ini muslim ?
Ya , Pemimpin berparas lugu ini memang seorang muslim namun di tangannyalah “pedang pancung” dia arahkan untuk saudara saudara muslim kita yang memperjuangkan tegaknya syariat di bumi tercinta.
Ini sebuah indikasi bahwa tak selamanya seorang pemimpin muslim mau memahami bahkan mencintai ajaran agamanya sendiri termasuk perkara khilafah. Karena sejatinya seorang muslim yang beriman tentu akan mencintai syariah, mengamalkan, mendakwahkan bahkan menerapkannya.
Upaya penjegalan dakwah ini disetting sedemikian rupa oleh pemerintah agar terlihat legal dan konstitusional. Meski pada faktanya banyak pelanggaran disana sini.
Mulai dari pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (8/5/2017) tentang upaya pembubaran HTI.
Kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang pada saat ini telah resmi menjadi Undang-Undang.
Dan berakhir dengan Pencabutan status Badan Hukum Ormas HTI melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017
Tahapan demi tahapan mereka rancang dengan aroma kebencian . Mereka menggandeng media sekuler untuk memuluskan agenda busuk dengan menciptakan framing negatif tentang Khilafah dan ormas pengusungnya.
Tak lupa mereka mengupah para tokoh serta ulama ‘bayaran’ demi memenuhi hasrat jahat untuk menjegal dakwah dengan cepat dan tepat.Ini terlihat jelas ketika bermunculan manusia manusia bodoh dalam persidangan.
Hadir sebagai saksi dan ahli yang menyerang dakwah khilafah. bermodalkan gelar serta jabatan akademisi dalam dan luar negeri sekalipun berlatar belakang universitas Islam. Sangat disayangkan Keilmuan yang banyak tetapi mereka lupa dengan dalil dalil serta pendapat ulama mu’tabar tentang kewajiban penegakkan Khilafah.
Salah satunya Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Drs. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D, yang hadir sebagai ahli dari pemerintah menyatakan pada pokoknya bahwa Khilafah mengganggu eksistensi negara karena ujung-ujungnya dakwah HTI adalah menegakkan Khilafah. Pemberontakan terhadap Pancasila merupakan pemberontakan terhadap Allah SWT (dikutip dari Pernyataan Candra Purna Irawan, M.H., Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI di Jakarta, 8 Maret 2018).
Serupa Dimasa Rosulullah SAW
Apa yang terjadi hari ini bukan hal asing dalam perjalanan dakwah. Kita bisa berkaca bagaimana jalan dakwah Rosulullah SAW yang terjal dan berliku lengkap dengan hadirnya para penghalang dan tokoh penentang. Sebut saja Abu Lahab dan Abu Jahal dua ikon termasyhur .
Bagaimana gigihnya mereka melakukan penentangan terhadap dakwah Rosul. Mulai dari ancaman, tekanan, penyiksaan, pemboikotan, serta pengusiran. Hanya satu tekad mereka, ajaran Islam tak boleh tersebar atau bahkan diemban oleh masyarakat Mekkah kala itu.
Baca Juga : HTI Mati, Dakwah Terus Berlanjut
Lalu apa bedanya dengan saat ini? Tak ada beda. Hari ini kita saksikan sekelompok manusia licik berotak picik melakukan kriminalisasi terhadap ajaran Islam dakwah Khilafah. Berbekal jabatan dan kekuasaan mereka rancang bualan berbentuk pasal pasal.
Mereka bersatu padu. Pemimpin negeri, Menteri Dalam Negeri, Menkopolhukam, Menkumham, tak lupa politisi haus ambisi, akademisi tak berhati dan ‘kyai’ minus nurani. Tekad mereka adalah satu bagaimana supaya ajaran Khilafah tak tersebar dan jangan sampai diemban oleh masyarakat. Sama bukan?.
Sesungguhnya apa yang dilakukan penguasa hari ini hanya memperjelas memori kita bahwa telah bangkit kembali Abu lahab, Abu Jahal dan gerombolannya pada era millenial. Sejarah memang berulang.
Balasan Allah Itu Pasti
Tak ada satu perbuatan pun yang luput dari pandangan Allah. Kebaikan dan kejahatan tentu akan dimintai pertanggungjawaban.
Kisah Abu Lahab dan penentangannya terhadap dakwah Rosul Allah abadikan dalam surat Al Lahab sebagai bentuk penghinaan serta balasan yang buruk.
Abu Lahab mati 7 hari setelah Perang Badr. Ia menderita bisul-bisul di sekujur tubuh. 3 hari mayatnya terlantar. Tak seorang pun yang mau mendekati bangkai si kafir itu. Karena malu, keluarganya menggali lubang kemudian mendorong tubuh Abu Lahab dengan kayu panjang hingga masuk ke lubang itu.
Kemudian mereka lempari makamnya dengan batu hingga jasadnya tertimbun. Tidak ada seorang pun yang mau membopong mayitnya, karena takut tertular penyakit. Ia mati dengan seburuk-buruk kematian.
Abu Jahal seorang tokoh Quraisy yang selalu mencaci maki Rasulullah SAW dan menghalangi dakwahnya diserang oleh dua pemuda secara serentak pada saat perang Badar dengan pedangnya hingga dapat membunuhnya. Dua pemuda tersebut bernama Muadz bin Amr Al-Jamuh dan Mu’awwid bin Afra.
Kisah kematian Abu Lahab dan Abu Jahal yang amat tragis adalah pembiktian bahwa balasan Allah adalah keniscayaan....
Maka, cukuplah kita serahkan pada Allah apa yang telah penguasa lakukan hari ini, segala daya dan upaya telah kita lakukan sebagai hujjah di hadapan Allah bahwa kita tak diam saat kita melihat kezholiman dan terzholimi.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ يُشَاقِقْ يَشْقُقِ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya para hari kiamat" (HR Al-Bukhari no 7152)
Dakwah adalah kewajiban. Tak ada kata mundur dalam dakwah. Setiap peristiwa mengandung hikmah. Putusan Hakim yang menolak gugatan ormas HTI terhadap pemerintah, Senin (7/5) adalah bentuk kesewenang wenangan serta kezholiman yang nyata. semua tuduhan hanyalah asumsi yang direkayasa.
Meneriman ketetapan Allah adalah bagian keimanan. Bersabar adalah keutamaan. Tetap berjuang adalah kemulyaan. Takkan sama balasan bagi pejuang dan penentang. Peristiwa zholim ini semakin menguatkan siapa sesungguhnya penguasa hari ini. Mereka penentang dakwah yang sesungguhnya. Sebelum mereka bertaubat, rezim ini tak layak dipertahankan.[MO/na]