Oleh : Henny Ummu Ghiyas Faris
Mediaoposisi.com-Kasus korupsi masih saja mewarnai catatan hitam di negeri ini. Di kutip dari news.okezone.com, 1 April 2018 Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo merasa sedih, prihatin dan terpukul atas penetapan tersangka 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia meminta kasus ini dapat menjadi pelajaran serupa di daerah lainnya.
Tjahjo mengaku selalu mengingatkan pemangku kebijakan, termasuk DPRD, untuk selalu memahami area rawan korupsi. Menurut dia, salah satu lahan yang kerap dijadikan praktik rasuah yakni perencanaan dan penyusunan anggaran.
Ia pun bingung masih banyak oknum pemangku kebijakan yang 'bermain' pada sektor ini. Padahal, sudah banyak yang ditangkap oleh KPK. Jika Pak Mendagri merasa sedih, apalagi rakyat lebih sedih lagi.
Bicara tentang korupsi membuat perasaan menjadi geram, marah, kecewa, semua bercampur aduk. Berita di media masa dan layar kaca tentang para pelaku korupsi seakan terus mewarnai di negeri ini.
Bahkan lebih ironisnya sang pelaku korupsi terlihat tidak ada perasaan bersalah sedikitpun. Senyum manis masih menghiasi persidangan.
Padahal pelaku korupsi ini menyadari bahwa hal yang diperbuatnya ini adalah melanggar norma agama dan memiliki konsekuensi sanksi azab yang keras di kehidupan akhirat kelak.
Namun karena lemahnya iman dan moral, menjadi penyebab dorongan untuk melakukan perbuatan yang tercela ini begitu kuat.
Oleh karenanya perlu adanya kesadaran yang tinggi untuk memikul tanggung jawab serta turut berpartisipasi dalam kontrol sosial dan politik.
Maha Benar Allah Subhanahu Wa Ta’aala dalam firman-Nya :
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS; Al-Hadid; 20)
Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh ayat di atas, bahwa sesungguhnya dunia itu adalah kesenangan, menipu, sudah banyak sekali diketahui dan dipahami oleh umat manusia.
Namun, mengapa kecenderungan akan godaan duniawi dan perilaku-perilaku untuk berbuat korup masih terjadi bahkan malah semakin meningkat, dan endingnya penyesalan dan ratapan yang dirasakan. Kejadian semacam ini sudah terbukti dalam beberapa kasus.
Korupsi selalu menorehkan cerita dan dampak yang kompleks. Sang pelaku korupsi tentu menyadari sebelumnya jika perbuatannya itu akan mengundang masalah.
Para pelaku adalah orang-orang yang mengerti betul tentang itu semua, apalagi jika dilihat dari latar belakang profesi mereka.
Lebih ironisnya latar belakang pendidikan tinggi justru membuatnya terjerumus dalam kubangan dosa. Sudah banyak di negeri ini faktanya; dari mulai hakim, elit politik, pejabat, dan lain sebagainya
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut nilai kerugian negara yang timbul akibat kasus korupsi meningkat signifikan dari 2016 ke 2017.
Staf Divisi Investigasi Wana Alamsyah mengatakan, sepanjang 2017 terdapat 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar.
Bahkan, jumlah tersangka kasus korupsi mencapai 1.298 orang. Dibandingkan dengan 2016, penanganan kasus korupsi tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan, terutama dalam aspek kerugian negara. (republika.co.id,19/02/2018)
Menurut ICW modus korupsi yang paling banyak digunakan pada 2017 yakni penyalahgunaan anggaran yang mencapai 154 kasus dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun.
Kemudian diikuti modus penggelembungan harga atau mark up dan pungutan liar berturut-turut sebanyak 77 kasus dan 71 kasus.
Negeri ini telah 72 tahun, melangkah dan tumbuh. Namun, dalam perkembangannya negeri ini belum bebas dari korupsi.
Sejatinya negeri ini masih belum merdeka, terkungkung oleh penjajahan kapitalisme dan anteknya. Kesejahteraan dan keadilan ekonomi hanya dinikmati oleh sebagian orang saja.
Negeri ini masih membebek pada peradaban barat yang sejatinya membuat negeri ini makin sengsara. Ditambah pejabat korup yang seharusnya mereka melayani masyarakat, akan tetapi malah memupuk kekayaan untuk diri sendiri.
Berbagai upaya telah dilakukan baik dengan membentuk KPK sebagai Lembaga yang fungsinya untuk memberantas korupsi di negara ini.
Namun hasilnya sampai detik ini negeri ini masih bertengger dideretan negara terkorup. Jadi wajar saja muncul sikap-sikap pesimistis dan apatis dalam penyelesaian masalah korupsi tertuntaskan.
Transaksi politik dan lemahnya eksekusi hukuman bagi koruptor memberikan andil yang besar atas ketidaktuntasan masalah korupsi di negeri ini. Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas, haram dan dilarang.
Memberantas korupsi satu persatu dalam sistem sekuler saat ini begitu sulit, karena sudah mengakar dan terjadi di berbagai lini kehidupan.
Solusi menghilangkan korupsi adalah kembali kepada Islam yang aturannya dari Allah Ta’ala yang sejatinya menegakkan hukum yang tegas dan keras bagi koruptor, agar koruptor jera. Dan di dalam Islam sudah jelas bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.[MO/sr]