Revolusi| Mediaoposisi.com- Penyambutan terhadap kedatang bos besar International Monetery Fund (IMF), di Indonesia begitu istimewa. Konon penyelenggaraan Annual Meeting di Dua Nusa Bali pada Oktober 2018 mendatang menghabiskan dana 800 milyar rupiah.
Dana yang tidak sedikit mengingat kondisi masyarakat sedang dilanda kemiskinan dan Utang negara yang sudah menghawatirkan. Padahal jika menilik kembali tujuan IMF tidak lain untuk menjerumuskan negeri ini ke dasar jurang terdalam.
Bukan rahasia umum jika IMF merupakan Lembaga keuangan pemberi pinjaman terhadap negara-negara berkembang.
Persoalannya bukan hanya pada pinjamannya. Namun lebih dari akibat yang ditimbulkan dari pemberian pinjaman itu. Masih jelas teringat dalam benak, Indonesia pernah mengalami krisis moneter pada tahun 1997-1998. IMF dating bak pahlawan kesiangan membantu negeri ini dari gonjang-ganjing ekonomi.
Namun apa hasilnya?
Kebijakan neoliberal masuk dengan segala jubah kebohongannya yang menyebabkan Indonesia tidak bisa terlepas dari penjajahan. Indonesia kehilangan jati dirinya. Kedaulatan RI tergadaikan. Aset-aset negara lepas dan dikuasai asing. Hutang negara makin menggunung. Ekonomi terkapar.
APBN defisit. Pengaturan urusan rakyat terabaikan. Dana pengelolaan kesehatan dan Pendidikan disunat. Subsidi dibabat habis hingga ke akarnya. Rakyat kolaps, usaha kecil tumbang satu per satu.
Belajar dari Sejarah
Sebagai negara yang cerdas, seharusnya mampu belajar dari sejarah. Sudah jelas bagaimana IMF memporak porandakan ekonomi bangsa-bangsa. Menguasai pos-pos penting negara. Dan sekarang disambut kedatangannya dengan gegap gempita. Apa kabar Indonesia?
Berharap pada IMF, sama saja masuk ke dalam jurang sama dua kali. Apakah sudah lupa, bagaimana kebijakan yang diberlakukan IMF hingga menyebabkan tingkat kemiskinan negara ini meroket tajam? BUMN banyak yang lepas. PHK besar-besaran terjadi. Angka kemiskinan meroket. Tingkat kebodohan menajam. Dan keluarga yang depresi makin banyak.
Sejarah telah membuktikan bahwa IMF adalah dalang dibalik krisis moneter Indonesia. Berawal dari krimon yang mennghantam Thailand akibat kredit macet di sector property yang terlalu besar. Sejumlah negara ASIA mengambil langkah berbeda. Korea mengambil langkah tepat dengan merestrukturisasi utang seluruh korporat bermasalah. Dan hasilnya lolos.
Malaysia mengambil langkah yang bertentangan dengan pasar. Mahathir membatasi lalu lintas keluar. Meski banjir cacian, Malaysia juga mengambil langkah yang tepat. Dan akhirnya lolos juga dari krismon.
Sebaliknya, Indonesia mengambil langkah menjadi pasien IMF. Bukannya selamat dari krismon, Indonesia justru colaps ditangani IMF. Resep-resep ngawur yang ditawarkan IMF menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terjun bebas menjadi minus 13,2%.
Krisis moneter juga memicu arus modal keluar meningkat pesat, mencapai angka US$ 5 miliyar. Dollar Amerika melayang hingga 600% dalam setahun, dari Rp 2.500/US$ menjadi Rp 17.000/US$. Resep IMF lainnya juga membuat Indonesia sekarat.
Diantaranya meminta pemerintah menggerek suku bunga SBI dari 16% menjadi 80%. Inilah penyebab awal krisis likuiditas pada sistem perbankan nasional.
Lebih gila lagi, IMF mendesak pemerintah untuk mengambil alih sebagian besar utang swasta sejumlah US$ 82 miliar. Caranya dengan mengubah utang swsta dengan utang publik. Dan serta merta pemerintah menanggung terhadap swasta sebesar Rp 647 triliun.
Sistem Ekonomi Islam : Sebuah Solusi
Islam memandang bahwa negara harus memiliki kemandirian. Bergantung kepada negara lain apalabi negara-negara kafir hanya akan membelenggu dan menjajah kemandirian bangsa.
Tidak hanya di bidang ekonomi, kebijakan yang dihasilkan dari utang tersebut menyebabkan penjajahan di berbagai bidang. Ekonomi, politk, budaya, sosial, pertahanan dan keamanan.
Jika hal ini terjadi, maka tumbangnya suatu bangsa tinggal menunggu waktu. Perekonomian Indonesia selalu mengarahkan pandangan pada pertumbuhan produksi serta pendapatan rata-rata penduduk.
Tanpa memberi perhatian pada persoalan bagaimana kekayaan didistribusikan secara adil. Perekonomian Islam mengharuskan pengeloaan dan distribusi harta secara tepat.
Hal ini telah dijelaskan dala Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
“…Apa saja harta rampasan (fa’i) yang telah diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras syariatannya.” (QS. Al-Hasyar [59]:7)
Negara juga menggunakan pola distribusi non ekonomi untuk mendistribusikan kakayaan kepada pihak-pihak yang secara ekonomi belum mendapatkan kekayaan.
Seperti distribusi zakat, shadaqah, hibah, dan pemberian negara. Selain itu, pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Sistem kepemilikan dalam Islam menjadi penjelas tentang harta kekayaan. Baik dari sisi sumbernya dan dari sisi penggunaannya. Secara umum kepemilikan harta dibagi menjadi 3, yaitu:
- Kepemilikan negara
- Kepemilikan Umum
- Ekpemilikan Individu
Dengan memperhatikan hal tersebut, negara tidak akan salah langkah dalam mengambil kebijakan untuk memebuhi kebutuhan ekonomi negara. Negara juga tidak seharusnya mengambil hutang dari negara-negara kafir. Apalagi jenis hutang berbunga. Selain haram hukumnya, juga menjadikan negara tunduk kepada kebijakan kafir penjajah.
Maka solusi satu-satunya untuk memperbaiki ekonomi negara adalah tidak dengan menambah hutang riba. Melainkan dengan mengembalikan pengelolaan kekayaan alam yang telah diswastanisasi untuk dikelola kembali oleh negara. Memutuskan hubungan kerjasama dengan negara-negara imperialis. Dan merubah sistem pemerintahan kapitalis sekuler menjadi sistem Islam Kaffah. [MO/dr]