-->

Neoliberalisme, Neoimperialisme dan Korporatokrasi

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Ahmad Rizal - Dir. Indonesia Justice Monitor

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menemui sejumlah pimpinan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) di Amerika Serikat seperti Chevron, British Petroleum (BP) North America, dan Murphy Oil Corporation.

Laman resmi Kementerian ESDM yang dikutip di Jakarta, Sabtu (10/3/2018) menyebutkan kunjungan Arcandra ke AS itu merupakan upaya meningkatkan investasi di sektor migas khususnya terkait penawaran 26 blok wilayah kerja baru yang dilelang pada 2018. (https://economy.okezone.com/read/2018/03/10/320/1870826/wamen-esdm-temui-bos-bos-migas-di-amerika-bahas-apa)

Lagi dan lagi, pemerintah mengundang para investor asing untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia berkedok investasi. Migas merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan untuk keperluan rakyat. Pantas saja apabila harga migas kian melambung, merupakan akibat dari kebijakan neoliberal yang secara intensif dilakukan oleh pemerintah sendiri.

Dengan semakin banyaknya Multinasional Corporation dari asing yang menguasai eksplorasi dan eksploitasi SDA di negeri ini justru semakin menunjukkan keberpihakan kebijakan pemerintah yang pro asing dan pro neoliberal. Inilah wujud simbiosis mutualisme para imperialis yang kongkalikong dengan penguasa neoliberal. Kunjungan-kunjungan yang dilakukan pemerintah untuk mengundang investor asing justru akan semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai korporatokrasi (pemerintahan perusahaan). Kebijakan yang dibuat senantiasa mengakomodir kepentingan-kepentingan perusahaan, terutama perusahaan asing.

Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr. Pratikno pada tahun 2013 silam saat menjabat sebagai rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan bahwa aset negara sebesar 70-80 persen dikuasai asing. Bahkan pada sektor migas dan batubara sebesar 70-75 persen dikuasai oleh asing. Dan kini pemerintah semakin memperlebar penguasaan asing atas aset negara. 

Di sisi lain, dengan pencabutan subsidi energi bagi rakyat menimbulkan beban hidup yang kian tak tertanggung di pundak-pundak wong cilik. Akibatnya, dampak ikutan berupa naiknya bahan-bahan makanan pokok ikut meroket. Belum lagi masalah pajak yang kini mulai menyasar ke seluruh celah ekonomi makin tak kuasa ditahan rakyat.

Sekali lagi ini rezim neoliberal, rezim pro asing dan rezim pro neoimperialisme. Kesejahteraan yang dijanjikan hanya mampu terwujud di alam mimpi publik. Sedangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tak akan pernah menemukan realitasnya jika sistem politik yang dianut masih menggunakan Kapitalisme-Demokrasi. [IJM]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close