Illustrasi |
Oleh : Nurus Sa'adah
Mediaoposisi.com-"Aurat gue bukan urusan lo!" "bukan salah rok kami tapi otak lo yg mini!" demikian bunyi salah satu poster yang diusung peserta aksi women's march sabtu (3/3/18) lalu.
Aksi yang dilakukan dalam memperingati hari Perempuan Internasional itu mengusung isu kekerasan terhadap kelompok LGBT, perlindungan atas pekerja rumah tangga dan buruh migran, pernikahan anak, kekerasan dalam pacaran, dan perlindungan terhadap pekerja seks.
Sebagaimana lagu lama yang selalu didengungkan, bahwa kaum feminis mengusung kesetaraan gender sebagai solusi atas berbagai masalah yang menimpa perempuan.
Bahwa perempuan berhak setara agar bisa dihormati dan tidak dipandang sebelah mata.Ide ini pun sejatinya menjadikan martabat perrmpuan jatuh ke jurang yang semakin dalam karena mengenyahkan syariat-Nya yang memuliakan.
Ide ini juga menafikan fakta bahwa sejatinya sistem sekuler kapitalis liberal lah yang jadi penyebab eksploitasi perrmpuan.
Perempuan dipandang hanya dari sisi seksualitasnya. Perempuan dijadikan alat promosi efektif. Perempuan didorong sebagai tulang punggung ekonomi negara agar tidak menjadi beban.
Tidak ada rasa aman karena negara tidak memandang perempuan sebagai kehormatan yang wajib dijaga.
Sistem Kapitalis sekuler enggan membuka topengnya yang busuk.Sebaliknya agar kejahatannya tak terbongkar, perempuan dibakar dengan spirit HAM atas ide kesetaraan gender.
Perempuan menuntut berbuat bebas sesuai apa yang dimau. Atas nama HAM, mereka minta aurat tak usah diribut. Atas nama HAM mereka minta PSK dilindungi. Atas nama HAM mereka minta L98T tak didiskriminasi dan dikriminalisasi. Dan sebagainya.
HAM sebagai sebuah ide yang lahir dari rahim sekulerisme liberalisme, menjadikan manusia menuhankan hawa nafsunya.
Mengandalkan akalnya yang terbatas untuk menentukan apa yang paling membahagiakan bagi dirinya. Tak peduli orang lain. Tak peduli bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh satu orang jika dibiarkan akan mengundang adzab bagi seluruh manusia.
Islam Solusinya
Islam juga bukan sekedar megurusi urusan ritual semata melainkan megurusi urusan yang terkait dengan muamalah. serta menjaga kehormatan dan menjamin hak-hak kaum wanita.
Maka dari itu agar terlaksananya hukum-hukum dan syariat islam di butuhkan institusi daulah islamiyah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah (al-qur'an dan hadits) tanpa ada kompromi seperti halayaknya sistem demokrasi ini.
Mari kita campakkan bersama sistem yang berlandaskan akidah sekulerisme kapitalisme yang menjauhkan aktivitas-aktivitas kita dari hukum-hukum dan syariat islam.[MO]