Saya tidak asing dengan hiburan, apalagi stand-up comedy, sebelum ramai di Indonesia, sering pula saya mendengar comedian luar negeri, terutama Amerika.
Di dalam Islam, bercanda boleh selama tidak berdusta, bahkan dalam acara @YukNgajiID diselipkan candaan hingga peserta kajian tidak bosan dan suasana jadi hidup
Tertawa bukan dilarang, asal tidak terlalu banyak hingga jadi mematikan hati, dalam urusan yang satu ini, kawan saya, @cahyoahmadirsyad bilang, itu membahagiakan orang
Hanya kita harus tahu, di Amerika yang diklaim asalnya, stand-up comedy memang menjadi media kritik sosial, selain ditujukan untuk menghilangkan ketegangan
Para comedian itu lalu menjadikan joke (gurauan) mereka jadi semisal edukasi sosial, tentang isu-isu yang mereka anggap salah, lalu menawarkan seharusnya
Kita tahu, kebanyakan orang Amerika tak percaya Tuhan, atau tak percaya agama, maka sebagian besar komedian pun begitu, jiwa seni mereka menolak dibatasi agama
Tak jarang mereka jadikan agama sebagai bahan olok-olokan lalu ditertawakan bersama-sama, tentu Kristen dan gerejawan adalah menu utama mereka
Mereka menganggap, agama adalah sumber masalah, yang menyebabkan manusia jadi tidak maju, pembodohan terhadap manusia dengan doktrin-doktrinnya
Sebab bagi kebanyakan komedian, adalah absurd untuk percaya pada agama, bahkan bodoh. Mereka banyak mendewa-dewakan sains dan kemanusiaan
Mereka dikenal dengan “Black Comedian”, bukan karena kulit mereka hitam, tapi materinya dianggap “hitam”, yaitu bicarakan yang tabu dan menghina agama
Karena itu saya tak heran, kebanyakan stand-up comedian di Indonesia memiliki paham yang sama, kiblatnya sama, hanya tak sebebas orang Amerika dalam mengekspresikan
Saran saya, ketimbang mengikuti dan mendengar lawakan mereka yang samasekali tak peduli pada agama, bahkan jadikan itu sebagai lawakan, tinggalkan saja.
Masih banyak hiburan yang bermanfaat, misalnya kajian @UstadzAbdulSomad bisa lucu tapi sarat ilmu dan manfaat, nge-fans ulama, malah buat selamat
Lawakan Rendahan
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” (QS Luqman 6-7)
Sejak dahulu pun ini sudah disampaikan, bahwasanya diantara manusia ada yang berkata-kata dengan hal yang tak ada faidah, yang dengan itu mereka menyesatkan manusia.
Tidak hanya menyesatkan manusia, tapi juga menjadikan jalan Allah sebagai olok-olokan, bahkan lawakan, bahan candaan, dan pancingan untuk ditertawakan.
Alasan mereka ini adalah kritik sosial, kritik kepada manusianya bukan pada agamanya. Tapi yang mereka sebut “Allah”, yang mereka sebut “Islam”, jelas sekali.
Apa tujuan mereka menyampaikan itu? Jelas, membuat orang tidak percaya dengan Islam, ingin menunjukkan bahwa agama tidak boleh dibawa ke ranah kehidupan.
Narasi yang sama selalu kita dengar dari penista agama dan siapapun yang mendukungnya, ingat kata-kata “Jangan mau dibodohi dengan Al-Maidah 51”?.
Inti yang ingin mereka sampaikan sebenarnya sama, bahwa agama itu tidak berpengaruh dalam kehidupan bernegara, bahkan agama hanya bikin masalah saja.
Maka dulu muncul kalimat “kafir jujur lebih baik dari Muslim korup”, mereka ingin menginstall pemahaman pada kaum Muslim “beragama tak membuatmu baik”.
Apa kondisi ideal yang mereka inginkan? Sebuah negera tanpa agama. Agama boleh dibicarakan di Masjid, tapi jangan sampai sebagai dasar dalam menentukan keputusan hidup.
Agama boleh membahas shalat, puasa, dan ibadah lain. Tapi jangan sampai jadi pertimbangan dalam memilih pemimpin, dan bahasan-bahasan kenegaraan.
Mengapa? Sebab musuh kedzaliman adalah Islam. Dan mereka tahu, satu-satunya cara bisa meneruskan kedzaliman tuan-tuan serakah mereka, adalah menyingkirkan Islam.
Di dalam Islam, bercanda boleh selama tidak berdusta, bahkan dalam acara @YukNgajiID diselipkan candaan hingga peserta kajian tidak bosan dan suasana jadi hidup
Tertawa bukan dilarang, asal tidak terlalu banyak hingga jadi mematikan hati, dalam urusan yang satu ini, kawan saya, @cahyoahmadirsyad bilang, itu membahagiakan orang
Hanya kita harus tahu, di Amerika yang diklaim asalnya, stand-up comedy memang menjadi media kritik sosial, selain ditujukan untuk menghilangkan ketegangan
Para comedian itu lalu menjadikan joke (gurauan) mereka jadi semisal edukasi sosial, tentang isu-isu yang mereka anggap salah, lalu menawarkan seharusnya
Kita tahu, kebanyakan orang Amerika tak percaya Tuhan, atau tak percaya agama, maka sebagian besar komedian pun begitu, jiwa seni mereka menolak dibatasi agama
Tak jarang mereka jadikan agama sebagai bahan olok-olokan lalu ditertawakan bersama-sama, tentu Kristen dan gerejawan adalah menu utama mereka
Mereka menganggap, agama adalah sumber masalah, yang menyebabkan manusia jadi tidak maju, pembodohan terhadap manusia dengan doktrin-doktrinnya
Sebab bagi kebanyakan komedian, adalah absurd untuk percaya pada agama, bahkan bodoh. Mereka banyak mendewa-dewakan sains dan kemanusiaan
Mereka dikenal dengan “Black Comedian”, bukan karena kulit mereka hitam, tapi materinya dianggap “hitam”, yaitu bicarakan yang tabu dan menghina agama
Karena itu saya tak heran, kebanyakan stand-up comedian di Indonesia memiliki paham yang sama, kiblatnya sama, hanya tak sebebas orang Amerika dalam mengekspresikan
Saran saya, ketimbang mengikuti dan mendengar lawakan mereka yang samasekali tak peduli pada agama, bahkan jadikan itu sebagai lawakan, tinggalkan saja.
Masih banyak hiburan yang bermanfaat, misalnya kajian @UstadzAbdulSomad bisa lucu tapi sarat ilmu dan manfaat, nge-fans ulama, malah buat selamat
Lawakan Rendahan
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan
Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” (QS Luqman 6-7)
Sejak dahulu pun ini sudah disampaikan, bahwasanya diantara manusia ada yang berkata-kata dengan hal yang tak ada faidah, yang dengan itu mereka menyesatkan manusia.
Tidak hanya menyesatkan manusia, tapi juga menjadikan jalan Allah sebagai olok-olokan, bahkan lawakan, bahan candaan, dan pancingan untuk ditertawakan.
Alasan mereka ini adalah kritik sosial, kritik kepada manusianya bukan pada agamanya. Tapi yang mereka sebut “Allah”, yang mereka sebut “Islam”, jelas sekali.
Apa tujuan mereka menyampaikan itu? Jelas, membuat orang tidak percaya dengan Islam, ingin menunjukkan bahwa agama tidak boleh dibawa ke ranah kehidupan.
Narasi yang sama selalu kita dengar dari penista agama dan siapapun yang mendukungnya, ingat kata-kata “Jangan mau dibodohi dengan Al-Maidah 51”?.
Inti yang ingin mereka sampaikan sebenarnya sama, bahwa agama itu tidak berpengaruh dalam kehidupan bernegara, bahkan agama hanya bikin masalah saja.
Maka dulu muncul kalimat “kafir jujur lebih baik dari Muslim korup”, mereka ingin menginstall pemahaman pada kaum Muslim “beragama tak membuatmu baik”.
Apa kondisi ideal yang mereka inginkan? Sebuah negera tanpa agama. Agama boleh dibicarakan di Masjid, tapi jangan sampai sebagai dasar dalam menentukan keputusan hidup.
Agama boleh membahas shalat, puasa, dan ibadah lain. Tapi jangan sampai jadi pertimbangan dalam memilih pemimpin, dan bahasan-bahasan kenegaraan.
Mengapa? Sebab musuh kedzaliman adalah Islam. Dan mereka tahu, satu-satunya cara bisa meneruskan kedzaliman tuan-tuan serakah mereka, adalah menyingkirkan Islam.
sumber fb ustadz felix