Oleh: Mahfud Abdullah - Dir. Indonesia Change
Tes.. Tes… Langsung saja bang, tahun kemarin kita merasakan berbagai macam fenomena ironis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Salah satunya yaitu fenomena Ahok, fenomena Pancasila Effect, pembubaran ormas kritis HTI, fenomena Habib Rizieq Shihab, fenomena GP Ansor, fenomena Setya Novanto, kasus penolakan penceramah di beberapa daerah, tak kalah penting adalah pengaruh medsos yang wow.
Disamping fenomena di atas, masyarakat telah menelan kekecewaan akan harapan pemenuhan janji pengentasan kemiskinan dan perbakan kesejahteraan masyarakat luas. Pasalnya kebijakan pemerintah tetap kental dengan corak neoliberal. Padahal neo liberalisme yang berurat pada ideologi Kapitalisme itu justru menjadi pangkal dari masalah kemiskinan dan masalah kesejahteraan hidup yang mendera masyarakat.
Perlu diketahui, setidaknya ada delapan agenda utama liberalisasi atau kini menjadi neoliberalisasi. Pertama: mendorong pasar bebas (free market). Kedua: privatisasi dengan melakukan penjualan BUMN. Ketiga: membuat deregulasi, yakni menghilangkan aturan yang membatasi perusahaan, misalnya peraturan perusahaan asing yang dilarang mendirikan pompa bensin di Indonesia kini sudah dicabut. Keempat: liberalisasi dengan membuka pasar dan menghilangkan penghalang, seperti pajak yang membatasi ekspor dan impor. Kelima: pengurangan peran Pemerintah dalam pembangunan. Keenam: pengurangan pajak bagi kalangan menengah ke atas. Ketujuh: memotong pelayanan publik, seperti menyerahkan perusahaan air minum kepada swasta; privatisasi pendidikan, rumah sakit, dan sebagainya. Kedelapan: mengurangi segala bentuk subsidi barang seperti BBM, air, listrik, pangan, dsb.
Sruput kopi duluh… mari kita disimpulkan, bahwa selama ideologi Kapitalisme- Neoliberalisme tetap dianut di negeri ini, maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah, maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara menyeluruh tidak akan terwujud. Karena secara ideologis, Kapitalisme dan turunannya, Neoliberalisme, memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah bukti. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi? [IJM]