Bahaya, Ketua KPU Asal Teken Berkas
Opini Bangsa - Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam hal ini pegawai kesekretariatan, dinilai tidak menjalankan asas kehati-hatian dan profesional. Terlihat dari Pengumuman KPU Nomor 34/PP.06-SD/05-KPU/I/2018 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
Dalam pengumuman tersebut, Arief Budiman selaku ketua KPU, menandatangi surat pada 10 Januari 2018. Sedangkan batas waktu 11 Januari 2018 untuk penerimaan berkas calon Timsel dan disebarluaskan pada 12 Januari 2018.
"Bagaimana mungkin ada calon Timsel yang mendaftar dengan pelbagai syarat. Saat pengumuman sudah lewat, baru di-upload di website," kritik Andrian Habibi dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia di Jakarta, Rabu (24/1).
Akibat ketidakhati-hatian ini memunculkan asumsi bahwa Timsel sudah terbentuk sejak lama. Pengumuman yang ada sekadar formalitas pemenuhan hak atas informasi saja.
"Desakan publik pun menggema di ruang-ruang KPU. Mungkin saja, Arief Budiman gusar sehingga Sekjend KPU pun galau. Bayangan kami, sang Sekjen memanggil pembuat surat dengan kehendak mengevaluasi. Bisa saja iya. Bisa juga tidak," tuturnya.
Belakangan, KPU menerbitkan Pengumuman KPU Nomor 47/PP.06-SD/05/KPU/I/2018 tentang Perubahan Pengumuman Nomor 34/PP.06-SD/05/KPU/I/2018 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
Dalam pembaharuan pengumuman, waktu penerimaan berkas calon timsel diperpanjang sampai 17 Januari 2018. Kemudian, berdasarkan Berita Acara Pleno KPU Nomor 6/PP.06-BA/05/I/2018 tertanggal 18 Januari 2018 diterbitkanlah Pengumuman Nomor 61/PP.06-SD/05/SJ/I/2018 tentang Penetapan Keanggotaan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi periode 2018-2023.
"Atas kekeliruan surat pengumuman tersebut. Bisa dikatakan bahwa KPU rapuh dalam penguatan kelembagaan, khususnya bidang profesionalisme kerja pegawai kesekretaratan," tegas Andrian.
Ia pun menyimpulkan, Arief Budiman sebagai ketua KPU juga tidak melakukan cek berkas (membaca) sebelum membubuhi tanda tangannya. Jadi, muncul praduga bahwa ketua KPU asal menandatangani berkas. "Ini bahaya yang sangat nyata bagi KPU ke depan," ujarnya.
Bisa saja, kata Andrian, dengan alasan manusia bersifat lupa dan khilaf. Ketua KPU beserta semua perjuangan memimpin lembaga mengalami keletihan dan kurang konsentrasi saat menandatangani Pengumuman Nomor 34/PP.06-SD/05/I/2018. Atau mungkin sekretaris pribadi Arif Budiman juga khilaf.
"Teledor tanpa membaca secara jelas. Atau sudah membaca. Tapi tidak fokus sehingga luput dalam melihat angka-angka yang menjadi masalah terkait tanggal," katanya.
Padahal, tugas sespri KPU adalah menyiapkan pemberkasan dan melakukan pengecekan. Sehingga, Ketua KPU dapat nyaman dalam membubuhi tandatangannya di atas semua berkas. Kemungkinan lain petugas pengetikan surat atau bagian administrasi juga lengah.
"Apakah alasan bekerja sepenuh waktu dengan tagline #KPUMelayani membuat masalah penurunan kefokusan? Semua tentu harus dievaluasi," jelasnya.
Selain itu menurut dia, jika dicermati terdapat kesalahan pengetikan pada salah satu nama anggota timsel untuk Provinsi Sumatera Barat.
"Angka tiga memuat nama Hary Efendi, S.S, M.A. Namanya kurang kata "Iskandar" sebelum gelar," bebernya.
Artinya, petugas administrasi kecolongan lagi. Sedangkan Arief Budiman hanya menandatangani dan Sesprinya dengan lugu menyodorkan berkas tanpa memeriksa.
"Demi menjaga asas profesionalisme KPU. Maka, KPU wajib melakukan evaluasi secara meneluruh kepada semua pejabat dan petugas bagian administrasi tersebut. Kesalahan dalam pengetikan sekelas lembaga KPU wajib dikurangi," tegasnya.
Andrian menjelaskan, evaluasi ini bertujuan menjaga integritas lembaga yang sudah dipercaya oleh publik.
Semua pegawai kesekretariatan menurut dia, wajib mengikuti pembekalan ulang terkait motivasi dan produktivitas kerja. Kalau perlu, bagian Sumber Daya Manusia menyusun program pelatihan tingkat kefokusan dalam perencanaan, penyusunan, pengetikan dan evaluasi administrasi.
Bahkan, kata dia, bila perlu ada pengawasan internal untuk menjaga fokus kinerja pada profesionalisme. [opini-bangsa.com / rmol]