-->

Aroma Revolusi 1979 Kembali Tercium di Iran

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Aroma Revolusi 1979 Kembali Tercium di Iran

Berita Islam 24H - Puluhan ribu orang pada Minggu (31/12) tumpah ruah di jalanan puluhan kota di Iran. Mereka berteriak dan merusak. Mobil-mobil polisi terbalik, fasilitas kota dibakar. Minggu itu adalah hari keempat aksi protes anti-pemerintah pecah di Iran.

Aksi ini bermula sejak Kamis (28/12), sebuah aksi kecil-kecilan, di kota terbesar kedua Iran setelah Teheran, Mashhad. Massa kala itu memprotes tingginya harga kebutuhan bahan makanan. Salah satu yang paling meroket adalah harga telur yang naik 40 persen. Apalagi, pemerintah Presiden Hassan Rouhani berencana menaikkan harga bahan bakar hingga 50 persen pada 2015.

Tiga hari kemudian, semua orang seakan ikut bersuara di Negeri Para Mullah itu. Puluhan ribu orang turun ke jalan, tidak peduli seruan Rouhani agar rakyat tenang dan menahan diri. Serangan demonstran dialamatkan ke pos-pos polisi dan pangkalan militer. Seorang polisi dilaporkan tewas. Hingga artikel ini diturunkan, sudah 21 orang tewas dalam aksi protes di Iran.



Perut yang lapar karena tingginya harga makanan picu amarah. Aksi protes besar memang jarang terjadi di Iran, terakhir pada 2009 usai pemilu yang memenangkan Mahmoud Ahmadinejad, namun gerakan massa kali ini dipastikan bikin pemerintahan Rouhani dan Ayatullah Khamenei ketar-ketir.

Protes kali ini berbeda dengan aksi besar 1999 dan 2009 yang kebanyakan digalang mahasiswa. Kala itu, protes ditujukan untuk pemerintah. Kali ini tidak hanya pemerintah, tapi juga kepemimpinan Ayatullah Khamenei "Yang Dipertuan Agung" Syiah Iran.

Perbedaan lainnya, tidak diketahui dengan pasti siapa pemimpin dalam protes pekan ini. Seakan rakyat bergerak sendiri, spontan saja turun ke jalan. Tidak seperti pada aksi 2009 yang dengan mudah diredam oleh pasukan khusus Garda Revolusi, Basij, yang membunuh lebih dari 72 orang.

Massa pada aksi 2009 melempem setelah pemimpin mereka Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, rival Ahmadinejad dalam pemilu, ditangkap dan hingga sekarang masih disekap dalam tahanan rumah.


Aroma Revolusi

Teriakan-teriakan demonstran tidak hanya "Matilah Rouhani", tapi juga "Matilah Khamenei". Bahkan di sarangnya para ulama Syiah, kota Qom, massa pada Jumat lalu meneriakkan yel-yel "Khamenei, tinggalkan negara ini!".

Teriakan-teriakan ini mirip suara-suara yang lantang terdengar pada Revolusi 1979 yang menggulingkan Shah Reva Pahlavi oleh gerakan Syiah yang dipimpin Ayatullah Khameini. Ketika itu, masyarakat yang jengah dengan resesi ekonomi dan monarki tidak hanya meminta reformasi, tapi pergantian rezim.

Kiranya itu tuntutan yang sama seperti protes saat ini. Masyarakat Iran tidak minta perbaikan ekonomi saja, tapi mundurnya Rouhani dan digulingkannya Khamenei. Massa muak dengan sistem negara yang diatur oleh ulama Syiah. Sekulerisme zaman Reza Pahlavi dirindukan. Aroma revolusi sekali lagi tercium di Iran.

"Anda melihat awal permulaan revolusi yang tengah terbentuk saat ini. Jika protes ini berlangsung beberapa waktu, dan pemerintah mencoba membendungnya, tapi jumlah demonstran malah bertambah, saya rasa pada titik itu revolusi tengah terjadi," kata Kaveh Sharooz, pengacara hak asasi manusia di Toronto, Kanada, dikutip dari situs berita MacLean's, Senin (1/1).



Sharooz adalah jaksa dalam "Iran Tribunal" lima tahun lalu, yaitu sebuah pengadilan ad hoc untuk mengadili para pejabat senior Khameini yang dituduh melakukan pelanggaran HAM atas pembantaian 20 ribu orang kelompok kiri, intelektual, dan warga minoritas Iran di tahun 1980-an.

Sharooz mengatakan unsur-unsur revolusi telah tercium dalam aksi protes pekan ini.

"Masyarakat yang tertindas bangkit dan menuntut keadilan -mendesak dibubarkannya pemerintah- dan pemerintah melawannya. Seperti itulah revolusi. Tidak ada sihir di dalamnya. Apa adanya, dan saya rasa kita melihat bentuk awal revolusi itu," lanjut Sharooz.


Revolusi 1979 berhasil mengganti kerajaan Persia yang telah bertahan selama 2.500 tahun dengan kepemimpinan Khamenei. Awal mula revolusi Iran ini ditandai dengan demonstrasi pada 1977 yang dipimpin Khameini, berkembang terus hingga 1978 dan diikuti jutaan orang. Pada Desember 1979, Iran mencanangkan Khameini sebagai pemimpin tertinggi Republik Islam Iran.

Di bawah kepemimpinan Shah Reza Pahlavi, Iran berkembang sebagai negara sekuler yang mendapat dukungan dari Barat. Di pemerintahan Khameini, Iran sontak menjadi musuh Barat. Iran lantas dihujani sanksi dan embargo akibat program nuklir mereka yang bikin Amerika Serikat resah.

Di tahun 2016, Iran menyepakati perjanjian pengurangan fasilitas pengayaan uranium dengan Presiden AS kala itu, Barack Obama. Beberapa sanksi lantas dicabut. Seharusnya Iran bisa bangkit dengan dibukanya kembali sebagian pasar global. Namun nyatanya tidak.


Angka pengangguran di Iran mencapai 12,4 persen tahun fiskal kali ini, naik 1,4 poin dari tahun sebelumnya. Pengangguran di usia muda mencapai 28,8 persen tahun ini, angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Banyak para pemuda Iran yang terpelajar dan ahli dalam berbagai bidang, tapi kesempatan kerja sangat minim. Pengangguran di usia muda mencapai 28,8 persen tahun ini, angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Kekayaan Iran di sektor minyak dan gas tidak main-main, salah satu dengan cadangan terbesar di dunia. Tapi hal itu tidak dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Demonstran menuding pemasukan Iran banyak yang justru digelontorkan ke luar negeri ketimbang digunakan untuk menyejahterakan rakyat.


Iran memang andil dalam berbagai konflik di Timur Tengah dengan memberi bantuan finansial dan persenjataan. Menurut Al Jazeera, Iran mengalokasikan miliaran dolar AS dari pemasukan minyak dan gas untuk membantu rezim Bashar al-Assad di Suriah, Hizbullah di Lebanon, militan Syiah di Irak, dan pemberontak Houthi di Yaman.

Saat ini, masyarakat Iran justru merindukan pemerintahan Shah Reza Pahlavi. Dalam aksi demonstrasi, mereka meneriakkan yel-yel "Reza Shah, diberkatilah engkau!" dan "Revolusi Islam adalah kesalahan!", poster-poster Khamenei dicoret dan dibakar.

Alireza Nader, pengamat senior dan periset Iran di lembaga RAND Corporation di Washington, mengatakan kerinduan masyarakat Iran akan rezim Pahlavi bisa dimengerti. Menurut dia, pemerintahan Khamenei sekarang telah mengecewakan harapan mereka usai revolusi 1979.



"Pemerintah dianggap sangat korup, ketimpangan yang meningkat dilihat masyarakat sebagai bentuk ketidakadilan. Ini adalah sistem pemerintahan yang seharusnya membawa keadilan bagi seluruh rakyat setelah revolusi 1979, dan mereka telah gagal," kata Nader, dikutip dari CNN.

Menurut jurnalis Samira Mohyeddin, tokoh diaspora Iran di Kanada, rezim Iran kini sedang kebingungan lantaran tidak tahu siapa yang harus bertanggung jawab atas demonstrasi di Iran. Mohyeddin kepada Macleans mengatakan para diaspora Iran di seluruh dunia saling kontak, dari London ke Beirut, menggalang dukungan.





Mohyeddin juga tidak mengira aksi protes akan jadi sebesar ini. Dia mengatakan para demonstran rela bertindak nekat karena mereka "adalah orang-orang yang tidak takut kehilangan apa-apa."

Walau revolusi Iran belum tentu terjadi dan menggulingkan Khamenei, tapi menurut Mohyeddin pemerintah telah kalah.

"Apapun hasil akhir protes ini, rakyat Iran telah menang, karena pemerintah ini tidak punya legitimasi lagi. Nol. Karena berulang kali, rakyat mengatakan mereka tidak ingin adanya Republik Islam [Iran]," ujar Mohyeddin. [berita-islam24h.com / kmp]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close