Inilah Negara-negara Penerima Bantuan yang Abaikan Ancaman Trump
Opini Bangsa - Majelis Umum PBB menerima resolusi menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel dengan 128 suara setuju dan 9 tidak setuju. Sebelumnya, AS mengancam dengan pemotongan bantuan.
Menjelang pemungutan suara di Sidang Majelis PBB hari Kamis (21/12), Amerika Serikat membuat ancaman kepada sesama anggota masyarakat internasional: Mereka yang memberikan suara menentang keputusan Presiden Donald Trump berisiko menghadapi pembalasan diplomatik berupa kehilangan bantuan keuangan Amerika Serikat.
Tapi ancaman itu tidak membuahkan hasil. Penerima dana AS yang terbesar kebanyakan adalah negara Muslim atau Arab, dan mereka ramai-ramai menolak keputusan Donald Trump tentang Yerusalem, termasuk sekutu utama AS Arab Saudi. Hasil pemungutan suara: 128 mendukung resolusi, 9 menolak dan 35 abstain.
Yang lebih terasa adalah pengaruh Israel yang mendekati negara-negara Afrika dan Amerika Selatan. Beberapa negara akhirnya memutuskan untuk memberi suara abstain. Namun dua kekuatan terbesar yang dilobi PM Israel Benjamin Netanyahu, Cina dan India, tetap menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Inilah sikap masyarakat internasional dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB hari Kamis:
Sikap para penerima bantuan AS dan sekutu Arab
Kecuali Israel, penerima bantuan internasional teratas dalam daftar Amerika Serikat adalah negara-negara Muslim dan Arab, seperti Afghanistan, Mesir, Yordania dan Pakistan. Semuanya memilih untuk menyetujui resolusi penolakan pengakuan Yerusalem. Negara-negara Afrika juga ikut dalam arus itu. Satu-satunya penerima bantuan dalam peringkat 10 besar yang tidak mendukung resolusi itu adalah Kenya.
Sementara di dunia Arab, seluruh negara bersuara satu mendukung resolusi. Bagi Amerika Serikat, sikap negara-negara ini, terutama Arab Saudi dan Mesir yang berpengaruh, akan mempersulit upaya diplomasi Timur Tengah.
Suara Eropa terpecah
Negara-negara terpenting di Eropa, seperti Inggris, Perancis dan Jerman, semuanya mengambil posisi menentang kebijakan Donald Trump. Situasinya berbeda dengan negara-negara Eropa Timur yang memiliki hubungan dekat dengan Israel. Polandia, Hungaria dan Republik Ceko memberi suara abstain.
Perpecahan di Eropa menunjukkan trend diplomasi yang memang sejak lama terjadi di Uni Eropa. Beberapa negara Eropa Timur menjalankan politik berbeda dengan negara-negara Eropa barat. Ini berarti, Eropa tetap tidak bisa satu suara dalam menanggapi proses perdamaian Timur Tengah.
Lobi Israel berhasil memperluas suara abstain
Di Afrika, Asia dan Amerika Latin, lobi Israel berhasil membujuk beberapa negara yang biasanya mendukung Palestina untuk kali ini bersikap abstain. Tahun 2012, ketika Palestina diakui sebagai negara pengamat di PBB (non-member state), ada 138 negara yang memberi suara setuju. Dalam pemungutan suara Kamis kemarin, hanya 128 negara yang mendukung resolusi.
Yang berubah sikap misalnya Meksiko dan Argentina yang memberikan suara abstain. Bahkan Guatemala dan Honduras, yang biasanya mendukung Palestina, kemarin memberi suara menolak resolusi. Di Afrika, yang memberi suara abstain adalah Uganda, Sudan Selatan dan Kenya. Sedangkan di Asia, dua negara yang tahun 2012 mendukung, Myanmar dan Filipina, kali ini juga memberi suara abstain. Namun lobi Israel tidak berhasil mempengaruhi India dan Cina, yang mendukung resolusi. [opini-bangsa.com / dtk]