Setya Novanto, saya kecewa. Sebagai Ketua DPR RI, Setya Novanto adalah pejabat publik yang keperluan dan kegiatannya dibiayai oleh uang Negara. Namun aneh, sebagai pimpinan lembaga wakil rakyat, Setya Novanto malah melawan rakyat dengan mengadukan sejumlah pemilik akun media sosial kepada polisi.
Padahal, mobil, rumah, ajudan pengawal hingga keperluannya yang paling pokok dibiayai oleh uang APBN yang sebagian besar dipungut dari pajak rakyat. Namun dia mengerahkan para pengacara untuk memperkarakan rakyat. Padahal rakyat itu bersuara kritis menyebarkan meme karena kecewa Setya Novanto mengabaikan KPK.
Padahal karpet merah yang diinjaknya saat kunjungan kerja maupun masuk kantor hingga pakaian kerja yang dia kenakan ada tetesan keringat jerih payah dan kerja keras banting tulang rakyat. Namun Setya Novanto membalasnya dengan mengadu ke polisi untuk menangkap rakyat yang mengkritiknya pada tengah malam saat orang terlelap tidur.
Saya kecewa kepada Setya Novanto. Sebagai Ketua DPR RI, rakyat meminta dan menyerahkan agar negara ini diurus dengan baik. Agar negara yang didirikan oleh para pejuang ini bisa mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan yaitu mensejahterakan dan menghadirkan keadilan bagi masyarakat.
Namun kepercayaan rakyat bukan dibalas dengan baik sepenuh hati, malah sebaliknya. Hukum dipermainkan. Keadilan dijungkirbalikan. Rakyat ditakut-takuti. Rakyat yang mengkritik dan mengingatkan dilawan dengan dilaporkan kepada Polisi. Anggaran dan uang negara bukan untuk mensejahterakan rakyat.
Saya kecewa kepada Setya Novanto. Sebagai Ketua DPR RI seharusnya menjaga dan mengawal Demokrasi dan pemberantasan korupsi yang merupakan anak kandung reformasi. Ada darah dan nyawa pahlawan Reformasi sehingga Demokrasi tegak berdiri saat ini. Dan, pemberantasan korupsi adalah janji yang harus dipenuhi dan dilaksanakan penyelenggara negara sebagai amanah Reformasi.
Namun dengan berbagai alasan, Setya Novanto justru mencederai Demokrasi dan Reformasi. Langkah-langkahnya melaporkan hingga penangkapan rakyat kepada Polisi jelas bertolak belakang dengan azas dan marwah Demokrasi. Kebebasan rakyat menyampaikan ekspresi adalah harga mahal dengan pengorbanan pahlawan Reformasi.
Saya kecewa kepada Setya Novanto. Karena sebagai Ketua DPR RI telah menilai dan menganggap kritik rakyat melalui Meme sebagai sesuatu yang kebablasan. Bukankah hal itu justru mengingatkan bahwa kejadian tiba-tiba sakit dan dirawat di rumah sakit saat dipanggil KPK tidak pantas dilakukan pejabat negara yang dibiayai uang pajak rakyat? Siapa yang kebablasan?
Meme bukan sekedar produk zaman millenial. Namun sejatinya juga produk era Demokrasi dan Reformasi. Tak sepatutnya melawan Meme dengan hukum kekuasaan. Apalagi kekuasaan yang dititipkan rakyat. Lawanlah Meme dengan menjalankan amanah rakyat sebaik-baiknya. Hadapi kritik dengan melaksanakan tugas melayani rakyat dan mengelola negara dengan sebaik-baiknya.
Mengapa Setya Novanto membiarkan orang-orang yang disekelilingnya dan pembantu terdekatnya melawan rakyat? Sebab, untuk mendapat kepercayaan rakyat bukanlah dengan melawan rakyat. Justru berbuat baik dan melayani rakyat dengan baik, ikhlas dan tulus. Pilihan paling baik bagi Setya Novanto adalah harus mencabut pengaduannya kepada Polisi. Seterusnya, merangkul rakyat untuk membangun bangsa yang dicintai ini.(*)