-->

Kerasnya Hidup Tentara Perempuan Korut

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Kerasnya Hidup Tentara Perempuan Korut

Opini Bangsa - Selama hampir 10 tahun Lee So Yeon tidur di kasur bawah tempat tidur tingkat, di sebuah ruangan yang berisi lebih dari 20 wanita. Setiap wanita diberi laci kecil untuk menyimpan seragam mereka.

Di atas laci itu masing-masing menyimpan dua foto berbingkai, yakni foto pendiri Korea Utara Kim Il-sung dan kedua adalah foto ahli warisnya yang meninggal dunia, Kim Jong-il.

Sudah lebih dari satu dekade yang lalu Yeon meninggalkan militer, namun dia tetap menyimpan kenangan nyata tentang kondisi di barak.

"Kasur yang kami tiduri, itu terbuat dari sekam atau kulit padi, jadi semua bau badan merembes ke kasur. Bukan terbuat dari katun. Karena itu sekam, semua bau dari keringat dan bau lainnya ada di sana," katanya seperti dilansir BBC, Selasa (21/11).

So Yeon adalah putri seorang akademisi. Perempuan berusia 41 tahun ini tumbuh di utara negara terisolasi tersebut. Kebanyakan anggota keluarga laki-lakinya adalah tentara.

So Yeon mengajukan diri menjadi tentara pada 1990-an saat kelaparan melanda Korea Utara. Dengan menjadi tentara maka ia akan mendapat jaminan makanan setiap hari. Pada periode ini, ribuan wanita muda lainnya melakukan hal yang sama.

Lee So Yeon masuk militer saat berusia 17 tahun. Karena rasa patriotisme ia menikmati kehidupannya sebagai tentara.

Rutinitas harian untuk pria dan wanita hampir sama. Perempuan cenderung memiliki latihan fisik yang lebih sedikit tetapi mereka juga diminta melakukan pekerjaan sehari-hari seperti membersihkan dan memasak.

Pelatihan keras dan berkurangnya jatah makanan berdampak pada kesehatan Lee So Yeon dan rekan-rekannya. "Setelah enam bulan sampai satu tahun pelayanan, kami tidak menstruasi lagi karena kekurangan gizi dan lingkungan yang penuh tekanan," katanya.

Para tentara perempuan mengatakan mereka senang karena tidak memiliki masa menstruasi. Ini dikarenakan kondisi di barak sangat buruk sehingga mereka tidak ingin direpotkan dengan hal-hal lain.

Salah satu alasannya adalah keadaan fasilitas cuci. Menurut So Yeon, sebagai seorang perempuan, salah satu hal terberat adalah tidak bisa mandi dengan benar.

Tidak ada air panas. Selang dihubungkan ke sungai di gunung dan mereka mandi langsung dari air tersebut. "Tidak jarang ada katak dan ular saat menggunakan air," katanya.

So Yeon mengatakan sulit bagi perempuan yang menstruasi selama berada di militer. Dia dan rekan wanita lainnya sering tidak memiliki pilihan selain menggunakan pembalut berulang-ulang.

"Wanita Korut sampai hari ini masih menggunakan pembalut dari katun putih. Mereka harus dicuci setiap malam saat tidak terlihat laki-laki, jadi wanita bangun pagi dan mencucinya," kata penulis North Korea in 100 Questions, yang diterbitkan dalam bahasa Prancis, Juliette Morillot.

Morillot menegaskan perempuan di militer sering melewatkan masa menstruasi mereka. "Salah satu gadis yang saya ajak bicara, yang berusia 20 tahun, mengatakan dia telah berlatih begitu keras sehingga dia tidak menstruasi selama dua tahun," katanya.

Meskipun Lee So Yeon bergabung dengan tentara secara sukarela, namun pada 2015 diumumkan semua wanita di Korea Utara harus melakukan pelayanan militer tujuh tahun sejak usia 18 tahun.

Pada saat yang sama pemerintah Korea Utara mengambil langkah yang tidak biasa dengan mendistribusikan merek sanitasi wanita premium Daedong di sebagian besar unit perempuan.

"Ini mungkin cara untuk menebus kondisi masa lalu. Pernyataan itu mungkin terlalu salah untuk fenomena yang terkenal ini bahwa kondisi bagi wanita dulu buruk. Mungkin ini adalah cara untuk meningkatkan semangat dan membuat lebih banyak wanita berpikir mereka akan diurus," kata penulis North Korea Hidden Revolution, Jieun Baek.

Produk kosmetik merek Pyongyang Products juga baru-baru ini didistribusikan ke beberapa unit penerbangan wanita, menyusul seruan Kim Jong-un pada 2016 untuk produk kecantikan Korea Utara bersaing dengan merek global seperti Lancome, Chanel dan Christian Dior.

Meskipun demikian, tentara wanita yang ditempatkan di pedesaan tidak selalu memiliki akses ke toilet pribadi, beberapa orang mengatakan kepada Morillot mereka seringkali harus buang hajat di depan laki-laki yang membuat mereka khawatir karena rentan mengalami pelecehan.

Wanita Korea Utara harus berada di militer minimal tujuh tahun dan pria diminta berada di militer 10 tahun. Ini adalah layanan wajib militer terpanjang di dunia.

Diperkirakan sekitar 40 persen wanita berusia antara 18 dan 25 tahun menjadi tentara, jumlah yang diperkirakan akan bertambah karena dinas militer menjadi wajib bagi wanita dua tahun yang lalu. Pemerintah mengatakan sekitar 15 persen dari anggaran negara dihabiskan untuk militer, namun lembaga riset mengatakan jumlahnya bisa sampai 40 persen.

Menurut Baek dan Morillot, siswa berbakat dengan keahlian khusus, misalnya dalam olahraga dan musik boleh jadi dikucilkan dinas militer dan pelecehan seksual sudah marak terjadi.

Morillot mengatakan ketika dia membicarakan masalah pemerkosaan dengan tentara wanita, kebanyakan mereka mengatakan hal itu terjadi pada orang lain. "Tidak ada yang bilang mereka pernah mengalaminya secara pribadi," katanya.

Lee So Yeon juga mengatakan dia tidak diperkosa selama berada di angkatan bersenjata antara 1992 dan 2001. Namun menurutnya, banyak rekannya mengalami hal tersebut.

"Komandan akan tinggal di kamarnya di unit tersebut setelah berjam-jam dan memperkosa tentara wanita di bawah komandonya, ini akan terjadi berulang-ulang tanpa akhir," katanya.

Militer Korea Utara mengatakan pelecehan seksual merupakan hal sangat serius dengan hukuman penjara tujuh tahun. "Tapi hampir tidak ada orang yang mau bersaksi. Jadi, pria sering tidak dihukum," kata Juliette Morillot.

Dia menambahkan tidak adanya kesaksian tentang pelecehan seksual di tentara berakar pada sikap patriarkis masyarakat Korea Utara. Ia mengatakan perempuan miskin yang direkrut menjadi brigade konstruksi, dan ditempatkan di barak kecil informal atau gubuk, sangat tidak aman.

"Kekerasan dalam rumah tangga masih diterima secara luas, dan tidak dilaporkan, jadi sama dengan tentara. Tapi saya benar-benar harus menekankan fakta Anda memiliki budaya yang sama (pelecehan) di tentara Korea Selatan," katanya.

Lee So Yeon, yang bertugas sebagai sersan di unit sinyal yang dekat dengan perbatasan Korea Selatan, akhirnya berhenti jadi tentara pada usia 28. Dia merasa lega memiliki kesempatan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya, walaupun dia harus berjuang secara finansial.

Pada 2008 dia memutuskan melarikan diri ke Korea Selatan. Pada usaha pertama dia tertangkap di perbatasan Cina dan dikirim ke sebuah kamp penjara selama setahun.

Dalam usaha keduanya, tak lama setelah meninggalkan penjara, dia berenang ke sungai Tumen dan menyeberang ke Cina. Di sana, di perbatasan, dia bertemu dengan seorang broker yang mengatur agar dia pindah melalui Cina ke Korea Selatan.

Juliette Morillot dan Jieun Baek mengatakan kesaksian Lee So Yeon sesuai dengan catatan lain yang telah mereka dengar. Merka memperingatkan pembelot harus diperlakukan dengan hati-hati.

"Ada permintaan pengetahuan yang tinggi dari Korea Utara. Hampir tidak ada kemungkinan orang untuk menceritakan kisah yang berlebihan kepada media. Banyak pembelot yang tidak ingin dikutip di media," kata Baek.

Informasi dari sumber resmi Korea Utara, di sisi lain, dapat dikenalkan sebagai propaganda murni.

Sekitar 70 persen pembelot Korea Utara adalah perempuan, sebuah fakta beberapa terkait dengan tingkat pengangguran yang lebih tinggi di kalangan wanita. Lebih dari separuh pembelot berusia 20 atau 30-an. Ini dikarenakan mereka lebih mudah untuk berenang di sungai dan melakukan perjalanan yang sulit karena usia mudanya. [opinibangsa.info / rci]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close