-->

Alibi Kemenkeu Terpatahkan, Fakta Revisi UU PNBP Dilakukan Sri Mulyani

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Upaya revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh pemerintah mendapat kritikan keras dari Ekonom Senior Rizal Ramli. Pasalnya dari revisi ini diketahui pemerintah akan mengenakan pungutan pada sektor layanan publik berupa kesehatan, pendidikan, bahkan bidang keagamaan dalam urusan nikah, cerai maupun rujuk.

Tak tinggal diam dengan kritikan itu, Mentri Keuangan Sri Mulyani melalui anak buahnya Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan, rencana revisi UU PNBP tersebut suda digulirkan sejak 2011 ketika Sri Mulyani belum menjabat sebagai menteri Keuangan.

Berdasarkan pengamat ekonomi publik Abdul Rachim Kresno, memang benar wacana revisi UU Nomor 20 Tahun 1997 telah bergulir sejak lama, namun yang perlu diperhatikan bahwa draf UU itu diajukan secara resmi ke DPR sebagai inisiatif pemerintah, berlangsung pada Januari 2017. Artinya draf UU itu diajukan pada saat Sri Mulyani berlangsung sebagai Menteri Keuangan.

“Nufransa tidak menangkap point dari kritik Rizal Ramli terhadap RUU PNBP . Yang pertama adalah walaupun pemikiran bahwa perlunya diajukan RUU PNBP itu sudah sejak 2011, namun baru Januari 2017 diajukan ke DPR dalam kondisi kepanikan Kemenkeu akibat mengecilnya pendapatan negara dari PNBP khususnya dari sektor Migas,” kata Abdurchim secara tertulis, Minggu (5/11).

Dia memaparkan; pada 2014 pendapatan negara dari PNBP mencapai Rp385 triliun dan 2017 mengecil hanya mencapai Rp250 triliun. Sedangkan dari sektor migas akibat harga minyak yang terpental jatuh, maka sumbangan PNBP Migas juga merosot dari 2014 mencapai Rp216,9 triliun, pada 2016 tinggal 44,9 triliun atau tinggal 20,7 persen saja.

Selain itu, Sri Mulyani dinilai semakin panik menghadapi kenyataan bahwa sampai dengan September 2017 penerimaan pajak masih kurang 500 Trilyun lebih dari target, padahal waktunya tinggal kurang 3 bulan lagi .

Abdul Rachim memperkirakan sampai dengan akhir tahun pengumpulan pajak hanya akan mencapai sekirat 80 persen dari target. Buntutnya menteri Keuangan diperkirakan akan melakukan pemotongan anggaran lagi, karena opsi penambahan utang sudah tidak memungkinkan akibat defisit APBN nya sudah terlalu besar.

“Oleh karena itu dapat diduga bahwa pengajuan RUU PNBP ke DPR dengan target bisa disahkan menjadi UU tahun ini juga untuk menggenjot PNBP non Migas termasuk yang mengutip langsung dari masyarakat dari sektor pendidikan , kesehatan dan agama , nikah , cerai , rujuk dan sektor pelayanan publik lainnya,” ujar dia.

“Point yang paling penting dari kritik Rizal yang tidak mampu dicerna oleh pemikiran Nufransa dan bahkan oleh Sri Mulyani yang mengarahkan Nufransa adalah bahwa dalam Mukadimah UUD 45 disebutkan tujuan kemerdekaan itu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga Rizal mendesak bahwa saatnya sekarang kita melindungi sektor pendidikan , kesehatan dan hajat hidup masyarakat yang paling dasar seperti nikah, cerai, rujuk dan sektor pelayanan publik lainnya dari pungutan pungutan yang memberatkan , bahkan harus menggratiskan bagi masyarakat yang tidak mampu agar mereka juga bisa cerdas , sehat dan bahagia,” pungkas Abdul Rachim.

aktual



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close