PERPPU NO 2 TAHUN 2017: ALAT ASING PENGHAMBAT DAKWAH KHILAFAH
Umat Islam Tolak Perppu Ormas |
Oleh Amil Ar-Rahman
(Analis di Pusat Kajian dan Analisis Data | PKAD)
Salah satu dinding pembendung tegaknya daulah khilafah adalah melalui UU. Konstitusi yang dibuat pun siapapun, gerakan manapun dan partai politik apapun agar tunduk pada perpolitikan yang ada. Terlebih dalam sistem politik demokrasi yang mencoba menyingkirkan Islam secara sistemis.
Siapapun yang kemudian berani menjadikan Islam sebagai asasnya dan politik islam sebagai pergerakannya, maka akan ada potensi dihambat bahkan dilarang. Demikianlah gambaran nasib umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Jika mengambil contoh di Indonesia pasca Perppu 2/2017, maka tampak pengebirian gerakan atau kelompok Islam. seolah ide dasar dan cita-citanya merupakan hal yang mengamcam kekuasaan.
Apakah ini bentuk ketakutan pada Islam, meski mayoritas di negeri ini muslim? Pada UU no 17/2013 tentang keormasan ditetapkan asas pergerakan adalah Pancasila dan asas lain yang tidak bertentangan dengan Pancasila, dan Islam tidak termasuk kategori sebagai asas yang bersebrangan.
Bagaimana bisa dikatakan Islam bersebrangan dengan Pancasila? Bukankah banyak klaim jika perumus Pancasila adalah para ulama di detik-detik kemerdekaan 1945?
Asing penjajah yang memang sejak awal kemerdekaan sudah bercokol di Indonesia dan negeri muslim lainnya tak rela. Makar demi makar terus mereka susun untuk menghantam eksistensi pergerakan Islam yang semakin lama semakin kuat.
Langkah yang dilakukan pertama adalah membuat jebakan dengan melakukan adu domba sehingga terjadi gesekan antar gerakan Islam. Gesekan itu akan dijadikan sebagai justifikasi untuk melakukan pembubaran melalui proses peradilan. Tapi hal itu kembali gagal. Gerakan Islam tidak terpancing untuk bergesekan dengan sesama gerakan Islam. Tidak ada alasan yang bisa dipakai sebagai justifikasi setelah wacana pembubaran suatu ormas diumumkan secara resmi.
Gagal di langkah pertama, maka langkah kedua adalah dengan melakukan penerbitan Perppu. Perppu adalah produk hukum yang sah yang bisa berjalan secara efektif tanpa proses peradilan. Dari langkah inilah kemudian terbit Perpu no 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Perpu ini memberikan wewenang yang sangat istimewa kepada presiden untuk menafsirkan paham apa yang dinilai bersebrangan dengan Pancasila sehingga ormas yang mengusungnya bisa dibubarkan dan anggotanya bisa dikenai sanksi penjara hingga seumur hidup tanpa proses peradilan! Bisa jadi wewenang menafsirkan sepihak akan seruan Khilafah sebagai ide bersebrangan dengan Pancasila.
Buntutnya, HTI dibubarkan secara sewenang-wenang karena mengusung khilafah. Andaikan bukan karena kehadiran media sosial sebagai penyeimbang opini dan informasi, anggotanya akan mudah dipersekusi, disanksi dan dipenjara dengan berbagai macam tuduhan melalui media mainstream tanpa proses peradilan!
Oleh karenanya, kelahiran perpu no 2 tahun 2017 merupakan bagian dari makar negara-negara kafir penjajah yang sejak awal berusaha menegakkan dinding-dinding tebal dan kokoh untuk membendung tegaknya kembali khilafah Islam.
Sementara pion-pion yang dipasang oleh mereka untuk menjalankan makar tersebut. Maka kita harus meningkatkan kesadaran kita terhadap sejarah umat Islam. Bahwa apa yang kita alami tidaklah lepas dari sejarah keruntuhan khilafah Islam dan bagaimana para penjajah berusaha membendung tegaknya kembali melalui khilafah Islam melalui perumusan UUD dan UU. Ketika asas negara ini tidak bisa langsung digunakan untuk alat pukul, maka akan dirumuskan UU - UUD nya sebagai pistol.
Asas sebagai pelurunya untuk menghantam seluruh gerakan yang menyerukan tegaknya kembali khilafah Islam atau yang dianggap bersebrangan dengan penguasa!
Menghadapi makar kafir penjajah kita harus melakukan dua perlawanan, yaitu perlawanan hukum dan politik. Perlawanan hukum dilakukan dengan melakukan judicial review perpu tersebut agar bisa dibatalkan pemberlakuannya.
Perlawanan politik dilakukan dengan melakukan berbagai macam cara untuk menggalang opini dan kesadaran umat Islam menolak perpu tersebut. Oleh karenanya, pertemuan-pertemuan para tokoh umat Islam dan berbagai macam aksi damai harus terus digelar demi kesuksesan perlawanan politik. Sembari kita melakukan dua perlawanan tersebut, kedekatan kita kepada Allah harus terus ditingkatkan dalam lingkup pribadi dan keluarga.
Hal itu dikarenakan kita tidak memiliki kekuasaan untuk memenangkan dua perlawanan tersebut. Maka kita perlu meminta kepada Allah yang Maha Kuasa atas segala kekuasaan dunia untuk mempergilirkan kekuasaan tersebut dari kaum kafir penjajah beserta anteknya kepada ulama-ulama yang ikhlas dan ideologis.[MO]