Pers Media |
Mediaoposisi.com- Barangkali kita akan muak dengan banyak munculnya media-media yang terus bertebaran menjejali informasi yang membingungkan. Saat ini hiruk pikuk media ada setiap sudut hari kita, dari media sosial sampai grup WhatsApp para buzzer akan menyebar informasi bertubi-tubi.
Paradigma yang dibangun masih sama dalam arus setatus quo atau lebih tepatnya dalam logika sistem yang hari ini bekerja. Kita menyadari logika reting yang mereka kejar. bukan tentang sebuah paradigma baru yang memberi informasi pembebas serta bisa menyelesaikan keterpurukan masyarakat.
Adalah materialistik jika kita lihat sekarang, sebuah akar yang muncul dari sistem kapitalisme. Maka media Mainsterm bermainset dollar dan kekuasaan. Mengarah pada pembohongan serta memoles opini pencitraan dan Hoax menjadi anak kandung demokrasi. Penuh tipuan yang dijejalkan demi menjaga kuasa serta bisnis tetap tumbuh subur.
Dan masyarakat kita yang akan menjadi korban terkungkung dalam paradigma keterpurukan terpenjara dalam arus mainset kapital. Akhirnya bebal dan acuh serta jauh dari perubahan hakiki yang mampu mengangkat dari keterjajahan.
Para penjaga sistem pun sangat memahami, maka media Mainstream digerakan sebagai pembisik yang masuk bergerak ke rumah-rumah bahkan selalu dekat dengan telinga masyarakat untuk menjaga status quo.
Akal sehat kita mengatakan, kondisi ini seharusnya di ubah. Tapi celakanya keadan ini berlangsung karena para pemilik media merasa bahwa apa yang mereka lakukan ternyata membawa keuntungan sangat besar. Penghasilan dari bisnis media dan uang iklan menunjukan betapa makmurnya industri ini.
Lagi-lagi kejar rating serta viral adalah komoditi tersendiri lalu bangaimana media akan mencerahkan ditambah lagi media media yang berlabel islam ikut-ikutan memburu viral gunakan bahasa-bahasa bombastis tapi miskin makna mengikut media mainstream penikmat materialistik.
Seharusnya memberi sudut pandang tajam dan meruntuhkan hegemoni Kapitalisme tapi terlalu lunak dan ikut arus status quo, maka semua menjadi banal beku dan kurang mencerahkan disinilah kita bisa melihat kebekuan media dalam pusaran arus liberalisme kapitalistik merusak dan miskin paradigma.[MO]
Bambang Pranoto Bayu Aji