Hutang dan Ancaman Kedaulatan Negara
Oleh. Budi Santoso Mahasiswa Ekonomi Syariah UIKA Bogor
Mediaoposisi.com- Siapa yang menyangka negeri dengan pembangunan infrastruktur yang cepat kini tengah mengalami badai yang memilukan. Betapa tidak, infrastruktur pelabuhan yang digadang-gadang akan menyelesaikan masalah justru saat ini tengah menjadi masalah baru. Sri Langka menjadi korban dari debt trap (jebakan hutang) yang didanai oleh Cina. Saat ini pelabuhan yang tengah dibangun sudah dipastikan teralihkan kepada BUMN Cina.
Bicara mengenai pembangunan infrastruktur di suatu negara, maka tak lepas dari pendanaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Seringkali defisit APBN yang disebabkan oleh pembangunan infrastruktur ditambal dengan pinjaman hutang oleh lembaga keuangan dunia atau negara pendonor dana. Namun alih-alih itu menjadi jalan keluar seringkali kedaulatan negara menjadi ancaman.
Indonesia yang saat ini tengah dalam masa pembangunan infrastruktur, yang dalam pembiayaannya seringkali menggunakan dana hutang atau investasi, membuat banyak pihak mengkhawatirkannya. Khusus pendanaan yang berasal dari pinjaman saja, hutang Indonesia terhadap negara Cina mengalami trand kenaikan yang cukup signifikan dari tahun 2010. Pada tahun tersebut tercatat dalam sebuah surat kabar Republika (4/8/17), utang Indonesia masih sebesar 2,488 miliar dolar AS. Namun pada tahun 2017 terjadi lonjakan yang sangat signifikan menjadi 15,491 miliar dolar AS. Walhasil penambahan utang ini merupakan satu sinyalemen yang wajib diperhatikan oleh berbagai kalangan, khususnya pemerintah.
Memang, dilihat pada pembiayaan dengan instrument hutang merupakan salah satu solusi paling efektif untuk mendapatkan dana dengan jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Namun ibarat sebuah pisau, maka hutang juga punya sisi negatif yang sewaktu-waktu bisa mengancam kedaulatan negara.
Meminjam penjelasan dari Abdurahman Almaliki (2009) mengatakan bahwa sesungguhnya hutang luar negeri untuk pendanaan proyek-proyek adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi suatu negara. Justru hal itu memperpanjang penderitaan akibat bencana yang menimpa masyarakat. di samping ia merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.
Dewasa ini tentu kolonialisme tradisional sudah tidak ampuh lagi. Disebabkan penampakan yang nyata dari serangan yang menggunakan senjata. Negara manapun akan lebih merespon ketika melihat serangan nyata yang menggunakan senjata. Terlebih masyarakat. Namun jika menggunakan neo-kolonialisme atau neo-imperialisme tentu serangan dan strategi penjajahan amat sangat halus. Hanya negarawan sejatilah yang mengerti akan ancaman terhadap negaranya.
Neo-imperialisme merupakan sebuah strategi baru dengan tidak menggunakan senjata dalam penyerangannya. Ia lebih menggunakan serangan terhadap kedaulatan negara dengan cara memberikan dana kepada negara yang sedang kesulitan membangun infrastruktur. Dana yang diberikan pun bisa berupa hutang maupun investasi. Namun yang paling kejam tentunya adalah hutang yang berbasis bunga tinggi.
Mekanisme yang diberikan pun beragam ada dengan pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang. Hutang dengan jangka pendek misalnya, tujuannya adalah untuk menghancurkan mata uang negara dengan membuat kekacauan moneter. Sebab ketika pelunasan hutang-hutang ini tiba, maka ia tidak mau dilunasi dengan mata uang negara debitur, tetapi pelunasannya harus dengan dolar.
Akibatnya, ketika negara tak mampu melunasinya disebabkan kelangkaan mata uang (dolar) sebagai istrument pembayarannya, kemudian negara pendonor akan memaksa untuk membeli mata uang ini dengan harga tinggi dibandingan dengan mata uang negara pengutang. Dengan demikian mata uang negara itu terpukul dan harganya mengalami penurunan di pasaran.
Tak jauh beda dengan hutang jangka panjang, bersikap toleran terhadap negara pengutang seringkali menyebabkan hutang tersebut menumpuk sehingga sulit untuk dilunasi. Walhasil tatkala negara pengutang tak mampu melunasi, sektor-sektor vital dari negara pengutang akan dijadikan sebagai alat pelunasan. Ketika itu terjadi, maka sedikit demi sedikit kedaulatan negara terancam disebabkan adanya intervensi baru dari negara yang sudah menancapkan kepentingannya kepada negara yang tak mampu membayar hutang. Hasilnya, negara dan masyarakatlah yang akan menjadi korban dari keganasan hutang luar negeri.
Ini menjadi satu peringatan tegas terhadap negara dan pemimpin yang terlalu mudah meminjam hutang kepada lembaga keuangan atau negara pendonor dana. Negarawan sejati akan selalu memperhitungkan ancaman dan kerugian terhadap negara dan rakyatnya. Namun jika melakukan yang sebaliknya, patut dipertanyakan sikap kenegarawanannya. [MO]