-->

Tokoh Gema Pembebasan Kritisi Perppu Ormas, Yang Timpang dan Respresif

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Ketum PP Gema Pembebasan bung Ricky Fattamazaya M




JAKARTA| Media Oposisi- Ramainya penolakan Perppu Ormas di seluruh penjuru tanah air terus mengalir dan Perppu no 2/2017 semakin menjauhkan Jokowi dengan kalangan umat Islam karena dinilai tidak pro terhadap umat Islam, bahkan korban pertama dari Perppu Ormas adalah Ormas HTI yang dituding anti Pancasila, tapi tanpa pembuktian terlebih dahulu memalui mekanisme pengadilan.

Hal tersebut menuai beragam kecaman dan kritik dari berbagai kalangan salah satunya adalah para pemuda Islam yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pembebasan (GEMA Pembebasan).

Pada Ahad 13 Agustus 2017 di Jakarta Ketum PP Gema Pembebasan bung Ricky Fattamazaya M mengunjungi Brigadir jenderal TNI (Purn) Adityawarman Thaha yang sempat ditahan atas perlkuan pemerintah yang semena-mena dituduh makar namun tidak terbukti, dan dalam kesempatan ini banyak hal yang didiskusikan terkait kondisi  negeri.

Salah satunya membahas dan mengeritisi Perppu Ormas No.2 tahun 2017 yang dikeluarkan oleh rezim Jokowi yang dianggap ada beberapa poin yang menjadikan rezim hari ini mulai bertindak respresif dan anti kritik hal itu bisa dirangkum oleh jurnalis Mediaoposisi.com diantaranya:

Mengeluarkan Perppu adalah Hak nya Presiden namun memiliki beberapa syarat sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh MK.

Mahkamah Konstitusi menyebut ada 3 (tiga) syarat pernerbitan Perppu sebagaimana dinyatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU –Vll/2009, yaitu : 

Menimbang bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:

A. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat  berdasarkan Undang-Undang;

B. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

C. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;


Umat Islam Aksi Turun Ke Jalan Tolak Perppu Ormas


Namun faktanya syarat- syarat  ini tidak terpenuhi dengan melihat beberapa hal berikut: 

Pertama, sesungguhnya tidak ada kebutuhan mendesak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, dimana kondisi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarkat dalam keadaan normal. Bahkan dalam berbagai kesempatan, presiden dapat melaksanakan tugas kepala negara dan menjalankan pemerintahan sebagaimana biasa (normal).


Gerakan Mahasiswa Pembebasan yang selalu bersikap kritis

Kedua, tidak ada kekosongan hukum mengingat pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya mengatur tata kelola dan pemberian sanksi dalam dinamika keormasan telah diatur secara rinci melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Bahkan, undang-undang yang baru dibentuk ini belum pernah sekalipun diuji di lembaga peradilan untuk membuktikan ada atau tidaknya kekosongan hukum dan/atau keadaan hukum yang tidak memadai. Faktanya, atas dalih adanya keadaan “Hukum Yang Tidak Memadai”, Presiden secara serampangan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ketiga, jika saja kekosongan hukum tersebut ada dan presiden memandang Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak memadai, sesungguhnya Presiden masih dapat menempuh upaya pengundangan secara normal melalui pengajuan Rancangan Perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Sebab, sambil menunggu Rancangan Undang-undaNg dibahas parlemen (DPR - RI), Presiden masih dapat memberlakukan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan yang sudah ada.

Ketum Gema pembebasanRicky Fattamazaya dan Tokoh Nasional Adityawarman 



Dalam Silaturahmi dan diskusi dengan di Kediaman bapak Adityawarman pun terasa hangat bahkan beliau menyampaikan bahwa: 

"Negeri ini semakin mengkhawatirkan di segala aspek terlebih kuatnya kriminalisasi terhadap Ormas Islam, ulama dan Aktivis,"
Beliau Merasakan hidup di semua Era kepemimpinan ( Rezim) dari mulai Rezim Soekarno- Jokowi saya melihat Rezim inilah yang paling Ganas terhadap Kaum Muslim. Keyakinan ini ditambah Dengan dikeluarkannya Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 menambah deretan sikap Diktator rezim Jokowi. Ujarnya.

Ricky  juga menyampaikan pernyataan yang serupa terkait rezim hari ini bersikap sangat diktator , membungkam suara-suara kritis dengan cara  mengancam Dihukum minimal 5 Tahun penjara maksimal seumur hidup yakni 20 tahun penjara. Rezim berharap pergerakan terbungkam karena takut namun  sebagai gerakan mahasiswa yang penuh dengan keyakinan akan  kemenangan apapun yang diancamkan kepada pergerakan hari ini itu tidak akan membuat kami mundur sejengkal pun.

Diakhir pembicaraan ini saudara Ricky Fattamazaya M dan Bapak Brigadir jenderal (Purn) Adityawarman Thaha sepakat menolak Perppu No.2 Tahun 2017 karena ini adalah bentuk Kediktatoran rezim Jokowi- JK. Mengingat kebijakan ini justru membuat gaduh serta jelas menyudutkan umat islam di Indonesia serta menimbulkan ketidakadilan. [Mo]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close