Tipu Daya Kaum Mafia Neoliberal Ala Sri Mulyani
Opini Bangsa - Pertumbuhan ekonomi yang terus menurun, pengangguran meningkat dan indeks gini ratio yang terus melebar adalah bukti kegagalan tim ekonomi Jokowi yang dikomandoi Sri Mulyani (SMI) dan Darmin Nasution.
Kondisi ini bisa dicermati dari penurunan neraca perdagangan dan keuangan yang tidak sanggup dibendung oleh tim ekonomi Jokowi tersebut mengingat mereka adalah warisan dari pemerintahan di periode sebelumnya.
Demikian ditegaskan Sekretaris Jenderal Pro Demokrasi (Prodem), Satyo Purwanto dalam keterangannya, Rabu (5/7).
"Mestinya mereka lebih paham persoalan karena alasan tersebut patut dicurigai adanya upaya insubordinasi dan upaya pembusukan dari dalam pemerintahan," ujar Satyo.
Berbagai macam paket kebijakan ekonomi yang pernah dirilis bukan hanya tidak efektif tapi menurutnya, gagal total untuk meningkatkan kinerja dan performa ekonomi nasional.
"Padahal cukup dari tiga hal saja sehingga kita bisa melihat perbaikan ekonomi, misalnya: peningkatan daya saing industri, peningkatan daya beli masyarakat dan harga pangan yang terjangkau oleh masyarakat," terangnya.
Satyo menilai, SMI dan timnya telah memposisikan Indonesia sangat berbahaya karena tidak memiliki kedaulatan politik dan ekonomi. Keuangan diserahkan ke Amerika dan sekutunya, sementara sektor perdagangan diserahkan kepada China. Kondisi seperti ini menjadikan kepentingan nasional Indonesia menjadi subordinasi kepentingan global.
"Artinya, Indonesia untuk menjadi negara besar di kawasan Asia tidak akan pernah terjadi," tegasnya.
Lalu ada standar ganda dalam mekanisme hutang luar negeri dengan penyusunan UU dan Peraturan Pemerintah sehingga memungkinkan adanya intervensi kepentingan asing terhadap kedaulatan ekonomi dan politik Indonesia.
Mengutip pernyataan SMI beberapa hari yang lalu, masyarakat diimbau tidak kuatir meski hutang negara per Mei 2017 tembus Rp 3.672,33 triliun.
"Sungguh terlalu! Lalu setelah itu pajak-pajak dan harga-harga dinaikkan secara progresif, siapa yang paling menderita setelah itu? apakah Presiden? apakah Menteri Keuangan? tentu tidak," kritiknya.
Justru, tegas Satyo, rakyatlah yang makin sulit hidupnya paling menderita karena kebijakan SMI yang mengandalkan pengetatan anggaran, pencabutan subsidi, 'pemalakan pajak' bagi UMKM. Rakyat yang hampir miskin dan rakyat miskin terpaksa membayar semua kebutuhan hidupnya dengan harga yang tinggi.
"Rezim pajak yang dikendalikan oleh SMI ini sangat licik menjadikan tembok Istana sebagai perlindungan mereka dengan selalu mengatasnamakan Presiden, atau dengan alasan demi penyelamatan keuangan negara, demi APBN, demi kemajuan ekonomi, demi nama baik komunitas Internasional dan masih berderet lagi alasan-alasan yang sanggup membuat akal sehat kita menjadi menyimpang karena percaya dengan alasan mereka itu, yang ternyata semua itu hanya tipu daya dari kaum mafia Neoliberal dan Neokolonilalisme ala SMI," urainya. [opinibangsa.id / rmol]