Sebut Ratusan Profesor Jadikan KPK Sebagai Berhala, Ini Penjelasan Fahri
Opini Bangsa - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, ratusan profesor dan ilmuwan dari beberapa perguruan tinggi telah menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai berhala. Pasalnya mereka ikut-ikutan menolak Pansus Hak Angket KPK DPR yang hendak melakukan pengawasan terhadap KPK dan menolak revisi UU KPK.
"Karena adanya penolakan para guru besar dan profesor agar UU KPK tidak direvisi, jadilah KPK lembaga suci. Sampai sekarang ingin ubah UU KPK dan kritik kepadanya dianggap penistaan. KPK seperti berhala," kata Fahri kepada wartawan, Senin (3/7/2017).
Fahri menyebut para profesor dan sejumlah ilmuwan tersebut antara lain berasal dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada, dan 24 Universitas se-Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Bahkan Fahri membeberkan ada sejumlah Universitas yang melarang mahasiswa dan mahasiswinya untuk membuat diskusi tentang UU KPK. Harusnya, ujar dia, para profesor atau guru besar ini bisa memberikan ruang untuk kebebasan akademik.
"Ini tragis sekali. Apakah ini pertanda kematian kampus kita. Apakah ini awal runtuhnya kampus kita? Apakah ini awal runtuhnya kebebasan berpikir?," ucapnya.
Oleh karenanya, Fahri menyatakan, sikap ratusan profesor dan guru besar dari beberapa Universitas tersebut adalah bentuk emosi atau politik penggalangan dukungan terhadap lembaga antirasuah. Pasalnya, tegas dia, sebagai akademisi mereka tidak membuka ruang dialog untuk mencetuskan sebuah gagasan yang komprehensif untuk kinerja KPK ke depannya.
"Semua eksperimen demokrasi kita ini paling mahal dan menjadi segalanya bagi kita. Sikap kritis kita ini mahal harganya. Maka, biarlah kita mulai mendiskusikan KPK sebagai lembaga biasa, lembaga tambahan yang tidak ada dalam konstitusi," paparnya.
"Jika para profesor dan guru besar punya pandangan, sampaikanlah dalam diskusi. Ungkapkan dengan data, kita beradu data. Bukankan ini akan lebih sehat? Kenapa ikut-ikutan mengembangkan fiksi yang tidak ada dalam kenyataan," pungkasnya. [opinibangsa.id / tsc]