Oleh : Umar Syarifudin- Pengamat Politik Internasional
Masyarakat menghadapi ujian terbaru mereka setelah keluarnya Perppu Pembubaran Ormas, meskipun demikian, semua spekulasi diikuti, dengan segenap polemik tentang sifat dan dugaan radikalisasi kaum Muslim dan ormas yang dituduh anti Pancasila dan anti NKRI. Dari atmosfer itulah sebagian elemen masyarakat, termasuk di dalamnya kaum muslim merasa heran dan tertekan untuk mengecam keluarnya kebijakan tersebut. Ditindaklanjuti tuntutan 20 ribu massa dari Aliansi Ormas dan Umat Islam Jabodetabek kepada Presiden Jokowi agar membatalkan Perppu Ormas, Hari Selasa (18/7/2017) di Patung Kuda Silang Monas, Jakarta.
Ada banyak dari kritikan ditujukan pada kebijakan tersebut yang didorong oleh kesadaran akan dampak dari keluarnya sebuah kebijakan. Keluarnya Perppu ini untuk mengatur arena publik dapat menimbulkan konsekuensi hukum. HTI mendapatkan ujian kembali, dilansir dari kompas.com (19/7/2017), Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan pemerintah. Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. "Maka dengan mengacu pada ketentuan Perppu tersebut terhadap status badan hukum HTI dicabut," ujar Dirjen AHU Kemenkumham Freddy Harris dalam jumpa pers di gedung Kemenkumham, Jakarta, Rabu (19/7/2017). (http://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/status-badan-hukum-hti-resmi-dicabut-pemerintah)
Perlakuan pemerintah terhadap HTI sebagai gerakan Islam yang santun dan damai semacam ini mengusik rasa keadilan, selanjutnya mengalihkan perhatian dari penyebab sebenarnya dari destabilisasi di Indonesia: bahaya ideologi kapitalisme dan penerapannya, investasi asing, kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan dan sebagainya. Ini fakta yang terpapar yang menunjukkan bagaimana pola kebijakan pemerintah masuk ke mode yang baru, meskipun masyarakat menggambarkan tentang masalah nyata keresahan dan kesusahan akibat kebijakan yang kapitalistik yang mengubah kehidupan bagi rakyat Indonesia.
Bagaimanapun, situasi terkini telah mengajarkan pelajaran ironis tentang jargon kebebasan. Anda bisa mengatakan banyak hal tentang kekuasaan dan penguasa, dan bisa terkejut dengan sejumlah ironi dalam demokrasi. dalam demokrasi dikatakan rakyat punya hak untuk mengatakan dan menyuarakan, termasuk dakwah Islam menyeru kepada yang ma’ruf mencegah yang mungkar. Sekali lagi, Anda telah melihatnya, merasakannya, apapun kebijakan sesuai apa yang dipikirkan dan ditafsirkan oleh pemerintah. Terlepas bertentangan atau selaras dengan nilai-nilai Islam.
Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia selama lebih 20 tahun di Indonesia telah diketahui dan telah dirasakan dampak positifnya banyak elemen masyarakat. Lalu HTI menemukan kebohongan nekat yang tidak berdasar yang menfitnahnya. HTI telah berada di garis depan perjuangan pemikiran di dunia Muslim untuk mencegah munculnya tirani dan kediktatoran. Sepanjang waktu itu, anggota-anggota HTI tidak terlibat dalam kekerasan; mereka tetap bersabar dan tidak melakukan kekerasan walaupun digiring maupun dipantik ke arah jebakan tersebut.
Sangat penting umat Islam merenungkan kondisi saat ini dan berharap kaum muslimin mampu menjangkau persoalan dan akarnya, selanjutnya mampu menjelaskan secara arif bahwa agama Islam, dan dakwah Islam – termasuk yang dilakukan HTI hakikatnya untuk mewujudkan tatanan negeri menuju lebih baik. Kaum muslim perlu hadir menunjukkan bahwa akidah Islam yang indah ini mampu mengatasi masalah-masalah yang diciptakan oleh nilai-nilai sekulerisme dan kapitalisme.
Begitulah, muslim Indonesia memiliki pilihan yang sama dengan muslim di Arab, di Rusia maupun di Amerika dan seluruh dunia untuk meneladani Rasulullah SAW dan termasuk meneladani Khulafaur rasyidin yang menjadikan Islam sebagai jalan hidup dan jalan perjuangan. Kaum muslim juga mempunyai pilihan, untuk mengadopsi nilai-nilai kapitalisme sekuler dan menerima kemungkaran… ataukah diam melihat kemungkaran di sekitar, ataukah mereka bergembira menawarkan kerusakan konsepsi… atau mampu berbicara dan memperjuangkan secara jelas mengenai kebenaran dan konsep Islam. [IJM]