Jokowi Tandatangani RUU Pemilu, Habil Marati: Senjata Makan Tuan, Pilpres 2014 tak Sah
Berita Islam 24H - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2014 tentang Pemilu Serentak, sangat jelas menunjukkan bahwa UU Pemilu yang baru saja disetujui DPR pada Juli 2017, bertentangan dengan Pasal 6A dan Pasal 22 E UUD 1945 (Amandemen 2002).
Demikian dikatakan politisi senior Habil Marati (27/07). "UU Pemilu yang baru saja diputuskan DPR dan ditandatangani Presiden, maka yang akan terjadi adalah ‘senjata makan tuan’, artinya Pilpres 2014 kehilangan legitimasi konstitusi," tegas Habil.
Menurut Habil, Putusan MK 2014 merupakan legitimasi pengesahan terpilihnya Presiden, sehingga dengan demikian diperlakukan pandangan ilmiah, kontekstual, pruden dan logis konstitusional untuk penegasan terhadap status hukum dasar konstitusi Presiden yang terpilih tahun 2014.
Sedangkan Pasal 6A maupun Pasal 22E UUD 2002 merupakan sumber legitimasi konstitusi seorang Presiden RI. Dalam hal ini, kata Habil, mekanisme demokrasi untuk melahirkan sebuah sistem UU Pemilu, khususnya Pemilihan Presiden wajib bersumber pada Pasal 6A dan Pasal 22E UUD 2002.
"Kalau Bangsa Indonesia konsisten, serta taat azas terhada Pasal 6A dan Pasal 22E UUD 2002 maka UU Pemilu yang mengatur mekanisme sistem pemilihan presiden tahun 2004, 2009 dan 2014 tidak sah karena bertentangan dengan Pasal 6A dan Passl 22E UUD 2002," pungkas Habil.
Pasal 6A ayat (2) UUD 2002 berbunyi: “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.
Sedangkan Pasal 22E ayat (2) :”Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD”.
Pasal 22E ayat (2) tidak menyebut waktu penyelenggaraan, maka penyelenggaraan Pileg dan Pilpres dapat dilakukan secara bersamaan (berbarengan) atau terpisah waktunya.
Pada Pemilu 2014, Pileg dan Pilpres dilakukan terpisah antara lain dengan alasan Pileg didahulukan guna pengisian MPR yang akan melantik Presiden/Wakil Presiden terpilih, serta ditetapkannya president threshold dalam pengajuan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Sedang Pasal 6A ayat (2) pada ketentuan “….sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, pemilihan umum yang dimaksud tidak jelas, pemilihan umum Pileg atau Pilpres. Namun dengan adanya putusan MK mengenai penyelenggaraan Pileg dan Pilpres serentak. [beritaislam24h.info / ito]