Umatuna.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengecam beredarnya film pendek berjudul Kau adalah Aku yang Lain, juara ajang tahunan Police Movie Festival ke-4 yang digelar oleh Polri. Arsul menilai film tersebut tidak menggambarkan sikap Islam dan condong menyudutkan.
Pada Rabu (28/6), CNNIndonesia.com menonton potongan awal film tersebut. Film pendek berdurasi delapan menit itu bercerita tentang toleransi dalam hal perbedaan keyakinan.
Film garapan sineas asal Semarang, Anto Galon itu menampilkan adegan di mana sebuah kelompok Muslim tengah melaksanakan pengajian.
Di saat bersamaan, ada seorang istri yang membawa suaminya yang sakit menggunakan ambulans dan ingin melintasi jalan yang tengah digunakan kelompok Muslim itu untuk menggelar pengajian.
Melihat ambulans bersiap untuk melewati jalanan yang digunakannya berpengajian, seorang kakek anggota pengajian tersebut tak mengizinkan ambulans itu melintas. Kakek itu mengotot bahwa pengajian tak bisa diganggu.
Ada satu percakapan di mana kakek tersebut menyinggung tentang keyakinan keluarga yang berada di dalam ambulans, sehingga mereka tak berhak membuka jalan untuknya.
"Kemanusiaan itu, kalau keyakinan kita sama, ya dipertimbangkan. Lah dia, beda," kata kakek kepada seorang polisi yang berupaya memediasi, dalam film itu.
Menanggapi hal tersebut, Arsul Sani menyebut karya Anto Galon itu tidak mencerminkan mayoritas sikap Muslim jika dihadapkan dengan masalah seperti yang dimunculkan dalam adegan film itu.
"Apa yang tergambar dalam video Police Film Festival tersebut adalah sesuatu yang tidak menggambarkan mayoritas sikap umat Islam dalam situasi yang sama (dalam film) ketika ada kejadian seperti itu," kata Arsul kepada CNNIndonesia.com.
Arsul menilai situasi yang digambarkan dalam film, yang sudah diunggah Divisi Humas Polri sejak 24 Juni lalu itu, kemungkinan hanya mewakili kelompok yang sangat kecil dalam lingkungan Islam di Indonesia.
Politikus PPP itu berpandangan, sangat tidak bijak bahwa fenomena yang mustahil dilakukan sekolompok Muslim atau masyarakat Indonesia lain itu diangkat dan divisualkan.
"Karenanya saya melihat menjadi tidak bijak jika gambaran dari kelompok yang sangat kecil itu difilmkan. Bisa menimbulkan kesan seolah mewakili perilaku umat Islam," tuturnya.
Arsul menyebut, Polri yang menjadi pihak penyelenggara acara festival film tahunan itu seakan tengah membuka peluang terjadinya kesalahpahaman di tengah masyarakat. Terlebih, video itu telah viral di media sosial belakangan ini.
"Video tersebut nyata-nyata bukan saja memberi ruang, bahkan cenderung membangkitkan sentimen negatif publik tersebut," kata dia.
Arsul pun meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menata komunikasi publik jajaran Korps Bhayangkara, terlebih semenjak mencuatnya dugaan kriminalisasi yang dilakukan kepolisian terhadap sejumlah aktivis dan ulama, yang memotori aksi bela Islam berjilid.
Padahal, kata Arsul, di saat yang bersamaan ketika film pendek itu viral, Presiden Joko Widodo tengah membuka komunikasi dengan jajaran Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), kelompok yang jadi motor aksi berjilid sejak 2016.
"Polri menyesuaikan arah komunikasi publiknya dengan arah yang diambil Presiden dalam menyatukan kembali seluruh elemen masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, lewat akun Twitter miliknya, Arsul menyatakan bakal mempertanyakan film itu kepada Divisi Humas Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.
"Kami akan tanyakan kepada @DivHumasPolri & @BNPTRI dalam RDP Komisi III DPR soal video yang jadi viral dan ditanggapi sebagai sikap ‘negatif’ terhadap Islam," tulis Arsul. Sumber: Cnn
Pada Rabu (28/6), CNNIndonesia.com menonton potongan awal film tersebut. Film pendek berdurasi delapan menit itu bercerita tentang toleransi dalam hal perbedaan keyakinan.
Film garapan sineas asal Semarang, Anto Galon itu menampilkan adegan di mana sebuah kelompok Muslim tengah melaksanakan pengajian.
Di saat bersamaan, ada seorang istri yang membawa suaminya yang sakit menggunakan ambulans dan ingin melintasi jalan yang tengah digunakan kelompok Muslim itu untuk menggelar pengajian.
Melihat ambulans bersiap untuk melewati jalanan yang digunakannya berpengajian, seorang kakek anggota pengajian tersebut tak mengizinkan ambulans itu melintas. Kakek itu mengotot bahwa pengajian tak bisa diganggu.
Ada satu percakapan di mana kakek tersebut menyinggung tentang keyakinan keluarga yang berada di dalam ambulans, sehingga mereka tak berhak membuka jalan untuknya.
"Kemanusiaan itu, kalau keyakinan kita sama, ya dipertimbangkan. Lah dia, beda," kata kakek kepada seorang polisi yang berupaya memediasi, dalam film itu.
Menanggapi hal tersebut, Arsul Sani menyebut karya Anto Galon itu tidak mencerminkan mayoritas sikap Muslim jika dihadapkan dengan masalah seperti yang dimunculkan dalam adegan film itu.
"Apa yang tergambar dalam video Police Film Festival tersebut adalah sesuatu yang tidak menggambarkan mayoritas sikap umat Islam dalam situasi yang sama (dalam film) ketika ada kejadian seperti itu," kata Arsul kepada CNNIndonesia.com.
Arsul menilai situasi yang digambarkan dalam film, yang sudah diunggah Divisi Humas Polri sejak 24 Juni lalu itu, kemungkinan hanya mewakili kelompok yang sangat kecil dalam lingkungan Islam di Indonesia.
Politikus PPP itu berpandangan, sangat tidak bijak bahwa fenomena yang mustahil dilakukan sekolompok Muslim atau masyarakat Indonesia lain itu diangkat dan divisualkan.
"Karenanya saya melihat menjadi tidak bijak jika gambaran dari kelompok yang sangat kecil itu difilmkan. Bisa menimbulkan kesan seolah mewakili perilaku umat Islam," tuturnya.
Arsul menyebut, Polri yang menjadi pihak penyelenggara acara festival film tahunan itu seakan tengah membuka peluang terjadinya kesalahpahaman di tengah masyarakat. Terlebih, video itu telah viral di media sosial belakangan ini.
"Video tersebut nyata-nyata bukan saja memberi ruang, bahkan cenderung membangkitkan sentimen negatif publik tersebut," kata dia.
Arsul pun meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menata komunikasi publik jajaran Korps Bhayangkara, terlebih semenjak mencuatnya dugaan kriminalisasi yang dilakukan kepolisian terhadap sejumlah aktivis dan ulama, yang memotori aksi bela Islam berjilid.
Padahal, kata Arsul, di saat yang bersamaan ketika film pendek itu viral, Presiden Joko Widodo tengah membuka komunikasi dengan jajaran Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), kelompok yang jadi motor aksi berjilid sejak 2016.
"Polri menyesuaikan arah komunikasi publiknya dengan arah yang diambil Presiden dalam menyatukan kembali seluruh elemen masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, lewat akun Twitter miliknya, Arsul menyatakan bakal mempertanyakan film itu kepada Divisi Humas Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.
"Kami akan tanyakan kepada @DivHumasPolri & @BNPTRI dalam RDP Komisi III DPR soal video yang jadi viral dan ditanggapi sebagai sikap ‘negatif’ terhadap Islam," tulis Arsul. Sumber: Cnn