Struktur Ekonomi Hary Tanoe by Zeng Wei Jian
Opini Bangsa - Today, Rabu 23 Juni 2017, saya dan Lieus Sungkarisma ngobrol-ngobrol dengan Hary Tanoe. Ditemani Bendahara Umum Perindo; Henry Suparman.
Hary Tanoe bilang kapitalisme ngga cocok diterapkan di Indonesia. Jarak antara miskin-kaya terlalu lebar. Si miskin tak mungkin bisa bersaing dengan taipan. Ambisinya, perbanyak kelompok sejahtera. Dengan demikian pendapatan negara melalui pajak bisa meningkat. Kuncinya di "keberpihakan". Sehingga, akses dana murah dan proteksi terhadap pengusaha kecil dan rakyat is a must.
Anies juga sering bicara soal "keberpihakan". Itu sebab Hary Tanoe all out menangkan Paslon Anies-Sandi. Dia kerahkan semua potensi mesin partainya. Fokus di wilayah Barat dan Utara.
Sekalipun ngga sepakat dengan kapitalisme, tidak berarti Hary Tanoe mengabaikan peran pengusaha besar. Dia bukan penganut paham komunis ekstrim yang bersifat antagonis terhadap orang kaya.
Johan Galtung membagi lima struktur ekonomi:
The blue economy fokus pada pertumbuhan dan akumulasi kapital. Ekonomi Merah bertumpu pada "national plan" (komunis). Golden economy mensinergikan market dan plan, pemerintah dan negara, buruh dan kapital. The rose economy based on softening the inequities of the market through government intervention and the green economy concerned with economic sustainability.
Tahun 1992, Deng Xiaoping menyatakan, "Practice of a planned economy is not equivalent to socialism because there is planning under capitalism too; Practice of a market economy is not equivalent to capitalism because there are markets under socialism too."
Experimen soal ideologi ekonomi pun berakhir. Ortodox communist's planned economy dinyatakan tidak relevan.
Bila merujuk kategori Galtung, maka isi kepala Hary Tanoe lebih dekat ke Golden dan Rose economic structure. Softening, bukan eliminating, the inequities. Sama rata-sama rasa hanya ada dalam utopi komunis. "Keberpihakan" dan proteksi pada yang lemah berarti intervensi pemerintah. Ini jelas bertentangan dengan liberal free marketing atau extrim capitalism.
Yang jelas, pemikiran Hary Tanoe has nothing to do with George Soros (Theory of Reflexivity). Dia bilang, "Saya hanya berjuang untuk kemajuan Indonesia. Satu-satunya cara hanya dengan mempercepat kesejahteraan dan kemandirian masyarakat menengah kebawah."
Hari ini, saya baru tau, ternyata setiap tahun Hary Tanoe rutin memberangkatkan 150 orang karyawannya umroh. Dia juga mewarisi kepengurusan Masjid Cheng Ho Surabaya dari ayahnya, H. Ahmad Tanoesudibyo.
Oleh Zeng Wei Jian
[opinibangsa.id / tsc]