Konflik Di Jazirah, Pertanda Akhir Zaman
Opini Bangsa - Konflik di Jazirah terjadi dengan munculnya Al-Mahdi sebagai pemimpin kaum muslimin. Konflik ini dimulai dengan pembaiatan, penenggelaman pasukan, serta dibantu dukungan bendera hitam dari Timur.
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku sampaikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya Al-Mahdi yang akan diutus (ke tengah-tengah manusia) ketika manusia sedang dilanda perselisihan dan kegoncangan-kegoncangan. Dia akan memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan penganiyaan dan kezaliman. Seluruh penduduk langit dan bumi menyukainya, dan dia akan membagi-bagikan kekayaan secara tepat (merata). Begitulah kondisinya waktu itu yang berlangsung selama tujuh, delapan, atau sembilan tahun. Kemudian tidak ada kebaikan lagi dalam kehidupan sesudah itu.”
Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi itu dari golongan kami, Ahli Bait. Allah memperbaikinya dalam satu malam.” Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi itu keturunanku, dari anak cucu Fatimah. “Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi itu dari keturunanku, lebar dahinya dan mancung hidungnya. Ia memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan selama tujuh tahun.”
Rasulullah saw. bersabda, “Akan berperang tiga orang di sisi perbendaharaanmu. Mereka semua adalah putra khalifah. Tetapi, tak seorang pun di antara mereka yang berhasil menguasainya. Kemudian muncullah bendera-bendera hitam dari arah Timur, lantas mereka memerangi kamu dengan suatu peperangan yang belum pernah dialami oleh kaum sebelum-mu.” Kemudian beliau saw. menyebutkan sesuatu yang rawi tidak hafal, lalu bersabda, “Maka jika kamu melihatnya, berbaiatlah walaupun dengan merangkak diatas salju, karena dia adalah khalifah Allah, Al-Mahdi.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. bersabda “Diberikan baiat kepada seorang laki-laki di tempat antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim, dan tidak ada yang menduduki Baitullah kecuali yang berhak melakukannya. Dan ketika mereka menduduki ka’bah, janganlah ditanyakan bagaimana hancurnya orang Arab…” [opinibangsa.id / ipc]