“Jenderal Besar Sudirman Panglima TNI pertama, beliau juga seorang guru agama yang taat beribadah. Anak buahnya sering memanggil dengan sebutan Kiai,” kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di hadapan ribuan personel TNI-Polri, Alim Ulama, Tokoh Masyarakat, Sesepuh Pondok Pesantren, masyarakat dan Anak Yatim Piatu di Lapangan Brigif Raider 13 Galuh, Tasikmalaya, Jawa Barat, belum lama ini.Umatuna.com, TASIKMALAYA - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan perjuangan kemerdekaan Indonesia dijiwai dengan nilai-nilai agama atau religius. Karena pada dasarnya para pejuang berlatar belakang agama yang kuat.
“Jenderal Besar Sudirman Panglima TNI pertama, beliau juga seorang guru agama yang taat beribadah. Anak buahnya sering memanggil dengan sebutan Kiai,” kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di hadapan ribuan personel TNI-Polri, Alim Ulama, Tokoh Masyarakat, Sesepuh Pondok Pesantren, masyarakat dan Anak Yatim Piatu di Lapangan Brigif Raider 13 Galuh, Tasikmalaya, Jawa Barat, belum lama ini.
Menurut Jenderal Gatot, yang memperjuangkan bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang merdeka adalah rakyat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama dan ras yang berjuang mengorbankan harta benda, pertumpahan darah bahkan nyawa.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa pada perjuangan kemerdekaan tempo dulu, dimana para ulama dan santri ikut serta dalam setiap pertempuran melawan penjajah sampai akhirnya kemerdekaan Indonesia bisa direbut.
“Setelah itu, ulama dan para santri kembali ke pesantrennya dan sebagian lagi tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Itulah cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI),” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengungkapkan peranan tokoh agama dalam peristiwa Pertempuran Surabaya 10 November 1945, dimana TNI baru berumur satu bulan dan belum mempunyai senjata modern untuk menghadapi tentara Sekutu. K.H. Hasyim Ashari mengeluarkan Fatwa Jihad Fisabilillah agar para umat Islam khususnya para santri yang dipimpin oleh seorang Ulama bernama Kyai Abbas kembali turun gunung berjuang melawan tentara Sekutu.
“Ini yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa yang memimpin perlawanan terhadap Sekutu pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya adalah Kyai Abbas dari Pesantren Buntet,” ungkapnya.
Di hadapan ribuan jamaah yang hadir, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kembali memberikan apresiasi kepada tokoh-tokoh agama yang merumuskan Pembukaan UUD 1945. Para ulama dengan mengedepankan rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan serta ke-Bhineka Tunggal Ika-an sepakat untuk sila pertama Pancasila adalah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
“Jadi, Pancasila itu merupakan bentuk kompromis umat beragama khususnya umat Islam saat mendirikan NKRI dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.
Panglima selalu mengingatkan kepada prajurit TNI dimanapun bertugas, harus selalu menjaga hubungan baik dengan para ulama dan pemuka agama lainnya untuk mengamankan bangsa ini. “Kalau TNI mau sukses dalam menjalankan tugas pokoknya maka harus selalu dekat dengan pemuka-pemuka agama. Itu kuncinya,” ujar Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Dalam sambutannya, Panglima TNI juga memuji kemampuan syiar para ulama Indonesia dalam menyebarkan agama Islam di luar negeri. Hal ini juga diakui oleh pimpinan Afrika Selatan yang mengatakan bahwa, sangat beruntung penyebaran agama Islam di Afrika Selatan disebarkan oleh ulama-ulama dari Indonesia, sehingga walaupun di Afrika Selatan banyak agama non muslim, tetapi disanalah penyebaran Islam dapat berjalan aman.
Lebih lanjut, Jenderal Gatot menyampaikan bahwa sampai saat ini dunia mengakui selama bulan suci Ramadhan, selain di Mekah dan Madinah, Indonesia adalah tempat yang paling aman untuk beribadah. “Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia menjadi rujukan dan contoh tauladan untuk Islam yang Rahmatan Lil Alamin,” tutupnya.(fri/jpnn)