Amerika Tak Ramah Ke Orang Islam
Opini Bangsa - Banyaknya kejadian yang menimpa warga muslim di Amerika membuat kesan Negeri Paman Sam ini tidak ramah untuk orang Islam. Kasus yang terbaru yakni ditemukannya mayat seorang gadis berusia 17 tahun bernama Nabra Hassanen yang mengapung di sebuah kolam dekat masjid di kota Sterling, Amerika Serikat, Senin (19/6) malam. Diduga, gadis berhijab itu dibunuh sepulang dari masjid.
Pembunuhan dilakukan sesaat setelah sekelompok remaja muslim selesai menunaikan salat tarawih di sebuah masjid lokal yang terletak di Komunitas Area Muslim All Dulles, Sterling. Entah mengapa, tiba-tiba sebuah mobil berisikan seorang pria tiba-tiba menghampiri para remaja muslim yang baru saja pulang tarawih. "Seorang pria yang terlihat mabuk tiba-tiba keluar dari mobilnya dengan tongkat pemukul," ujar Tasneem Khan, seorang saksi mata, seperti dilansir CNN, kemarin.
Melihat ada pria mabuk membawa sebilah kayu, membuat takut para remaja yang hendak pulang itu. Sayangnya, Nabra tidak mampu mengejar rekannya yang berlari kembali ke masjid. Malang nasib gadis itu, dia dipukuli hingga tewas, mayatnya dibuang di kolam. Sejak itu, Nabra dilaporkan hilang sekitar pukul 04.00 dini hari waktu setempat, sebelum jenazahnya ditemukan di suatu kolam dekat masjid pada sore hari sekitar pukul 15.00. Namun, pihak berwenang belum mengarahkan kasus ini kepada motif Islamphobia. Hingga kemarin, polisi setempat belum menetapkan kasus ini sebagai kejahatan kebencian yang menargetkan umat Islam sebagai kaum minoritas.
"Kasus ini tampaknya merupakan insiden kekerasan di jalanan yang melibatkan sang pelaku dan kini (pelaku) telah dituntut atas tindakan pembunuhan," tutur juru bicara kepolisian Fairfax County, Don Gotthardt, kepada AFP. "Tidak terdapat informasi yang bisa mengaitkan agama korban dengan tindakan kekerasan tersebut," katanya.
Polisi menuturkan autopsi dan penyelidikan masih dilakukan demi mengusut tuntas kasus ini. Polisi juga belum memastikan penyebab kematian Nabra dan masih menunggu ulasan pemeriksaan utama tim medis.
Sementara, Ibu Nabra, Sawsan Gazzar, mengatakan anaknya dibunuh karena cara berpakaian dengan hijab, "Saya kira itu berkaitan dengan cara dia berpakaian. Fakta bahwa dia adalah seorang Muslim. Kenapa membunuh anak kecil? Apa yang dilakukan putri saya sehingga dia harus diperlukan seperti itu," ujar Sawsan.
Sejumlah warga memprotes penanganan polisi terhadap kasus ini. Mereka tak percaya bahwa polisi tidak menganggap kasus ini sebagai kejahatan dengan kebencian. "Seseorang bisa jelaskan kenapa kasus ini tidak diselidiki sebagai kejahatan kebencian? Saya merasa sangat sedih dan jijik dengan (pernyataan polisi) ini," ujar seorang warga dengan akun Twitter @MaisieRae. "Kita butuh pemimpin yang kuat untuk mengecam kejahatan-kejahatan kebencian atau seorang pemimpin baru yang tegas akan hal ini," ucap @paulshread menambahkan, seperti dikutip AFP.
Belakangan, kejahatan kebencian yang menargetkan kaum Muslim di AS dilaporkan meningkat. Bulan lalu, dua orang ditikam saat hendak menghentikan seorang pria yang ingin melukai dua remaja muslim di Portland. Arsalan Iftikhar, pengacara dan penulis hak asasi manusia, mengatakan kepada Washington Post bahwa dia dan istrinya berada di masjid tersebut pada waktu yang sama dengan Nabra dan kematiannya telah mengejutkan masyarakat setempat. "Orang-orang ketakutan, terutama orang-orang Islam yang memiliki anak gadis," katanya seperti dikutip harian tersebut.
Sementara, Kepolisian wilayah Fairfax County, Virginia, menuduh seorang pria berusia 22 tahun, Darwin Martinez Torres, bertanggung jawab atas kematian gadis tersebut. Martinez telah ditangkap.
"Seorang petugas melihat mobil yang dikemudikan oleh orang yang dicurigai di daerah tersebut," tambah pernyataan tersebut.
"Pengemudi, yang kemudian diidentifikasi sebagai Martinez Torres, ditahan sebagai tersangka," ungkap Kepolisian Fairfax. [opinibangsa.id / rmol]