-->

Adhie Massardi Kritik Kegenitan Ratusan Profesor Pendukung KPK

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Adhie Massardi Kritik Kegenitan Ratusan Profesor Pendukung KPK

Opini Bangsa - Koordinator Gerakan Indoneisia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menyesalkan munculnya permufakatan 153 profesor se Indonesia untuk mendeklarasikan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghadang pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI, di kampus UGM, Jogjakarta, Senin (19/6).

"Sebagai akademisi yang mengemban gelar profesor, jabatan tertinggi di kampus, dalam bertindak mereka seharusnya menggunakan akal yang bersandar kepada moral intelektual, bukan berlandaskan emosi belaka, apalagi sekedar bergenit-genit hanya demi dibilang anti-korupsi," kata Jubir Presiden era Gus Dur ini kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/6).

Menurut tokoh pergerakan anti-korupsi yang puisinya (Negeri Para Bedebah) menjadi ikon perlawanan terhadap kriminalisasi komisioner KPK dalam episode "Cicak vs Buaya I" pada 2009, 'hak angket' adalah salah satu instrumen DPR dalam menjalankan fungsi kontrolnya terhadap semua institusi pengguna APBN yang diamanatkan konstitusi.

"Jadi seharusnya para profesor itu justru mendorong KPK untuk mematuhi konstitusi dan berani menghadapi DPR di panggung Hak Angket. Kalau khawatir pansus hak angket melemahkan KPK, mereka bisa bergabung bersama kami untuk mengawalnya dari dua sisi, KPK dan Pansus. Sehingga tujuan Hak Angket untuk mengaudit kinerja KPK tercapai," imbuhnya.

Adhie menambahkan, sejatinya KPK itu tidak perlu dibela. Pertama, karena undang-undang sudah membuat lembaga anti-rasuah itu superbody. Kedua, biarkan KPK menjadi lebih dewasa secara politik.

"Jangan sedikit-sedikit minta dibela publik. Apalagi kita tahu, di KPK sendiri memang banyak masalah yang perlu diluruskan agar kembali ke khittah sebagai lokomotif politik pemberantasan korupsi di negeri ini," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan Adhie, kalau toh para profesor itu ingin berkiprah di pentas politik berkelas alias high politics, sebenarnya ada yang lebih penting mereka amati dari dekat dengan moral intelektual dan sikap kenegarawanan tingkat tinggi. Yakni, Pansus UU Pemilu, yang sedang merancang sistem Pilpres "zero presidential threshold" tapi mendapat perlawanan dari kekuatan status quo.

Para profesor itu seharusnya masuk ke ranah ini, dan menggunakan kekuatan moral intelektualnya untuk menggagalkan sistem Pilpres lama yang menggunakan presidential threshold 20-25 persen.

"Sebab presidential threshold model lama ini dalam prakteknya justru merupakan 'ibu dari segala jenis korupsi', karena melahirkan oligarki parpol yang merusak sistem demokrasi di negeri ini," pungkas Adhie yang juga inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih. [opinibangsa.id / rmol]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close