Kedatangan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat untuk urusan perdagangan, pertahanan, dan hubungan bilateral ternyata meninggalkan polemik. Mencuat kabar kalau ternyata Pemerintah Indonesia meminta konsultan Singapura untuk melobi agar mendapat akses ke Washington.
Jurnalis senior Benjamin Bland melalui Twitter-nya menyebutkan kalau konsultan PR Singapura membayar 80 ribu dolar AS kepada perusahaan PR Las Vegas untuk melobi agar pemerintah Indonesia mendapatkan kesempatan dan akses ke Washington.
Hal itu tertuang dalam artikel berjudul 'Waiting In The White House Lobby'yang ditulis Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London deperti dilansir laman New Mandala http://asiapacific.anu.edu.au, Jumat, (6/11), Presiden Jokowi akhirnya bisa bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
Namun sayangnya kunjungan resmi pertama Presiden Jokowi ke Washington cukup mengecewakan. Obama hanya memberikan waktu 80 menit kepada Jokowi untuk membicarakan masalah bilateral antara Indonesia dan Amerika. (Baca: Skandal Terungkap! Jokowi Diduga Bayar Broker untuk Bertemu Obama)
Hasil pertemuan Jokowi dan Obama itu hanya menghasilkan tiga MoU yang tak mengikat secara legal. Selain itu juga menghasilkan joint statement dalam kerjasama pertahanan keamanan.
Para diplomat Amerika berusaha keras untuk memahami permintaan Indonesia namun sayangnya diplomat Indonesia tak memberikan agenda kebijakan luar negeri yang substantif. Sungguh, pertemuan tingkat tinggi yang begitu mengecewakan.
Namun sayangnya kunjungan resmi pertama Presiden Jokowi ke Washington cukup mengecewakan. Obama hanya memberikan waktu 80 menit kepada Jokowi untuk membicarakan masalah bilateral antara Indonesia dan Amerika. (Baca: Skandal Terungkap! Jokowi Diduga Bayar Broker untuk Bertemu Obama)
Hasil pertemuan Jokowi dan Obama itu hanya menghasilkan tiga MoU yang tak mengikat secara legal. Selain itu juga menghasilkan joint statement dalam kerjasama pertahanan keamanan.
Para diplomat Amerika berusaha keras untuk memahami permintaan Indonesia namun sayangnya diplomat Indonesia tak memberikan agenda kebijakan luar negeri yang substantif. Sungguh, pertemuan tingkat tinggi yang begitu mengecewakan.