Gambar: Ilustrasi |
Oleh:
Astia Putri, SE, MSA
(Member Komunitas “Pena Langit”)
Mediaoposisi.com-Kala itu panas. Seluruh penduduk kota dibuat panik. Teriakan anak-anak melengking menerobos langit kota. Pun orang tua, wanita, para jompo semua penuh kegelisahan dalam situasi mencekam yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. “Ayo keluarlah, kapal telah siap untuk membawa kalian berlayar jauh, kami berjanji kalian akan selamat….”. Begitu teriakan tentara salibis dalam kelembutan. Sebagian hanya menatap ragu dibalik jendela, sebagian telah melangkah berseru menuju harapan terakhir yang tersisa. Tak berapa lama, suara-suara itu telah lenyap, menyisakan kobaran api yang merayap pada setiap rumah hingga kapal yang dijanjikan. Bersama itu pula darah kaum muslim membanjiri Kota Granada. Mereka pun tertawa.
Siapa yang membaca cerita di atas dengan hati gemetar dan mata berkaca-kaca? Sayangnya, cerita di atas bukan cerita reka, namun sebuah sejarah kelam yang pernah dirasakan kaum Muslim di wilayah Spanyol. Ketika sebuah kebohongan menjadi petaka bagi seluruh penduduk kota. Tak bisa dielakkan sebuah kebohongan merupakan hal menyakitkan. Ia merupakan perbuatan keji, meski dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka. Inilah yang kita kenal dengan April Mop.
Setidaknya kaum muslim telah sadar bahwa pola nge-prank di tanggal 1 April sudah tidak pantas lagi dilakukan jika merujuk pada sejarah kelam tersebut. Karena, memang tak pantas rasanya kita merayakan April Mop yang diliputi dengan latar belakang kelam peringatan atas penipuan dan pembantaian pasukan Salibis terhadap Muslim di Spanyol. Terlepas dari hal tersebut, hanya saja yang lebih disayangkan, mengapa hal ini tak menjadi pelajaran secara mendasar bagi seluruh kaum muslim bahwa, sejatinya, kebohongan adalah sahabat sejati sistem demokrasi yang menyelimuti tubuh kaum muslim saat ini? Di seluruh dunia. Di setiap harinya.
Menyedihkan jika kita tengok di Indonesia. April 2019 merupakan bulan yang panas dengan akan berlangsungnya pesta demokrasi pemilihan presiden periode lima tahun kedepan. Pesta yang sejatinya tak lebih dari sebuah realita yang juga penuh dengan kegelisahan. Baik menjelang maupun hari H. Berbagai data hoax, klaim sepihak, hingga citra manis media pendukung menyelimuti keseharian aktivitas rakyat. Pesimistis pun wajar menggelayut, jika sebelum naik jabatan saja para calon dengan pendukung dan simpatisannya ada kecondongan pada tindakan tipu-tipu, bagaimana dengan kelak?
Sebagaimana kelicikan tentara Salibis dalam menipu dan membantai kaum muslimin karena kekuasaan yang ingin dicapai secara sempurna, pun halnya dengan demokrasi. Bukan barang baru bahwa demokrasi meniscayakan segenap upaya demi meraih tampuk kekuasaan. Tak jarang, upaya tersebut mentransformasikan sosok yang awalnya bersih menjadi Machiavelli yang siap memainkan cara-cara apa saja, termasuk kelicikan dan tipu-tipu. Kita lihat saja, kasus terbaru yang menjerat anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar terkait suap pelaksanaan kerjasama pengangkutan pupuk milik PT. Pupuk Indonesia dengan PT. Humpuss Transportasi Kimia. KPK menyebutkan uang tersebut dipersiapkan untuk serangan fajar pada pemilu 17 April mendatang. (Tribunnews.com, 28/3)
Dana kampanye besar merupakan kebutuhan tak terelakkan dalam sistem demokrasi. Tak lagi jutaan, angka dana kampanye yang diperlukan bisa mencapai ratusan hingga miliyaran rupiah. Tentulah dana ini belum cukup dipenuhi dari sekedar uang pribadi bahkan total seluruh uang pribadi anggota partai, pendukung, hingga simpatisan sekalipun. Kongkalikong antara pengusaha dan penguasa pun sangat besar kemungkinan terjadi demi meraih aliran dana. Perlu mahar politik bahasa kerennya, yang ini harus dibayar mahal oleh penguasa terpilih untuk memuluskan kebijakan yang menguntungkan investor politik tersebut.
Kelicikan dan tipu-tipu ala sistem demokrasi inilah sejatinya yang lebih kejam dari fakta April Mop. Kelicikan ini, jelas-jelas, telah membabat habis kesejahteraan yang seharusnya dirasakan oleh seluruh rakyat, baik muslim maupun non-muslim. Bahkan, lebih parahnya, sejak awal sistem ini telah menafikan hak prerogatif Allah Subhanahu wa ta’ala untuk membuat hukum, bahwa berdasarkan ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala, segala aspek kehidupan haruslah sesuai perintah Allah Subhanahu wa ta’ala, termasuk pemilihan pemimpin bukan ditentukan dengan suara mayoritas.
Mengambil sistem demokrasi untuk mengatur kehidupan sama saja menghantarkan pada kerusakan yang abadi. Jika prank ala April Mop adalah prank yang sedari awal sulit disadari dan dipahami para korbannya, berbeda dengan demokrasi yang nyatanya sudah sekian lama, secara jelas, menunjukkan taringnya yang runcing dalam menggigiti dan menghancurkan rakyat. Sudah sekian lama pula rakyat merasakan konsekuensi buruk penerapan demokrasi. Tapi masih saja rakyat bertahan dalam kerusakan.
Kebobrokan yang nyata dalam demokrasi serta hakikat pertentangannya dalam hal kedaulatan merupakan alasan yang valid dan amat nyata untuk menolak demokrasi. Hakikat perubahan ke arah kebaikan hanya dapat terjadi dengan adanya kesadaran akan kelemahan diri sehingga mampu menyerahkan kepengurusan dengan berstandarkan aturan dari Sang Pencipta dalam naungan Daulah Islam.
Sebagaimana Tentara Salibis yang menipu dan menghabisi kaum Muslim selaku rakyat yang dijajah, inilah pula hakikat tipu-tipu ala demokrasi. Hal ini, tentu berbanding terbalik dengan sistem Islam yang menjaga dan menjamin urusan rakyat sebagaimana diatur sesuai syariat. Kita masih ingat bagaimana pemimpin muslim seperti Muhammad Al-Fatih tatkala menakhlukan Kontantinopel. Ia menuju gereja, di mana penduduk non-muslim berkumpul dalam ketakutan. Sang pemimpin mampu menenangkan dengan kepastian akan jaminan perlindungan dan keamanan diri dan harta mereka. Dan ini bukan prank sehari ala April Mop. Janji ini berhasil dibuktikan selama masa kepemimpinannya karena ketaatan pada aturan Sang Pemilik Semesta.
Karena memang, janji kebaikan dan keberkahan yang didapat dari penerapan aturan Islam bukanlah hoax, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S Al-A’raf ayat 96). [MO/ms]