Oleh: N. Vera Khairunnisa
Mediaoposisi.com-Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwa tidak ada manusia yang sanggup mengingat dengan baik untuk bisa menjadi pembohong yang sukses.
Ungkapan tersebut cocok jika dikaitkan dengan sikap dan perilaku calon presiden Joko Widodo. Pasalnya, dalam debat kandidat Pilpres 2019 tahap kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam, beliau mengaku tidak takut dengan siapa pun selama memerintah. Ia mengklaim hanya takut kepada Allah SWT.
“Tidak ada yang saya takuti untuk kepentingan nasional untuk rakyat, untuk kepentingan bangsa, untuk negara, tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT, untuk Indonesia maju, untuk rakyat kita sejahtera,” kata Jokowi saat memberikan pernyataan penutup di sesi terakhir debat capres, akhir pekan lalu. (iNews. id, 19/02/2019)
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid menilai, pernyataan Jokowi tersebut sangat baik. Namun, pernyataan itu menurutnya harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. (iNews. id, 19/02/2019)
Ketika Jokowi menyatakan bahwa tidak ada yang ditakuti kecuali Allah swt, maka seharusnya tercermin dalam setiap sikap ataupun kebijakan yang dia ambil selama memimpin.
Padahal kita tahu bahwa selama beliau menjabat sebagai presiden, betapa banyak kebijakannya yang mendzalimi rakyat, merugikan kepentingan kaum muslim, dan cenderung berpihak pada pengusaha, khususnya asing.
Lantas pertanyaannya, bagaimana mungkin pemimpin yang biasa berbuat dzalim terhadap rakyat, suka ingar janji, membiarkan kemaksiatan merajalela, membubarkan ormas Islam, mengkriminalisasi ajaran Islam, mengaku bahwa dia hanya takut kepada Allah swt?
Inilah barangkali mengapa Abraham Lincoln berpendapat bahwa pembohong yang sukses tidak mampu mengingat dengan baik. Dengan kata lain, dia seringkali lupa dengan apa yang sudah dia ucapkan atau lakukan.
Dalam sistem demokrasi, antara pemimpin dan sikap bohong itu seolah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum menjadi pemimpin, mereka bermanis muka, mengumbar janji. Setelah jadi pemimpin, mereka seketika lupa. Karena yang terpenting kan dapat suara.
Begitupun dengan Jokowi yang sudah berkali-kali melakukan berbagai kedzaliman dan kebohongan, kemudian seolah melupakan itu semua dan mengatakan bahwa hanya takut kepada Allah. Ini dilakukan hanya demi meraih suara.
Sedih rasanya. Padahal muslim. Tapi tidak ada rasa malu dan takut dalam dirinya. Karena takut itu bukan hanya diucapkan, namun harus bisa dibuktikan. Jika tidak, maka siap-siap berhadapan dengan Allah swt., di hari pembalasan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ
“Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad)
Di dalam Islam, seorang pemimpin yang takut kepada Allah swt., akan senantiasa menjalankan tugas dan tanggungjawab nya sebagai pemimpin berdasarkan aturan Islam.
Membuat kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun luar negeri, ditujukan untuk kepentingan kaum muslim dan syiar Islam. Bagaimana agar hukum-hukum Islam bisa terealisasi dengan baik, dijalankan oleh seluruh masyarakat dalam negara.
Kemudian polugrinya bagaimana Islam bisa diemban ke seluruh dunia. Membebaskan umat Islam dari berbagai bentuk penjajahan. Jangan sampai seperti hari ini. Betapa banyak darah kaum muslim yang tumpah, sementara para pemimpin di negeri kaum muslim tidak berbuat apa-apa. Termasuk Indonesia, yang saat ini pemimpinnya mengaku hanya takut kepada Allah.
Kita lihat dalam sejarah peradaban Islam. Sosok pemimpin yang menggambarkan bahwa dia hanya takut kepada Allah swt. Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz. Khalifah ke delapan Daulah Bani Umayyah ini mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilihi rooji’uun sesaat setelah dibai’at sebagai khalifah. Beliau amat takut dengan tanggung jawab atas jabatan yang dibebankan kepadanya. Takut murka Allah apabila ia tidak amanah sebagai kepala pemerintahan. Dalam pidatonya beliau menyatakan :
”Wahai hadirin sekalian, aku telah dibebani tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, padahal tanpa terlebih dahulu meminta pendapatku. Jabatan ini juga bukan atas permintaanku. Aku membebaskan kalian dari membai’atku. Silahkan kalian memilih orang yang kalian sukai untuk menjadi khalifah”.
Jadi berbeda bukan? Sikap pemimpin yang mengaku hanya takut pada Allah swt. dan seorang pemimpin yang benar-benar takut pada Allah swt.
Kalau memang benar hanya takut pada Allah, beranikah terapkan aturan Islam dalam kehidupan? Termasuk dalam politik dan pemerintahan. Karena takut pada Allah swt itu, perlu pembuktian. Wallahua'lam.[MO/AS]