Oleh: Mochamad Efendi
Mediaoposisi.com-Selebaran yang berisi "Say No to Jokowi", menyebar di masyarakat. Paslon no 1 seolah-olah tersudutkan dan jadi korban jika kita melihat dengan kaca mata orang awam. Namun, Luhut, pengacara, kondang menyatakan bahwa Jokowi diuntungkan dengan adanya kampanye gelap yang tidak diketahui siapa pelakunya. Dia bilang rakyat bertambah simpati dengan paslon no 1. Bukankah ini efek yang diharapkan dari selebaran yang bertuliskan say no to Jokowi.
Melihat fakta politik tidak semudah melihat fakta biasa. Fakta politik tidak hanya ditentukan dari apa yang terlihat dipermukaan saja, namun efek apa yang ditimbulkan oleh sebuah manuver politik. Lalu siapa sebenarnya pelaku dari selebaran gelap ini? Tentunya, orang yang merasa diuntungkan dari beredarnya seleberan itu di tengah masyarakat.
Say no to Jokowi memang sudah ada di hati masyarakat yang sudah tersakiti saat Jokowi memimpin dan itu disadari tim sukses Jokowi. Diakui atau tidak umat banyak yang tersakiti. Janji-janji manis yang dulu terucap ketika kampanye tidak ditepati. Dan masih banyak dosa-dosa yang dilakukan terhadap rakyat khususnya umat Islam.
Tanpa selebaran itu, didalam hati rakyat sudah tertulis say no to Jokowi. Dengan selebaran itu sebenarnya bisa memantapkan sikap hati rakyat pada Jokowi. Namun bisa jadi sebaliknya, rakyat jadi simpati, setidaknya itu harapan yang dinyatakan oleh luhut panjaitan yang merupakan salah satu tim sukses paslon 1. Selebaran say no to Jokowi dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan pengecut dengan sebuah harapan ingin menunculkan simpati rakyat pada Jokowi yang sudah mulai memudar karena tindakannya yang telah menyakiti hati rakyat terutama umat Islam.
Tanpa selebaran say no to Jokowi, rakyat sudah muak ditipu ke dua kalinya. Sebenarnya pernyataan say no to Jokowi adalah artikulasi suara hati mayoritas rakyat yang tersakiti namun tidak berani mengungkapkan karena bisa jadi nanti masuk terali besi karen tuduhan ujaran kebencian atau kampanye gelap yang bisa terjerat oleh hukum demokrasi yang sangat berpihak pada penguasa dan para pemilik modal bukan rakyat kecil yang jadi korban sebuah kebijakan yang tidak pro-rakyat.[MO/sr]