Oleh: Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Kerinduanku Padamu, tak dapat kuwujudkan. Ada banyak penghalang diantara kita. Penguasa, telah membuat noktah hitam antaraku dan dirimu.
Aku telah membulatkan tekat, untuk menyusuri 'jejak jalan' yang dibangun dari keringat, darah dan air mata rakyat. Jalan itu, tol itu bukan miliku bukan pula milikmu, bukan milik penguasa, tapi Dia milik rakyat..
Aku terdampar ditepian jalan, di bibir muka pintu tol, saat aku hendak menujumu, membangkitkan gairah dan kerinduanku kepadamu, aku tertegun..
Penguasa itu, yang tidak sepeserpun memberi andil, bahkan mereka yang menggondol 5,8 triliun uang rakyat, melarangku masuk tol, untuk menuju kepadamu, Semarang....
Tol itu telah diharamkan atas diriku, atas rakyat bangsa ini.
Padahal,...
Bukankah disana ada darahku? Keringatku ? Air mataku ? Darah, keringat dan air mata rakyat mana lagi yang kalian dustakan ?
Oh Semarang, aku rindu Padamu, Tapi aku harus mampu memendamnya, dan menundanya hingga 17 April tiba, dan bergantilah kekuasaan yang zalim,
Aku tiada mampu mengunjungimu, sementara bibir masjid diharamkan untukku memuji kepada Tuhanku, tuhanmu, Tuhan kita semua, Tuhan seru sekalian alam,
Sejak kapan, ibadah yang sakral terdistorsi oleh syahwat politik ? Apakah aku akan 'diharamkan' memasuki rumah Tuhanku, sementara si Dia, terus asyik bercengkerama dengan kamera saat ibadah menghadap kepada-Nya ?
Semarang, kenapa kau diam ? Tidakkah kau memendam rindu kepadaku, sebagaimana aku akut menahan hasyratku untuk menemuimu ? Kenapa gerbang jalan menujumu diharamkan ? Kenapa pintu rumah Tuhan, dikunci rapat dan kau mendiamkannya ?
Semarang, Ngachiro memang jahat ! Cak Jancuk memang Jiancuk Njaran. Mbokne Jiancuk. Dia, telah menjadi noktah merah diantara kita. Mari Semarang, kita bersumpah untuk merobohkan rezim Cak Jancuk yang represif dan anti Islam.
Kolong langit, 15/02/19