Oleh: Anita Rachman
Mediaoposisi.com- Peta politik jelang pemilu 2019 ramai dengan munculnya para tokoh baru dan muncul secara mendadak. Baik tokoh partai politik, pejabat pemerintah, artis sampai tokoh agama yang mulai menampakkan identitasnya. Menunjukkan kemana arah dukungan diberikan.
Masyarakat mengawal dan mengamati setiap gerak langkah mereka melalui media. Ada yang penuh euforia mengelu-elukan idolanya karena sama dengan pilihan politiknya, tetapi banyak juga yang kecewa saat mengetahui tokoh harapannya melakukan manuver mengejutkan.
Mereka, partai-partai politik dan para tokohnya tak lagi segan atau malu berpindah haluan dari yang semula mendukung menjadi rival ataupun sebaliknya. Ibarat kutu loncat, yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Sempat menjadi perbincangan hangat. Sosok pemimpin daerah, dengan predikat hafidz Qur'an dan merupakan seorang ulama. Beliau yang digadang-gadang akan menjadi sosok pemimpin idaman (karena krisisnya figur pemimpin). Menjadi salah satu contoh fakta politik yang membuat sebagian pendukungnya merasa diberi harapan palsu.
Harapan besar bahwa sosok tersebut akan tetap bersama umat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, pupus. Saat sosok ini menyatakan dukungannya pada rezim yang citranya mulai menurun karena dianggap tidak lagi berpihak pada rakyat.
Inilah fakta politik dalam sistem Demokrasi dimana tidak ada yang abadi selain kepentingan itu sendiri. Selama ada kepentingan, maka hubungan pun akan dijalin dan segala carapun akan terus ditempuh.
Berbeda jauh dengan Islam. Dilema, Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan berpolitik. Dalam Islam, politik adalah Ri'ayah Suunil Ummah yaitu mengurusi urusan umat, bukan hanya sekedar adu taktik untuk mengejar kekuasaan semata.
Di banyak ayat dalam Al Quran dan As Sunnah dijelaskan bagaimana berpolitik, mulai dari cara memilih penguasa, bagaimana tanggungjawabnya terhadap ummat, serta tentang kewajibannya menjalankan hukum Allah, dan lain-lainnya semua diatur lengkap.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa: 65 yang artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad saw) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
Jadi bukan mengikuti hukum atau aturan buatan manusia yang sekedar memperturutkan hawa nafsu atau kepentingan tertentu tanpa memperdulikan kewajibannya kepada ummat yang nanti akan dipertanggungjawabkan dihadapan Sang Maha Pencipta.
Sebagaimana dalam Hadis Ibnu Umar r.a. diriwayatkan daripada Nabi s.a.w berkata: baginda telah bersabda: “kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin”.
Sejarah mencatat Islam berjaya selama lebih dari 13 abad mengatur urusan manusia, mulai dari urusan ibadah, hingga urusan muamalah, termasuk dalam berpolitik. Keamanan, keadilan dan kesejahteraanpun dirasakan tidak hanya oleh umat muslim tapi juga seluruh umat manusia.
Politik dalam Islam bertujuan agar umat bisa beribadah kepada Tuhannya dengan optimal. Jadi, jika selama ini ada pandangan bahwa aqidah yang dipraktikkan dalam bentuk ibadah ritual adalah urusan pribadi masing-masing, maka tidak begitu dalam Islam.
Salah satu tugas penting penguasa (negara) adalah menjaga aqidah umat (muhafadzah ‘ala al aqidah), karena aqidah merupakan persoalan yang mendasar dan penting. Karena jika aqidah umat lemah atau rusak, maka akan membahayakan umat secara keseluruhan.
Pemimpin terbaik, hanya akan lahir dari sistem yang baik, yaitu yg bersumber dari Allah SWT. Pemimpin terbaik harus paham bahwa tugasnya adalah mengurusi urusan umat secara menyeluruh, dari berbagai segi, apapun yang terjadi.
Bukan malah sekedar mencari simpati kemudian memberi harapan palsu setelah berhasil mengambil hati sebagian besar umat. Bukan malah begitu mudah tergiur, dimana ada kesempatan, disitu segala prinsip hidup yang harusnya didasarkan pada syariat Islam, kemudian dilupakan.
Sudah saatnya umat bersatu memperjuangkan apa yang sudah dicontohkan oleh sebaik-baik pemimpin, Rasulullah Muhammad SAW, yaitu dengan mengambil Islam sebagai satu-satunya sistem terbaik yang sempurna dan paripurna mengatur seluruh aspek kehidupan.
Karena hanya dengan sistem yang baik lah pemimpin terbaik tadi mampu membawa kemaslahatan umat, dunia dan akhirat. Sehingga kita sebagai umat tidak boleh hanya fokus tuk membenahi pada sosok orang atau figur pemimpinnya saja, tetapi dari segi sistem, yaitu sistem Islam, juga harus diperjuangkan.[MO/sr]