Oleh : Shafayasmin Salsabila
Mediaoposisi.com- Ramadan telah tiba. Senyum terkembang, bahagia dirasakan pada setiap jiwa yang mengharapkan limpahan pahala. Meskipun disisi lain, awan gelap turut menjemput bersamaan.
Fitnah mendera tak henti-hentinya. Peristiwa peledakan tiga gereja pada tanggal 13/5/2018 di.
Surabaya, mencoreng wajah damai yang sejatinya dimiliki Islam. Terlepas dari banyaknya spekulasi, imbasnya simbol Islam menjadi bulan-bulanan. Stigmatisasi menambah parah Islamophobia. Umat dikotak-kotak. Antara radikal dan moderat. Saling tuduh dan saling hujat mendera tubuh kaum muslim. Persatuan umat terancam koyak.
Di sisi lain, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, kembali terjadi di awal Ramadan. Beras, daging ayam potong, telur, minyak, cabai, bawang dan sayuran mengalami kenaikan harga. Seakan menjadi fenomena langganan jelang Ramadan.
Dilansir dari Kompas, Ikatan Pedagang Pasar Tradisional Indonesia (IKAPPI) menyatakan kerja keras pemerintah sangat dibutuhkan untuk menstabilkan harga pangan.
Sebab, harga pangan akan terus meroket memasuki bulan puasa dan lebaran. IKAPPI menilai upaya Kementerian Perdagangan meminta ritel modern menjual tiga harga komoditas sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) belum berjalan maksimal. (business.idntimes.com)
Sebelumnya ketukan palu dalam sidang PTUN tanggal 7/5/2018 terkait gugatan yang dilayangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, kembali menjadi satu luka tersendiri. Saat terbukti bahwa keadilan di Negeri ini semakin kritis dan memprihatinkan. Membuat masyarakat mengelus dada, menyaksikan zalimnya rezim yang bertindak semena-mena.
"Putusan ini telah menzalimi Umat Islam. Kita diwajibkan untuk berdakwah, tetapi pengadilan melarang. Ini bukti nyata pengadilan sudah dikuasai oleh pemimpin yang zalim," tegas ketua DPP HTI, Rokhmat S Labib, di depan Kantor PTUN Jakarta, Senin (7/5/2018), usai gugatan mereka ditolak majelis hakim. (WARTAKOTALive.com)
Apa yang Salah?
Sangat ironis, tatkala kedatangan tamu mulia diwarnai dengan peristiwa-peristiwa yang menyayat hati. Walau tak sedikitpun mengurangi kesucian dan keagungan bulan ini.
Dibalik syariat ada maslahat. Itu berarti ada kebaikan disetiap penerapan aturan Allah. Umat islampun akan kembali pada predikatnya sebagai umat terbaik bagi manusia.
Maka tak aneh jika saat ini, kondisi umat malah terpuruk. banyak sekali fakta kerusakan yang sehari-hari kita dapati. Hati yang sesak dan pengap. Jauh dari ketenangan. Semuanya bermuara kepada satu alasan, yakni ditinggalkannya hukum Allah. Pilihan hidup yang salah. Menyelisihi kehendak Al Mudabbir, Allah Yang Maha Mengatur.
Allah berfirman dalam dua ayat berbeda,
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". [Thaha : 125]
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." [Al A'raf : 96]
Rakyat kecil menjerit. Beban hidupnya bertambah berat setiap harinya. Getir pun dirasakan ketika menghadapi kenaikan harga sembako di awal Ramadan.
Berhenti Terpuruk, Mari Bangkit
Jika ditanyakan kapan kondisi tidak menyenangkan ini berakhir? Maka jawabannya dikembalikan kepada diri sendiri. Sejatinya perubahan itu tergantung pada kemauan dan tekad di dalam dada. Seperti yang termaktub dalam QS. Ar Ra'du : 11
".. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
Merubah kondisi sempit menjadi lapang memang tak semudah membalikan telapak tangan. Butuh kesungguhan dan ketahanan mental. Tak sedikit waktu dan harta yang harus dikorbankan. Maka umat dituntut untuk berjuang. Dan bukankah kita sebagai entitas manusia memang sudah akrab dengan aroma perjuangan?
Sebelum kita lahir ke dunia. Awal dari kehidupan kita adalah tatkala ada satu sperma yang berhasil membuahi sel telur. Sperma pemenang yang berhasil mengalahkan jutaan kompetitor lainnya dengan sepenuh perjuangan. Hanya satu yang tangguh yang akan menang.
Setelah lahir, manusia melanjutkan perjuangannya. Melatih lidah sampai mampu berceloteh panjang lebar. Bagaimana seorang balita yang sedang belajar berjalan, terjatuh lalu segera bangun lagi. Meski selanjutnya, kaki melemas kembali. Namun pantang nyerah hingga ia mampu berlari.
Berlanjut pada masa anak-anak, remaja dan dewasa. Kita sudah tak asing lagi dengan spirit berjuang. Lalu secara detailnya, perjuangan seperti apakah yang mampu menghantarkan pada kebangkitan?
Ramadan : Bawakan Kunci Perubahan
Beruntung rasanya, bagi seorang muslim yang kembali dipertemukan dengan bulan suci Ramadan. Bulan yang dinobatkan sebagai masa training bagi ketakwaan.
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". [Al Baqarah : 183]
Allah telah mengabarkan tentang hikmah disyari'atkannya puasa yakni agar terbentuk karakter takwa pada diri seseorang. Takwa berarti menjaga dan memelihara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya, menjauhi semua kemaksiatan dan taat kepada Allah SWT.
Sekitar 30 hari berpuasa di bulan Ramadan, akan melatih seorang hamba sekuat tenaga berjuang diatas ketaatan. Bagaimana ia mencoba memutus rasa lapar dan haus di tengah hari. Mendamaikan perut yang keroncongan.
Bagaimana perjuangannya mengendalikan syahwat bahkan pada pasangan halalnya di siang hari saat berpuasa. Ia pun berjuang menjaga lidahnya dari dusta yang akan mengancam sirnanya pahala. Ia menahan pula lidah dan telinganya dari ghibah. Sembari tetap beraktivitas dan bersimbah keringat.
Jika ketaatan sudah melekat, maka dorongan untuk berIslam secara kaffah (sempurna) muncul. Ia tidak ingin hidup selain dengan aturan Allah. Ia akan merasa gerah dengan sistem buatan manusia yang memiliki cacat bawaan.
Outputnya adalah kerusakan dan kemurkaan Allah. Maka ia akan bangkit untuk melakukan perubahan. Melalui dakwah dengan metode yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Menularkan energi positif. Sebuah keyakinan bahwa Allah akan membalik keadaan dan menjadikan umat islam kembali menang.
Tentu setelah kita menjadi paham akan hak Allah yang wajib ditunaikan, yakni diibadahi, diikuti serta diterapkan segala syariat yang telah ditetapkan-Nya.[MO/sr]