Akhir-akhir ini muncul berita terjadinya beberapa kali penolakan ceramah dan pembubaran pengajian oleh pihak tertentu. Meski dengan dalih yang beda-beda, intinya hal itu dilakukan dengan menggunakan dalih sama, yaitu dinilai anti NKRI.
Pengamat intelijen Jaka Setiawan melihatnya tuduhan anti NKRI sebagai hal yang abdurd alias aneh. Berikut wawancaranya dengan jurnalis Kiblat, Muhammad Jundii.
Terjadi pembubaran pengajian dengan dalih pengajian yang anti NKRI, maka harus ditolak. Bagimana Anda melihat fenomena itu?
Tuduhan pengajian anti NKRI atau anti Pancasila itu sebenarnya tuduhan yang absurd (aneh). Kalau saya pikir, sebagai ulama ya itu merupakan tugas dan kewajiban Ulama adalah untuk menyampaikan Kebaikan. Dakwah gitu kalau dilarang Bagaimana? ya kita percaya bahwa ulama kita Ini bijaksana. Tahu apa yang seharusnya dilakukan. kalau saya tidak bisa menilai harus bagaimana kita hormati ulama dia punya kebijaksanaan yang lebih baik daripada kita. jadi Kita percaya saja sama ulama kita.
Dalam Pembubaran Pengajian yang dilakukan oleh Gerakan Pemuda Ansor NU yang membawahi Barisan Serbaguna Ansor (GP Ansor), mereka menuduh beberapa ustadz Anti Pancasila. Komentar Anda?
Saya juga bingung itu tuh apa yang dimaksud dengan anti Pancasila itu. Bukan dakwah ya, karena dakwah anti Pancasila itu nggak ada. Karena dakwah itu kan termonologi Islam. kalau gerakan anti Pancasila itu ada, memisahkan diri dari NKRI, OPM, Papua Merdeka, itu gerakan anti Pancasila.
Kalau gerakan mengajak orang-orang mengaji itu dianggap anti Pancasila itu berarti negaranya negara apa? Negara komunis? Negara nggak beragama, kan enggak.
Ini Indonesia yang dibangun dengan nafas Islam. Jadi justru dakwah itu gak ada yang anti Pancasila itu. Istilah dakwah itu seharusnya malah memperkokoh NKRI karena dakwah mengajak pada Amru Bil ma’ruf wa nahya anil munkar. Kalau dibilang dakwah anti NKRI ya mending ngaji sama Felix Siauw. Kalau gerakan anti NKRI itu ingin merdeka, ingin memisahkan diri dari NKRI, ingin mengubah negara Indonesia menjadi negara komunis itu anti NKRI.
Kalau kita merujuk pada pembubaran atau penolakan pengajian beberapa waktu lalu di Bangil, GP Ansor menilai bahwa penceramah yang ditolak itu ingin mendirikan khilafah. Bagaimana Anda melihat isu khilafah ini?
Mendirikan Khilafah itu tidak anti Pancasila menurut saya. Tujuan mendirikan Khilafah itu apa sebenarnya? Kalau saya menilai sih itu tidak anti Pancasila. Tidak ada bukti secara historis kalau Khilafah berarti anti Pancasila. Bahkan kita punya sejarah panjang tentang kekhilafahan di negara ini. Di negara kesatuan Republik Indonesia, gelar-gelar sultan yang banyak disandang oleh raja-raja Nusantara itu adalah gelar-gelar khalifah. Jadi menurut saya sih tidak. Ya karena itu, ahistoris kalau mengatakan mendirikan Khilafah itu anti Pancasila. Sila keberapa yang melanggar? Itu pertanyaan saya.
Jadi menurut Anda mereka yang menyerukan penolakan itu sampai sekarang juga belum jelas hal-hal yang ditolaknya?
Iya enggak jelas. Karena begini, semua sila yang ada dalam Pancasila itu sudah termanifestasi dalam konsep Khilafah. Ketuhanan yang maha esa termasuk konsep Khilafah Ketuhanan Yang Mahaesa. Kedua, Keadilan sosial sangat memperhatikan itu Negara, fakir miskin semua ditanggung oleh negara-seharusnya. Pendidikan gratis, kesehatan gratis, di negara Khilafah juga seperti itu.
Jadi justru orang yang ingin mendirikan Khilafah itu orang yang paling Pancasilais menurut saya. Ya silahkan aja kalau ada yang mau memperdebatkan pandangan ini, saya siap debat.
Kita tidak menutup mata bahwa yang melakukan pembubaran atau penolakan pengajian Ulama ini dari GP Ansor, yang merupakan badan otonom Nadhlatul Ulama. Bagaimana Anda melihat fenomena itu?
Kita melihat itu sih tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila justru kalau mereka mengaku pancasilais. Justru itu tidak mencerminkan Pancasilais. Tidak menunjukkan sikap seorang yang berpegang pada Pancasila, tidak menunjukkan sebagai organisasi Islam yang ramah terhadap perbedaan.
Baru-baru ini penolakan diarahkan kepada tokoh dan ustadz yang tak beralisiasi dengan kelompok terlarang. Bagaimana menurut Anda?
Ya itu sikap yang justru anti kebhinekaan, artikan ke dalam mencerminkan gerakan yang pancasilais dan tidak Islamis.
Banser yang merupakan Badan Otonom NU kini justru terlibat konfrontasi dengan elemen umat Islam lain, adakah ini politis?
Iya ini memang bisa jadi semacam catatan sejarah baru bagi NU dan Banser secara struktural bukan kultural. Jadi gerakan Banser yang dinaungi oleh Nahdlatul Ulama dengan gerakan struktural nya ini justru saya melihat punya potensi yang jauh dari nilai-nilai yang dibawa oleh Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul Ulama itu kan artinya kebangkitan ulama tujuannya ya menjaga ulama itu, bukan malah mempersekusi ulama, itu aneh. Makanya ini jadi gerakan NU dan Banser secara struktural sekarang ini sangat bertentangan dengan sikap perjuangan Nahdlatul Ulama menurut saya.
Saya warga nahdliyin, saya kultural bukan struktural. Kalau ditanya kedua orang tua saya, kamu agamanya apa, saya jawab agama saya NU gitu, bercandanya seperti itu.
Menurut Anda, sejak kapan spirit NU tak seperti nilai-nilai organisasinya?
Kalau saya lihat ya mungkin yang paling ekstrim sejak kepemimpinan Said Aqil itu. Ranah perjuangan NU ini secara struktural kurang populer gitu. Tidak kritis terhadap kebijakan penguasa, kemudian kebijakan-kebijakan di bidang politik, bertentangan dengan aspirasi umat Islam secara keseluruhan gitu.
Terkait tindakan aparat yang juga seirama menolak karena dengan alasan pengajian Anti NKRI seperti apa?
Kalau saya lihat sih seperti tadi di awal ya. Justru penolakan dan pembubaran itu kan adalah bentuk persekusi ulama dan justru gerakan ini adalah gerakan anti NKRI. Yang dicontohkan oleh Banser ini yang menurut saya anti NKRI, anti keberagaman. Sebenarnya perbedaan perbedaan dalam pandangan pemikiran Islam itu kan biasa selama dalam batas-batas syariat yang wajar. Dari masalah khilafiyah itu biasa.
Kalau saya belum melihat dari sisi bagaimana keamanan mengolah isu ini, belum. Karena saya masih melihatnya ini dinamika yang biasa, tapi jangan sampai dinamika ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Termasuk media juga harus menjaga keobjektifan dan membuat suasana menjadi lebih sejuk, utamanya media media mainstream
Apakah penolakan dan pembubaran pengajian akhir-akhir ini sudah mengarah ke pelanggaran hukum?
Ya jangan sampai melanggar hukum. Melanggar hukum itu kan artinya harus ada bukti-bukti yang jelas. Misalkan melakukan pengerusakan terhadap tempat ibadah, itu masjid misalnya yang digunakan untuk tabligh, jangan sampai, itu melanggar hukum.
Namun, jika hanya menyampaikan aspirasi penolakan, tidak boleh dengan cara yang berlebihan. Membawa senjata tajam itu nggak boleh, melakukan pengrusakan itu juga sudah tidak boleh. Tapi sejauh ini, saya lihat kita masih menahan diri dan seharusnya menjaga situasi yang kondusif .
Tapi ada penceramah yang sudah berkali-kali ceramahnya dibubarkan?
Ya justru aneh di era keterbukaan ini kan kita tahu isi dakwah setiap orang dan kita bisa menilainya. Tidak relevan hal-hal seperti men-cap seorang ustad lantas menolak pengajiannya, inikan era keterbukaan. Masa kita harus mundur lagi ke era kegelapan di mana kita dakwah harus dikondisikan, harus diatur.
Apalagi kan sekarang era konvergen informasi dengan kata lain semuanya serba transparan, terserah mau pilih apa. Dipilih jika merasa baik, jika buruk ya tinggalkan. Karena terbuka, orang sangat objektif sekarang. Bisa menilai mana yang baik, mana yang buruk. Dalam Islam juga jelas, Allah akan menunjukkan mana yang baik mana yang buruk, walaupun keburukan itu menggunakan pakaian kebaikan. Itu kan gitu sudah jelas dalam Quran itu.
Lantas bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mengarahkn ke perdamaian?
Jadi damai itu harus dari kedua pihak, ya tidak bisa sepihak kan? Kalau dalam ilmu militer itu civis pacem parabellum, kalau kamu berdamai berarti kamu harus siap perang. Ya itu ada istilah seperti itu. Jadi dia kalau saya melihat harus dari dua belah pihak. Masing-masing harus rasional kalau sudah erat berarti sudah rasional. Tinggal internal orienitasi, ormas dan kemudian lembaga-lembaga yang punya kekuatan. Ya harus mengarahkan energinya ke arah yang lebih positif, ke pemberdayaan umat, pemberdayaan ekonomi umat, mencerdaskan kehidupan umat, ketimbang melibatkan hal-hal yang sifatnya khilafiyah, perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu penting.
Apakah semua ini ada hubungannya dengan Perppu ormas yang sudah disahkan menjadi undang undang?
Ya ini salah satu efek negatif dari Perppu ormas. Sebenarnya ini kan tugas pihak keamanan ya untuk melakukan penindakan hukum. Sebenarnya kalau pakai undang-undang Ormas yang sudah disahkan itu Banser kena undang-undang ormas sebenarnya. Melakukan hal-hal yang dilarang oleh undang-undang, melakukan persekusi segala macam seperti itu sih. Iya ini efek negatifnya, salah satu efek negatif dari undang-undang itu.
Rangkaian pembubaran ini sudah beberapa kali. Apakah ini ada hubungannya dengan tahun politik 2018-2019?
Kalau dari sisi politik sih sebenarnya iya. Ini bagian dari upaya memperlemah politik Islam yang sekarang mulai tumbuh dan besar. Kesadaran politik Islam, kesadaran politik ekonomi, kesadaran perekonomian umat Islam yang mulai tumbuh yang mulai berkembang itu sebenarnya. Jadi kita mau dibelokkan ke arah yang kontraproduktif itu sebenarnya. Ini umat kan sedang berkembang luar biasa dari sisi ekonomi, dari sisi politik, kesadaran politik yang mulai tumbuh. Dia harus memilih pemimpin yang muslim, harus memihak ekonomi yang muslim, mau dialihkan sebenarnya ya.
Makanya kalau kita melihat tujuan yang lebih besar itu sebenarnya masalah-masalah ini. Sudahlah, kita baikan saja begitu. Jadi sebenarnya ini mengalihkan itu pertumbuhan perkembangan ekonomi Islam, politik Islam, kesadaran politik Islam mulai tumbuh sih sebenarnya. Upaya-upaya seperti itulah.
Apakah ini tanda pemerintah saat ini lebih mengekang.?
Semua rezim punya potensi melakukan itu. Cuma, tensi yang paling tinggi itu ditunjukkan oleh rezim Jokowi ini, sekarang gitu. Semua rezim iya, tensinya saja yang berbeda. Sebenarnya semua punya operasi ke arah itu pasti. Sebenarnya kalau mau Indonesia kuat, ya diperkuat umat Islam nya, gitu aja sebenarnya, simple.
Kita tidak bisa pungkiri lah negara ini berfaksi-faksi. Sari sisi kekuatan politik, politik pribumi, politik non pribumi. Ya itu tidak bisa kita pungkiri kalau Indonesia dikuasai oleh non pribumi gitu. Jadi itu yang mungkin mau di rusak konsentrasinya.
Tapi sebaiknya umat sudah fokus untuk mengembangkan kesadaran politik dan sarana ekonomi umat, itu penting. Dan memilih pemimpin yang sesuai dengan Islam sesuai petunjuk ulama gitu. Itu yang kita dorong terus jangan sampai kita terpengaruh dengan hal-hal yang kecil remeh-temeh seperti ini.
Saran menyikapi situasi saat ini agar tidak mengarah ke perpecahan?
Saya sih tetap sepakat dengan ulama. Saya hanya mengulangi saja. Yang pertama, kita fokus pada agenda umat Islam yaitu pertama agenda yang sifatnya politik, terkait dengan Pilkada misalnya. Pilih pemimpin muslim yang baik, yang jelas track recordnya, kemudian berpihak pada ekonomi umat. Jadi ya kita saling menguatkan, dari sisi ekonomi kita lebih ke situ sih.
kiblat