Suara ledakan besar menggema di Kompleks Pergudangan 99, Jalan Salembaran Jaya, Desa Cengklong, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Kamis (26/10).
Suara ledakan itu sontak membuat geger warga sekitar, yang kemudian langsung disusul kepulan asap hitam yang membumbung tinggi, berasal dari pabrik petasan milik PT Panca Buana Cahaya Sukses yang dilalap si jago merah. Melansir detikcom, ternyata, terungkap beberapa fakta janggal mengenai ledakan pabrik kembang api yang menewaskan puluhan orang itu. Simak ulasan berikut.
1. Lokasi Pabrik Dekat Pemukiman
Pabrik milik PT PT Panca Buana Cahaya Sukses ini berdiri di atas lahan yang jaraknya hanya sekitar 10 meter dari SMPN 1 Kosambi dan dekat dengan pemukiman warga. Hal tersebut menuai pandangan buruk masyarakat terhadap si pemilik pabrik dan pemerintah daerah (pemda) setempat. Ketika kebakaran dan ledakan terjadi, warga sekolah dan pemukiman terekam panik, berteriak dan berlarian.
Gubernur Banten, Wahidin mengungkapkan, "Memang ada persoalan di sana. Ketika saya wali kota (Tangerang), ada industri yang bersatu dengan kawasan permukiman. Ketika kita melakukan tindakan, memang berhadapan dengan tenaga kerja. Jadi memang pemerintah juga belum mampu terhadap penertiban ini karena memang ada konsekuensi masalah tenaga kerja."
2. Mempekerjakan Anak di Bawah Umur
Wahidin juga menyoroti PT Panca Buana Cahaya Sukses yang mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Dia mengatakan fakta tersebut didapat berdasarkan hasil ivestigasi, yang menyebutkan bahwa ada langgaran mempekerjakan anak di bawah umur.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yambise turut mengomentari kebijakan pabrik yang mempekerjakan anak-anak. Meski Undang-undang Ketenagakerjaan memperbolehkan anak usia 13 sampai 15 tahun bekerja, Yohana menuturkan, sisi keamanan dan keselamatan anak tetap harus menjadi hal utama. Sepanjang tidak mengganggu perkembangan fisik, mental dan sosial anak.
3. Upah Tidak Layak
Wahidin juga membahas perihal upah kerja yang dinilainya tak berimbang dengan tanggung jawab kerja di pabrik kembang api tersebut. Anggota Komisi IX DPR Irma Chaniago bahkan menyebut sistem yang berlaku di pabrik kembang api itu menzalimi pekerjanya. Seperti cerita yang didapat Irma dari para korban luka mengungkapkan bahwa hampir semua yang ia wawancara adalah buruh harian lepas, kerja dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Rata-rata hanya digaji antara Rp 20- 60 ribu per hari tanpa uang makan.
4. Pekerjanya Rata-rata Ibu-Ibu dan Anak-anak
Komisioner Komnas HAM Sianne juga sempat mewawancarai korban luka-luka. Sianne menyampaikan cerita dari para pekerja, antara lain buruh di pabrik kembang api itu mayoritas kaum perempuan, ibu dan anak. Mereka yang ditempatkan di bagian packing kembang api ditargetkan menyelesaikan 1.000 pack untuk mendapat upah Rp 40 ribu perhari.
Sianne menjelaskan, menurut cerita dari pada korban, “Untuk bagian packing tidak ada kontrak, tidak ada aturan apa pun, yang penting borongan lepas. Satu kelompok 5 orang ditargetkan 1 hari seribu pack. Kalau dapat seribu, per orang dapat Rp 40 ribu per hari. Kalau tidak mencapai seribu, dipotong ada sampai hanya 20 ribu per hari.”
dreamers