Ribuan dokumen dari Kedutaan Besar AS di Jakarta pada 1963-1966 dibuka ke publik, pada Selasa (17/10). Dalam dokumen itu organisasi Islam Muhammadiyah termasuk yang disebutkan.
Pada Desember 1965, kabel konsulat AS di Medan di Sumatra mengatakan, keterlibatan pendakwah Muhammadiyah dalam memprovokasi warga menghakimi tersangka komunis.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah sontak membantah tudingan Kedubes AS mengenai dokumen tersebut. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, dalam sejarah Muhammadiyah tidak pernah terlibat dalam pembantaian anggota PKI.
"Dalam sejarah tidak pernah ada keterlibatan Muhammadiyah dalam pembunuhan anggota PKI. Muhammadiyah melakukan pembelaan terhadap serangan PKI," kata Abdul Mu'ti kepada Republika.co.id, Jumat (20/10).
Menurut Mu'ti, istilah pembantaian tidaklah tepat dan dinilai terlalu mendramatisir kekerasan yang terjadi pada waktu itu. Istilah itu tendensius dan menyiratkan PKI hanya menjadi korban kekerasan. "Fakta sejarahnya PKI juga melakukan pembunuhan dan berbagai tindak kekerasan terhadap para tokoh agama Islam, termasuk dari kalangan Muhammadiyah," ujar Mu'ti.
Terkait dengan dokumen tersebut, menurut Mu'ti perlu dilakukan penelitian secara seksama kebenarannya. Ia menilai tidak semua dokumen Amerika benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian perlu penjelasan mengenai dokumen tersebut, siapa yang menyampaikan, dimana, dan kapan. Di dalam Muhammadiyah, kata Mu'ti, pernyataan pribadi tidak bisa dikatakan sebagai sikap organisasi. "Perlu dipertanyakan apa maksud dibukanya dokumen tersebut," ujarnya.
Selain itu, ia menilai seharusnya umat Islam dan bangsa Indonesia tidak menghabiskan energi untuk terus berdebat soal PKI.
Sedikitnya 500 ribu orang disebutkan tewas antara 1965-1966 menyusul gerakan pembersihan yang disebut dokumen melibatkan militer. BBC yang mengutip dokumen juga menyebut keterlibatan milisi Muslim dalam gerakan melawan Komunis.
Dalam dokumen staf AS menggambarkannya sebagai 'pembantaian' dan pembunuhan 'tanpa pandang bulu'.
republika