-->

Bantah Daya Beli Masyarakat Turun, Menko Darmin Dinilai Asbun

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Bantah Daya Beli Masyarakat Turun, Menko Darmin Dinilai Asbun

Berita Islam 24H - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membantah daya beli daya beli masyarakat menurun dalam beberapa waktu terakhir, dinilai asal bunyi (asbun). Pasalnya, saat ini sejumlah pelaku usaha mengeluhkan masih lemahnya daya beli masyarakat sehingga kinerja bisnis tahun ini lebih lemah dibanding tahun lalu.

“Menteri Darmin itu asbun dan ngawur. Pelaku usaha sudah mengeluh kinerja bisnis dan pendapatan mereka menurun akibat daya beli masyarakat lemah. Rakyat menengah bawah juga sudah mengeluhkannya, kok bisa dia bilang tidak benar daya beli melemah. Ini menteri apa?” kata aktivis sosial yang juga dosen di sebuah perguruan tinggi, Sudrajat Darmawan kepada Harian Terbit, Rabu (2/8/2017).

Sudrajat mengaku kecewa dengan pernyataan Darmin yang tidak mengerti kondisi pelaku usaha dan kondisi rakyat saat ini. “Masa sih dia tidak tahu begitu banyaknya pelaku usaha yang menjerit karena usaha mereka diancam kebangkrutan. Apalagi, saat ini sejumlah usaha sudah gukung tikar. Darmin jangan asbun, dan hanya duduk di meja saja, silakan turun ke bawah, tanya pengusaha dan rakyat,” kata Sudrajat.

Sebelumnya Darmin membantah daya beli masyarakat lemah. "Barangkali kalau ngomong daya beli menurun itu dari mana indikasinya? Paling orang bilang, pertumbuhan ritelnya mengecil, gitu kan? Itu karena diukur pada Juni. Bulan Juni itu Lebaran," kata Darmin di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (2/8/2017).

Ia mengatakan, umumnya di setiap bulan lebaran terjadi perlambatan kenaikan konsumsi, karena orang "habis-habisan" ketika puasa dan Lebaran.

Ini Bukti Daya Beli Melemah:

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menyatakan, penurunan daya beli masyarakat berdampak terhadap penjualan sepeda motor periode Januari hingga Mei 2017 turun. “Hingga Mei penjualan nasional (anggota AISI) minus 5% dibandingkan tahun lalu,” ujar Ketua Bidang Niaga AISI Sigit Kumala.

Dia mengungkapkan, meski kondisi tahun ini secara keseluruhan hingga akhir tahun lebih baik di bandingkan 2016, AISI mem perkirakan penjualan motor nasional selama 2017 akan turun 4%.

“Tahun lalu sektor riil kurang bergerak (tumbuh), begitu pula sektor komoditas. Tahun ini dua sektor itu kondisinya lebih baik, namun penjualan full year kami perkirakan masih turun 4%,” paparnya.

AISI berharap dengan bergeraknya sektor riil pada semester kedua tahun ini daya beli masyarakat akan meningkat.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menuturkan, penjualan tekstil domestik selama semester pertama 2017 memang melemah.

Meski begitu, kalangan pabrikan masih mampu menyiasatinya dengan meng genjot ekspor. “Daya beli di pasar domestik menurun, namun ekspor naik. Makanya kita perbesar mengirim ke pasar ASEAN,” ujarnya.

Ade menunjukkan bahwa kalangan usaha tekstil masih diselamatkan tahun ajaran baru sekolah dan gaji ke-13 PNS. “Yang menyelamatkan hanya dua faktor itu, usai libur sekolah, belanja baju atau pakaian baru. Terutama karena gaji ke- 13 juga memberikan pengaruh, meski tidak cukup signifikan,” ungkapnya.

Kalangan industri kecil dan menengah (IKM) mengeluhkan masih lemahnya daya beli masyarakat. Turunnya daya beli berdampak pada berkurangnya penjualan produk IKM.

Hal ini berbeda dengan produk makanan dan minuman yang dinilai masih cukup baik meskipun tidak seperti tahun sebelumnya. “Daya beli masyarakat masih lemah sehingga berdampak pada penjualan produk IKM. Penjualan paling banyak makanan dan pakaian,” ujar Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih.

PT Bahana Sekuritas proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,13% pada kuartal II-2017 atau lebih rendah dari yang diperkirakan sejak awal, yaitu 5,2%.

Penyebabnya adalah konsumsi rumah tangga melambat atau pelemahan daya beli dan belanja pemerintah yang masih tertunda. Untungnya, kinerja ekspor yang berada dalam tren peningkatan. Bila dibandingkan dengan impor, maka neraca perdagangan surplus di sepanjang semester I-2017.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengungkapkan, pertumbuhan sektor ritel modern pada paruh pertama tahun ini kurang menggembirakan. Setelah kuartal I-2017 kinerjanya under performance lantaran pertumbuhannya minus 12-15%, pada kuartal II yang semestinya menjadi tumpuan karena adanya momen bulan puasa dan Lebaran, kinerjanya juga meleset dari harapan.

Roy Mandey menyebutkan, pada April 2017 pertumbuhan ritel berkisar pada angka 4,1%-4,2%, lalu menurun ke level 3,5%-3,6% pada Mei.

Selanjutnya pekan pertama dan kedua Juni yang merupakan bulan puasa, sektor ritel juga menurun drastis. Sektor ritel dimaksud mencakup minimarket, super market, hipermarket, department store, dan wholesale atau kulakan.

“Minggu pertama dan kedua Juni rata-rata pertumbuhan minimarket minus 1-1,5%, sedang kan supermarket dan hiper market minus 11-12%,” ujarnya kemarin.

Roy menyebut beberapa hal yang menyebabkan penurunan tersebut, di antaranya masyarakat sekarang sudah lebih smart, sehingga lebih paham kapan harus belanja dan kapan harus menahan atau menunda pembelanjaan. Saat ini yang terjadi masyarakat cenderung menahan pembelanjaan. Sejalan dengan itu, pola belanja masyarakat juga sudah berubah. [beritaislam24h.info / htc]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close