Umatuna.com - Koalisi Partai Penguasa Kedodoran, Pengamat Politik Pengamat Politik Muslim Arbi mengatakan, guna menghadapi Pilpres 2019, Presiden Joko Widodo harus bermanuver dengan merangkul kekuatan umat yang ada di Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI).
Bisa saja itu dilakukan karena koalisi partai penguasa sudah kedodoran di berbagai laga pilkada belum lama ini. Utamanya PDI Perjuangan, yang kader dan calon-calon kepala daerahnya kalah telak di berbagai tempat.
"Mestinya ini menjadi sebuah perhitungan akan kekuatan umat yang sudah diperhitungkan oleh penguasa yang selama ini gunakan politik belah bambu terhadap umat mayoritas. Tapi nyatanya kekuatan itu tidak dikelola dengan cerdas sehingga harus bertandang ke Istana," kata Muslim dalam keterangan tertulis, Selasa (27/6).
Dikatakan Muslim, momen Lebaran ini pun dimanfaatkan maksimal oleh Presiden Jokowi untuk mencoba merangkul kekuatan umat melalui delegasi Ustaz Bakhtiar Natsir Cs.
"Tapi, baik Jokowi maupun UBN (Ustaz Bakhtiar Natsir) salah hitung akan manuver mereka. Umat sudah sangat cerdas dan mafhum dengan manuver atas situasi sekarang," terangnya.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang mesti dihitung oleh Istana maupun GNPF MUI. Pertama, popularitas Presiden Jokowi makin ke dodoran dengan pembelaan membabi buta terhadap Ahok dalam kasus Al Maidah 51. Dan sejumlah kasus Ahok yang di usut KPK, meski Istana membantah.
"Contoh jelasnya apa? Meski diputus bersalah dan dipenjara. Tapi apakah Ahok di Mako Brimob? Kalau dieksekusi Jaksa mestinya di Lapas. Bukan kah ini bentuk ketidakadilan hukuman? Bukankah ini adalah bentuk perlindungan Istana (Jokowi?). Pengadilan dan Penahanan Ahok dianggap sandiwara," terangnya.
Kedua, lanjut dia, umat menganggap cara perlakuan istimewa Jokowi terhadap Mantan Wagubnya itu sebenarnya bisa saja untuk lindungi dirinya sendiri. Karena dalam sejumlah kasus seperti Sumber Waras dan reklamasi serta Bus TransJakarta, nama mantan Walikota Solo itu santer di sebut.
Ketiga, kriminalisasi ulama, dan fitnah terhadap tokoh senior reformasi karena sikap kritisnya terhadap pemerintah, serta penangkapan dan pemenjaraan sejumlah aktifis muslim sangat melukai hati dan perasaan umat Islam.
"Tiga faktor di atas pasti menggerus pencitraan yang selama ini menjadi modal besar untuk masuki Istana. Dan pencitraan itu ternyata tidak berpengaruh baik dari Istana maupun Partai Koalisi pendukungnya seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura dan PKB. Terutama PDIP, sebagai partai Jokowi, kalah telak di berbagai Pilkada Daerah," ungkapnya.
Dia menilai, Jokowi dan koalisi partai pendukungnya sudah pasti akan mencari cara untuk merayu umat dan mendekati ulamanya. Termasuk menerima UBN dari GNPF MUI dan teman-temannya. Padahal sebelumnya sangat di musuhi sekali. Umat sangat memahami itu semua.
Menurutnya pertemuan UBN dan GNPF MUI terlihat seperti jalan sendiri dengan agendanya. Itu terlihat dengan dipanggilnya Ketua Presidium Alumni 212 Ustadz Ansufri Idrus Sambo ke Jogjakarta oleh Amien Rais. Karena bagaimana pun Kriminalisasi ulama terutama Habib Rizieq Shihab dan upaya pembusukan terhadap diri Amien masih saja berlangsung.
"Apalagi setelah pulang dari Istana ada pernyataan UBN yang memuji ekonomi pemerintah, padahal berbagai kebijakan ekonomi salah yang menyeret negara ke arah kebangkrutan dan mencekik sangat dirasakan oleh orang-orang kecil yang nota bene adalah umat mayoritas," terangnya.
Muslim mempertanyakan, apakah trik permainan seperti itu yang sedang di mainkan oleh UBN Cs ke Istana tidak dianggap sebagai upaya adu domba dan pecah belah ulama dan umat? Apalagi sejumlah media OL Umat menyayangkan pertemuan itu. Meski ada kekecewaan dari sejumlah kalangan pendukung Jokowi tapi Umat akan lebih banyak di rugikan, karena persatuan dan kekompakan Umat dan Ulama terpecah.
"Apakah trik rekonsialiasi semacam itu yang di inginkan?" ungkapnya.
Dia menduga, ada kesan kuat dari sejumlah kalangan bahwa terdapat semacam rivalitas kepemimpinan umat dalam soal gerakan dan ada upaya penggembosan terhadap kharisma HRS dengan pemunculan UBN.
"Hal ini mesti di jawab. Jika tidak, trik dan strategi lawan akan membongkar dan mematahkan kekuatan dan persatuan umat dalam gerakan bela kebenaran dan keadilan," tutupnya. (rmol)
Bisa saja itu dilakukan karena koalisi partai penguasa sudah kedodoran di berbagai laga pilkada belum lama ini. Utamanya PDI Perjuangan, yang kader dan calon-calon kepala daerahnya kalah telak di berbagai tempat.
"Mestinya ini menjadi sebuah perhitungan akan kekuatan umat yang sudah diperhitungkan oleh penguasa yang selama ini gunakan politik belah bambu terhadap umat mayoritas. Tapi nyatanya kekuatan itu tidak dikelola dengan cerdas sehingga harus bertandang ke Istana," kata Muslim dalam keterangan tertulis, Selasa (27/6).
Dikatakan Muslim, momen Lebaran ini pun dimanfaatkan maksimal oleh Presiden Jokowi untuk mencoba merangkul kekuatan umat melalui delegasi Ustaz Bakhtiar Natsir Cs.
"Tapi, baik Jokowi maupun UBN (Ustaz Bakhtiar Natsir) salah hitung akan manuver mereka. Umat sudah sangat cerdas dan mafhum dengan manuver atas situasi sekarang," terangnya.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang mesti dihitung oleh Istana maupun GNPF MUI. Pertama, popularitas Presiden Jokowi makin ke dodoran dengan pembelaan membabi buta terhadap Ahok dalam kasus Al Maidah 51. Dan sejumlah kasus Ahok yang di usut KPK, meski Istana membantah.
"Contoh jelasnya apa? Meski diputus bersalah dan dipenjara. Tapi apakah Ahok di Mako Brimob? Kalau dieksekusi Jaksa mestinya di Lapas. Bukan kah ini bentuk ketidakadilan hukuman? Bukankah ini adalah bentuk perlindungan Istana (Jokowi?). Pengadilan dan Penahanan Ahok dianggap sandiwara," terangnya.
Kedua, lanjut dia, umat menganggap cara perlakuan istimewa Jokowi terhadap Mantan Wagubnya itu sebenarnya bisa saja untuk lindungi dirinya sendiri. Karena dalam sejumlah kasus seperti Sumber Waras dan reklamasi serta Bus TransJakarta, nama mantan Walikota Solo itu santer di sebut.
Ketiga, kriminalisasi ulama, dan fitnah terhadap tokoh senior reformasi karena sikap kritisnya terhadap pemerintah, serta penangkapan dan pemenjaraan sejumlah aktifis muslim sangat melukai hati dan perasaan umat Islam.
"Tiga faktor di atas pasti menggerus pencitraan yang selama ini menjadi modal besar untuk masuki Istana. Dan pencitraan itu ternyata tidak berpengaruh baik dari Istana maupun Partai Koalisi pendukungnya seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura dan PKB. Terutama PDIP, sebagai partai Jokowi, kalah telak di berbagai Pilkada Daerah," ungkapnya.
Dia menilai, Jokowi dan koalisi partai pendukungnya sudah pasti akan mencari cara untuk merayu umat dan mendekati ulamanya. Termasuk menerima UBN dari GNPF MUI dan teman-temannya. Padahal sebelumnya sangat di musuhi sekali. Umat sangat memahami itu semua.
Menurutnya pertemuan UBN dan GNPF MUI terlihat seperti jalan sendiri dengan agendanya. Itu terlihat dengan dipanggilnya Ketua Presidium Alumni 212 Ustadz Ansufri Idrus Sambo ke Jogjakarta oleh Amien Rais. Karena bagaimana pun Kriminalisasi ulama terutama Habib Rizieq Shihab dan upaya pembusukan terhadap diri Amien masih saja berlangsung.
"Apalagi setelah pulang dari Istana ada pernyataan UBN yang memuji ekonomi pemerintah, padahal berbagai kebijakan ekonomi salah yang menyeret negara ke arah kebangkrutan dan mencekik sangat dirasakan oleh orang-orang kecil yang nota bene adalah umat mayoritas," terangnya.
Muslim mempertanyakan, apakah trik permainan seperti itu yang sedang di mainkan oleh UBN Cs ke Istana tidak dianggap sebagai upaya adu domba dan pecah belah ulama dan umat? Apalagi sejumlah media OL Umat menyayangkan pertemuan itu. Meski ada kekecewaan dari sejumlah kalangan pendukung Jokowi tapi Umat akan lebih banyak di rugikan, karena persatuan dan kekompakan Umat dan Ulama terpecah.
"Apakah trik rekonsialiasi semacam itu yang di inginkan?" ungkapnya.
Dia menduga, ada kesan kuat dari sejumlah kalangan bahwa terdapat semacam rivalitas kepemimpinan umat dalam soal gerakan dan ada upaya penggembosan terhadap kharisma HRS dengan pemunculan UBN.
"Hal ini mesti di jawab. Jika tidak, trik dan strategi lawan akan membongkar dan mematahkan kekuatan dan persatuan umat dalam gerakan bela kebenaran dan keadilan," tutupnya. (rmol)