Wanita memang diciptakan dengan sifat yang lebih ekspresif dibanding pria. Berdasarkan penelitian, dalam sehari mereka bisa mengeluarkan sekitar 20 ribu kata, sementara pria cukup tujuh ribu kata saja. Tidak heran jika kemudian orang-orang memaklumi wanita yang memiliki sifat cerewet, banyak bicara, suka beradu argumen, bahkan marah-marah. Sifat ini ternyata akan terbawa ketika sudah berumah tangga. Jika sudah begini, suami tentu menjadi sasaran empuk kecerewetan istri.
Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab, sadar betul dengan sifat wanita ini. Ketika istrinya mulai cerewet dan memarahinya, Ia justru tidak berbalik marah dan menerima saja omelannya. Tidak seperti kebanyakan suami sekarang, yang justru berbalik marah sampai menggunakan kekerasan.
Ternyata Umar paham betul memperlakukan sang istri. Nasihat umar berikut ini bisa membuka pandangan para suami yang mungkin belum memahami besarnya tanggungjawab istri dalam mengurus keluarga
Umar Bin Khatab merupakan sosok yang tegas dan paling ditakuti pada zamannya. Berdasarkan beberapa riwayat menceritakan bahwa setan pun tidak berani jika harus berpas-pasan dengan Umar. Mereka lebih memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan Amirul Mukminin Umar radhiyallahu ‘anhu.
Namun sikap Umar ini sangat berbanding terbalik ketika menghadapi istrinya di rumah. Ia berubah menjadi sosok yang lemah lembut dan sabar. Bahkan saat istrinya marah-marah dan banyak bicara, Ia hanya menjawab dengan sepatah dua patah kata saja.
Kisah ini ditulis dalam Kitab Nurul Abshar ditulis As Syablanji Al Mishri dan Kitab Al Minhaj yang ditulis Hasyiyah Al Bijraini. Pada suatu ketika datang seorang lak-laki yang ingin meminta nasihat kepada Umar tentang perilaku istrinya yang cerewet dan suka marah-marah.
Namun sebelum sampai mengetuk pintu, pria tersebut justru mendengar istri Umar yang sedang memberikan omelan dan tidak berhenti bicara tersebut. Namun Ia sangat terkejut dengan tindakan Umar yang justru tidak membalas marah seperti yang dilakukan suami kebanyakan. Umar hanya menjawab satu dua patah kata dengan nada yang lembut dan tetap mendengarkan omelan istrinya.
Pria yang merasa salah sasaran curhat ini kemudian ingin meninggalkan rumah Umar. Namun sebelum jauh meninggalkan rumah, Umar yang sudah selesai mendengar istrinya marah-marah keluar dan memanggilnya.
‘Saudaraku, sepertinya engkau sedang perlu denganku?’
‘Iya, saya hendak mengadukan tentang istriku yang cerewet dan marah marah kepadaku, ternyata istrimu juga memarahi engkau, maka apa gunanya aku mengadu padamu, wahai Umar’.
Umar pun lalu memberikan nasihat kepada pria tersebut. Nasihat tersebut luar biasa bijak dan menjadi bahan renungan untuk suami masa kini.
‘Ada empat alasan yang membuat aku sabar dan lembut menghadapi istriku, pertama, dialah yang memasak makananku, kedua, dialah yang membuat, mengadoni dan memasakkan rotiku, ketiga, dialah yang mencucikan pakaianku, alasan keempat, dialah yang menyusui anak anakku’
Ustadz Budi Ashari, Lc dari alfatih.tv menjelaskan bahwa empat alasan tersebut tidak sesederhana yang kita bayangkan. Poin pertama dan kedua menekankan pada urusan dapur. Wanita lah yang harus mempersiapkan kebutuhan suami mulai dari makanannya, minumannya, menjaga kesehatan suami dan anak-anak melalui makanan dan minuman yang disajikan.
Poin kedua menekankan untuk urusan sumur. Wanita lah yang bekerja keras untuk memberikan pakaian bersih dan rapi untuk anak-anak. Membuat mereka tampil disegani oleh siapapun yang melihat.
Poin ketiga menekankan untuk urusan kasur. Setelah lelah mengurus urusan rumah tangga, wanita juga harus melayani suami.
Ternyata, ketiga urusan tersebut, bukanlah urusan sepele, bahkan bila dilakukan dengan ikhlas akan menjadi kemuliaan bagi seorang istri dan ibu. Sebab itulah Umar selalu sabar menghadapi istrinya bahkan dengan segala kekurangan istrinya.
‘Sabar saudaraku, karena hal itu (cerewet dan marahnya sang istri) hanya berlangsung sementara dan kemudian hilang’, begitulah Umar mengakhiri nasihatnya kepada lelaki itu.
Jika ‘cerewet’-nya istri tak sebanding dengan kebaikan-kebaikannya yang melimpah, suami perlu bersabar. Biarkan saja, dengarkan, jangan didebat dan jangan dibantah. Jika perlu suami meminta maaf kalau selama ini ada salah.
Jika sampai keluar kata-kata pedas, suami perlu menyadari bahwa aktifitas istri sangat banyak. Mungkin ia lelah. Kata-kata yang pedas itu bukan lahir dari pengkhayatan mendalam, tetapi lebih sering karena efek lelah atau ekspresi kekesalan.
Namun demikian, ini tidak berarti suami harus membiarkan istri melampaui batas. Jika sudah sampai taraf menghina suami atau tidak hormat pada suami, maka suami perlu mengingatkan dan membimbingnya. Akan tetapi jangan langsung dilakukan di saat itu. Tunggulah hingga datang waktu yang tepat, dalam kondisi santai. Dalam suasana yang kembali cair dan penuh cinta. Dengan begitu, sang istri lah yang nantinya akan meminta maaf duluan.
Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab, sadar betul dengan sifat wanita ini. Ketika istrinya mulai cerewet dan memarahinya, Ia justru tidak berbalik marah dan menerima saja omelannya. Tidak seperti kebanyakan suami sekarang, yang justru berbalik marah sampai menggunakan kekerasan.
Ternyata Umar paham betul memperlakukan sang istri. Nasihat umar berikut ini bisa membuka pandangan para suami yang mungkin belum memahami besarnya tanggungjawab istri dalam mengurus keluarga
Umar Bin Khatab merupakan sosok yang tegas dan paling ditakuti pada zamannya. Berdasarkan beberapa riwayat menceritakan bahwa setan pun tidak berani jika harus berpas-pasan dengan Umar. Mereka lebih memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan Amirul Mukminin Umar radhiyallahu ‘anhu.
Namun sikap Umar ini sangat berbanding terbalik ketika menghadapi istrinya di rumah. Ia berubah menjadi sosok yang lemah lembut dan sabar. Bahkan saat istrinya marah-marah dan banyak bicara, Ia hanya menjawab dengan sepatah dua patah kata saja.
Kisah ini ditulis dalam Kitab Nurul Abshar ditulis As Syablanji Al Mishri dan Kitab Al Minhaj yang ditulis Hasyiyah Al Bijraini. Pada suatu ketika datang seorang lak-laki yang ingin meminta nasihat kepada Umar tentang perilaku istrinya yang cerewet dan suka marah-marah.
Namun sebelum sampai mengetuk pintu, pria tersebut justru mendengar istri Umar yang sedang memberikan omelan dan tidak berhenti bicara tersebut. Namun Ia sangat terkejut dengan tindakan Umar yang justru tidak membalas marah seperti yang dilakukan suami kebanyakan. Umar hanya menjawab satu dua patah kata dengan nada yang lembut dan tetap mendengarkan omelan istrinya.
Pria yang merasa salah sasaran curhat ini kemudian ingin meninggalkan rumah Umar. Namun sebelum jauh meninggalkan rumah, Umar yang sudah selesai mendengar istrinya marah-marah keluar dan memanggilnya.
‘Saudaraku, sepertinya engkau sedang perlu denganku?’
‘Iya, saya hendak mengadukan tentang istriku yang cerewet dan marah marah kepadaku, ternyata istrimu juga memarahi engkau, maka apa gunanya aku mengadu padamu, wahai Umar’.
Umar pun lalu memberikan nasihat kepada pria tersebut. Nasihat tersebut luar biasa bijak dan menjadi bahan renungan untuk suami masa kini.
‘Ada empat alasan yang membuat aku sabar dan lembut menghadapi istriku, pertama, dialah yang memasak makananku, kedua, dialah yang membuat, mengadoni dan memasakkan rotiku, ketiga, dialah yang mencucikan pakaianku, alasan keempat, dialah yang menyusui anak anakku’
Ustadz Budi Ashari, Lc dari alfatih.tv menjelaskan bahwa empat alasan tersebut tidak sesederhana yang kita bayangkan. Poin pertama dan kedua menekankan pada urusan dapur. Wanita lah yang harus mempersiapkan kebutuhan suami mulai dari makanannya, minumannya, menjaga kesehatan suami dan anak-anak melalui makanan dan minuman yang disajikan.
Poin kedua menekankan untuk urusan sumur. Wanita lah yang bekerja keras untuk memberikan pakaian bersih dan rapi untuk anak-anak. Membuat mereka tampil disegani oleh siapapun yang melihat.
Poin ketiga menekankan untuk urusan kasur. Setelah lelah mengurus urusan rumah tangga, wanita juga harus melayani suami.
Ternyata, ketiga urusan tersebut, bukanlah urusan sepele, bahkan bila dilakukan dengan ikhlas akan menjadi kemuliaan bagi seorang istri dan ibu. Sebab itulah Umar selalu sabar menghadapi istrinya bahkan dengan segala kekurangan istrinya.
‘Sabar saudaraku, karena hal itu (cerewet dan marahnya sang istri) hanya berlangsung sementara dan kemudian hilang’, begitulah Umar mengakhiri nasihatnya kepada lelaki itu.
Jika ‘cerewet’-nya istri tak sebanding dengan kebaikan-kebaikannya yang melimpah, suami perlu bersabar. Biarkan saja, dengarkan, jangan didebat dan jangan dibantah. Jika perlu suami meminta maaf kalau selama ini ada salah.
Jika sampai keluar kata-kata pedas, suami perlu menyadari bahwa aktifitas istri sangat banyak. Mungkin ia lelah. Kata-kata yang pedas itu bukan lahir dari pengkhayatan mendalam, tetapi lebih sering karena efek lelah atau ekspresi kekesalan.
Namun demikian, ini tidak berarti suami harus membiarkan istri melampaui batas. Jika sudah sampai taraf menghina suami atau tidak hormat pada suami, maka suami perlu mengingatkan dan membimbingnya. Akan tetapi jangan langsung dilakukan di saat itu. Tunggulah hingga datang waktu yang tepat, dalam kondisi santai. Dalam suasana yang kembali cair dan penuh cinta. Dengan begitu, sang istri lah yang nantinya akan meminta maaf duluan.