-->

Ini Intoleran… (Menyoal Kabar PGGJ Larang Masjid)

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Mahfud Abdullah - Indonesia Change

Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha di Sentani, Jayapura, karena lebih tinggi dari bangunan gereja yang sudah banyak berdiri di daerah itu. Hal ini menuai respons dari sejumlah pihak.

Salah satunya Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerukunan Umat Beragama, KH Yusnar Yusuf. Ia mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Pasal 29 ayat 2, atas kejadian tersebut negara seharusnya turun merespons agar tidak terjadi konflik.
 “Kita sudah mengantisipasi hal tersebut, kalau misalnya akan terjadi konflik negara harus turun, karena itu sesuai dengan UU Dasar 1945 bahwa dijamin oleh negara akan kebebasan umat beragama dalam beribadah atau kegiatan lain,” ujarnya kepada hidayatullah.com melalui sambungan telepon, Senin (19/03/2018). (hidayatullah.com, 19/3/18)

Toleran?

Toleransi beragama secara benar sedang diuji. Apa yang terjadi pada umat Islam di Papua, maka umat Islam dan Negara perlu bersikap secara arif dan adil. Jangan sampai ada hak-hak dalam beribadah yang terusik dan dilanggar. Bicara toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hlm. 702, Pustaka Progresif, cet. 14). Toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).

Ketika umat Islam mayoritas, non muslim bisa beribadah dengan khidmat. Namun ketika Umat Islam minoritas di suatu daerah, ada indikasi dan potensi menjadi korban intoleransi mayoritas. Kita juga soroti munculnya sikap toleran yang kebablasan, khususnya pada sebagian Muslim. Sikap toleran yang kebablasan itu didorong agar dilakukan oleh seluruh Muslim negeri ini. Diserukanlah bahwa sikap bertoleransi itu harus diwujudkan dengan memberikan selamat—bahkan menghadiri—hari raya non-Muslim.

Ringkasnya, toleransi digunakan sebagai senjata oleh kalangan liberal untuk menyasar Islam dan umatnya. Sedikit-sedikit mereka menyebut kaum Muslim tak toleran jika ada masalah yang menyangkut komunitas non Muslim—meski tak jarang sebenarnya itu menyangkut aturan negara.
Banyak kalangan mengatakan, tidak ada negara di dunia saat ini yang paling toleran dibandingkan Indonesia. Kaum minoritas non-Muslim di negeri ini leluasa dan nyaman. Begitu tolerannya Muslim di Indonesia, orang-orang non-Muslim pun bisa menduduki jabatan politik yang penting seperti panglima TNI, menteri-menteri kunci, gubernur, bupati/walikota, dsb. Ini tidak terjadi di Amerika dan Eropa yang katanya kampiun demokrasi. Di sana posisi penting hanya untuk kalangan mayoritas—Kristen. Di Indonesia, semua agama besar ada libur nasionalnya untuk perayaan hari raya, termasuk untuk hari raya minoritas. Lalu adakah libur nasional bagi Muslim selama Idul Fitri dan Idul Adha di Barat? Tidak ada.

Pembangunan gereja di negeri ini pun marak. Menurut Suryadharma Ali sewaktu menjabat Menteri Agama (Menag) menyampaikan bahwa berdasarkan data dan fakta yang dimiliki menunjukan dalam 20 tahun terakhir pertumbuhan masjid hanya 63 persen, sementara Gereja Katolik mengalami pertumbuhan 133 persen dan Gereja Protestan hingga 153 persen. Sementara rumah ibadah agama Hindu tumbuh sampai 350 persen, sedang agama Budha tumbuh hingga 450 persen. Ringkasnya, terhadap perdamaian dan kerukunan, semestinya umat Islam fokus pada agenda utama mereka untuk mewujudkan kehidupan damai sesuai dengan koridor syariah, dan membela hak-hak masyarakat pada umumnya yang ‘terusik’ oleh kebijakan pemerintah yang dirasa tidak adil. Tak layak umat Islam dijebak dalam perangkap seruan toleransi yang ‘diperalat’. [IJM]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close