Oleh: Amin S - Dir. LANSKAP
Dalam setahun terakhir, setidaknya terjadi 15 kasus kecelakaan konstruksi yang sebagian di antaranya terjadi pada proyek infrastruktur nasional. Insiden teranyar adalah robohnya bekisting pierhead proyek Tol Becakayu pada Selasa (20/2), yang memicu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menghentikan sementara terhadap semua proyek konstruksi bersifat elevated atau melayang.
https://m.detik.com/finance/infrastruktur/d-3877627/fakta-ironis-di-balik-ambruknya-sejumlah-proyek-infrastruktur-ri
CATATAN
Ironis, 15 kejadian setahun dengan 14 di antaranya terjadi dalam enam bulan. Ini bicara megaproyek, program strategis nasional dengan anggaran 'wah' , dikerjakan BUMN dan rekanan yang masyhur, serta dijadikan 'mercusuar' oleh rezim. Dan...bruakk!
Langsung menteri terkait menuding perkara teknis sebagai penyebab utama? Kurang insinyur jalan layang katanya. Benarkah? Apakah BUMN karya sekelas Waskita Karya atau lainnya itu pemain kemarin sore yang minus pengalaman? Kalau kurang insinyur lokal apa tidak mampu hire insinyur impor? Hmm..naif sekali.
Kalau bangunan yang sedang proses dibangun lalu ambruk bahkan ketika belum selesai, jelas ada permasalahan teknis. Cuma, mesti dicermati lagi apakah masalah teknis itu 'sebab' atau justru 'akibat'? Publik tentu sudah mafhum dengan kinerja purchasing maupun pengerjaan proyek oleh plat merah yang kental dengan aroma 'permainan belakang layar'. Masih ingat kasus Hambalang dan E-KTP bukan?
Jadi, sudah seharusnya KPK turun tangan untuk mengendus adakah gurita korupsi dalam proyek-proyek kejar setoran itu. Jangan-jangan ada mark-up plus upeti-upetian yang memaksa kontraktor mengurangi kualitas matrial, menyunat gaji insinyur dan tukang-kulinya sehingga yang terpasang adalah bahan kualitas 'asal' dan dikerjakan 'asal-asalan' demi bisa setor upeti.
Proyek-proyek prestisius itu harus segera ditelusuri ulang mulai dari proses perencanaan, tender, pihak-pihak yang terlibat seperti vendor-vendor rekanan, termasuk teknis pengerjaannya. Seluruh kementerian terkait harus kooperatif dan transparan dalam evaluasi tersebut dan sudah semestinya presiden pro aktif mengawal proses tersebut. Kasus seperti Hambalang dan Tugu Korupsi yang sarat korupsi berjamaah tentu tidak boleh terulang. Bagaimana KPK, berani? [IJM]

