-->

Salah Kelola Beras, Bukti Negara Autopilot!

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Oleh : Nila Indarwati (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Mediaoposisi.com-Bagai ayam mati di lumbung padi, begitulah kiranya kiasan yang tepat untuk kondisi negeri ini. Bagaimana tidak, negeri yang dijuluki sebagai negeri agrarian namun kenyataannya justru banyak melakukan impor beras. Hingga tumpukan beras memenuhi gudang Bulog dan berakhir pada kerusakan beras tersebut.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com pada tanggal 29 November 2019 dinyatakan bahwa Perum Bulog akan membuang 20ribu ton cadangan beras senilai 160 miliar rupiah disebabkan usia penyimpanannya sudah melebihi satu tahun.  

Permasalahan ini sejatinya bukan permasalahan baru. Sebab permasalahan ini sudah pernah terjadi pada tahun 2018 dan tak kunjung mendapat solusi hingga hari ini. Hal ini terjadi setidaknya disebabkan beberapa faktor antara lain, yaitu mekanisme distribusi, sinergitas antara Bulog dengan kementerian, dan adanya praktik kartel.

Mekanisme penyaluran beras hingga tidak terdistribusi dengan baik kepada rakyat dan bertumpuk di gudang Bulog. Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu. Karena itulah, beras harus dibuang atau dimusnahkan.

Hal ini membuktikan bahwa mekanisme penyaluran beras jauh panggang dari api, pemerintah tidak bersinergi dari pusat hingga struktur di bawahnya sehingga tumpukan cadangan beras di gudang Bulog mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Padahal masih banyak rakyat negeri ini yang masih mengalami masalah kelaparan. 

Tidak adanya sinergi antara Perum Bulog dengan Kemendag dalam koordinasi menjadikan saling lempar tanggung jawab. Pasalnya Perum Bulog berada di bawah Kemendag, sehingga tidak sejalan dalam kebutuhan pasokan beras. Buwas pernah menyatakan bahwa sejatinya negeri ini tidak perlu impor beras karena cadangan beras sudah melebihi cukup. Selain itu adanya pernyataan bahwasanya pemrintah belum optimal dalam penyerapan pembelian beras dari petani dalam negeri.

Selain kedua hal di atas, yang juga masih menjadi PR besar negeri ini adalah adanya praktik kartel yang belum bisa diberantas. Terlebih pasar bebas yang dikuasai kartel sebesar 94% (detik.com). Sehingga rakyat sulit mendapatkan beras yang layak dan berkualitas tingga dikarekanan harganya yang mahal.

Hal ini tentunya menjadi peringatan keras bagi penguasa negeri ini, di saat ada rakyat kelaparan justru beras berlimpah namun tidak terdistribusi dengan baik. Selain itu juga penguasa belum bisa menghapuskan praktik kartel. Ini semakin membuktikan bahwa negara hanya sebagai lembaga legalitas juga terbukti melindungi para kapital yang menguasai pasar. Negara hanya melindungi para pebisnis, dan tidak menjalankan perannya sebagai pelayan umat. 

Mencermati realita di atas, semakin menunjukkan bahwa birokrasi dan struktur kerja antar institusi pemerintah begitu minim komunikasi dan koordinasi. Di mana masing-masing struktural justru bekerja tanpa adanya visi bersama agar terbentuk tim yang solid. Penguasa negeri ini seolah absen dari peran dasar mereka untuk mengurusi urusan bahan pangan pokok, khususnya beras. 

Ini membuktikan bahwa sikap individualisme yang terlahir dari sistem kapitalisme semakin menjangkiti cara kerja penguasa negeri ini. Akibatnya, lembaga negara berjalan sendiri-sendiri dan membuktikan bahwa penguasa tengah menjalankan neoliberalisme yang mempermainkan hajat hidup rakyat. Karena penerapan neoliberalisme pula beras yang seharusnya bisa didistribusikan pada rakyat, justru dimusnahkan karena telah membusuk/rusak. Selain itu juga, menteri yang melakukan impor tidak terjerat hukum yang berarti. Dan parahnya praktik kartel sama sekali tidak mengalami kerugian besar. Beginilah kiranya cara main anak kandung kapitalisme ini yang senantiasa berorientasi pada keuntungan.[MO/dp]




Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close