-->

Liberalisasi Moralitas dalam pendaftaran CPNS

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Ma'wah

(Muslimah Komunitas Majelis Birrul Da'wah)


Mediaoposisi.com-Pendaftaran CPNS setiap hari tentu semakin banyak, sebagaimana yang diberitakan media Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Nasional (BKN) melaporkan, jumlah pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019 mencapai 5.056.585 pelamar.
Jumlah yang sangat banyak, dan data ini menunjukkan bahwa begitu banyak Masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, padahal sudah ada beberapa instansi yang menutup pendaftaran CPNS. Sedangkan angka tersebut terus meningkat, meski 241 instansi telah menutup pendaftaran dan 157 instansi beberapa jam lagi juga akan menutup pendaftaran CPNS 2019. Liputan6.com, (27/12/2019).

Dalam hal ini, proses pendaftaran CPNS memiliki beberapa syarat untuk bisa lolos, salah satu syarat yang disinggung oleh Kejagung (kejaksaan agung) yaitu tidak di bolehkannya seorang pendaftar CPNS memiliki status LGBT.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung mengaku memiliki landasan hukum terkait larangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) mengikuti seleksi pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 di institusinya. Dalam cuitan Kejagung menimbulkan pertentangan dari beberapa partai.

tirto.id - Persyaratan ujian seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)  kembali menimbulkan pertanyaan, khususnya terkait persyaratan khusus dalam penerimaan Kementerian Perdagangan dan Kejaksaan Agung. Keduanya menuangkan syarat pelamar tak memiliki “kelainan orientasi seks dan tidak kelainan perilaku (transgender)”.

Tirto.id - Ketua Arus Pelangi, Ryan Korbarri pun menilai bahwa bentuk pengecualian terhadap kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda ataupun transgender dalam syarat pendaftaran CPNS adalah bentuk diskriminasi terhadap LGBT dalam konteks mereka sebagai warga negara.

“LGBT merupakan warga negara indonesia yang mempunyai hak yang sama sehingga persyaratan tersebut sama dengan menutup akses pekerjaan bagi warga negara indonesia untuk bersama-sama membangun negara ini,” tegas Ryan saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (14/11/2019).

Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan juga menilai terdapat kesalahan berpikir yang mendalam terkait persyaratan rekrutmen CPNS tersebut. (16/11/19), bahkan mereka menganggap bahwa adanya  kebencian serta ketakutan luar biasa terhadap homoseksualitas atau homophobia. Kedua hal tesebut, kata Ricky, terlihat dari penyebutan "kelainan orientasi seksual". 

“LGBT adalah perihal orientasi seksual dan identitas gender, dan tidak ada sangkut pautnya dengan kompetensi atau kapasitas seseorang. Menolak seseorang diterima kerja hanya karena berdasarkan orientasi seksual atau identitas gendernya adalah wujud diskriminasi langsung,” lanjutnya.

"Saat itu disampaikan pandangan dari Ombudsman RI (ORI) yang menyatakan, larangan tersebut adalah diskriminatif. Karena ORI sebagai institusi pengawasan pemerintahan menyatakan demikian, maka Kejaksaan Agung harus menjelaskan soal kebijakan ini agar tidak dinilai diskriminatif," kata Arsul, Sabtu (23/11/2019).
Kompas.com - Kebijakan Kejaksaan Agung itu menuai kecaman. Setara Institute menilai bahwa larangan peserta LGBT dalam seleksi CPNS 2019 sebagai tindakan diskriminatif.

"Itu diskriminatif, kan orientasi seksual, identitas personal seseorang kan mestinya tidak bisa menghalangi," ucap Direktur Riset Setara Institute, Halili, usai sebuah acara di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).
Menurut Halili, potensi diskriminasi semakin besar dengan tidak adanya kepastian hukum tersebut. "Kalau kita misalnya akhirnya harus melihat orang dari sisi orientasi seksualnya, apa dasar hukum paling legal, paling formal, paling tepat, untuk mengidentifikasi orientasi seksual itu, kan tidak ada," kata dia.

VIVAnews – Wakil Ketua Umum Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menanggapi cuitan akun Twitter Gerindra @Gerindra yang tak setuju dengan penolakan terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari kalangan LGBT. Ia menjelaskan maksud admin Twitter Gerindra hanya menekankan semua mempunyai hak yang sama, Jumat  (29/11/19)

Sindonews.com - Asrul menjelaskan setidaknya ada dua hal yang menyebabkan Kejagung menolak Pendaftaran CPNS menjadi PNS di Kejaksaan Agung. pertama, perbuatan cabul memang harus dilarang Kedua, proses penerimaan CPNS harus memperhatikan betul soal LGBT ini seperti melalui pemeriksaan psikologis atau kejiwaan dan lain sebagainya," jelasnya, Sabtu (23/11/19)

Pendaftaran CPNS dengan status LGBT menuai kontroversi di sosial media, orang yang memiliki status LGBT mereka betul-betul tidak takut dengan Azab sang pencipta yang menciptakan seluruh Makhluk hidup.
Dalam hal ini, untuk menjadi seorang PNS dan mengabdi pada Negara seharusnya memiliki moral yang baik, karena mereka lah yang akan menentukan arah bangsa kedepannya seperti apa.

Kondisi Negara yang mengadopsi sistem Kapitalistik menyebabkan kerusakan SDM dengan munculnya perbuatan yang dilaknat Allah SWT, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Mereka pun tidak hentinya menyuarakan agar status LGBT ini dapat diterima oleh masyarakat.

LGBT mereka anggap sebagai HAM dengan alasan bahwa negara tidak boleh masuk ke dalam ranah privat, sejatinya perilaku seperti ini akan mengundang perbuatan zina untuk bisa dilegalkan dengan alasan suka sama suka, sampai pada tahap kepentingan bisnis terselubung dapat mereka menangkan atas dasar HAM.

Hal ini begitu mudah terjadi dalam sistem sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan sehingga pembentukan moral pada masyarakat sangat jauh hingga yang dihasilkan hanyalah liberalisasi seksual
Jauhnya pendidikan agama dari kehidupan menyebabkan kerusakan moralitas bangsa, maka kerusakan akan mudah terjadi dengan munculnya perbuatan yang dilaknat Allah SWT.

Sebagai mana dalam firman Allah " Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan". (QS. Al-A'raf :96)

Dalam hal ini Islam menuntut Negara menjadi penjaga Moralitas dan pelopor pembentukan moralitas pada setiap warganya untuk menghasilkan umat yang berakhlak mulia dan menerapkan aturan Islam sebagai pijakan baik-buruknya berlandaskan aturan Islam dan harus diadopsi oleh semua pihak

Hingga pemberlakuan hukum yang diadopsi secara sempurna akan menjamin terwujudnya persamaan hak dan keadilan dalam setiap warganya.[MO/dp]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close