-->

BPJS, Trouble Maker Layanan Kesehatan Ala Kapitalisme

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Endiyah Puji Tristanti, S.Si (Penulis dan Pemerhati Politik Islam)
Mediaoposisi.com-Untuk apa negara ada, bila bukan untuk mengurusi urusan rakyatnya baik terkait kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap. Baik kebutuhan individual seperti papan, sandang, pangan maupun kebutuhan komunal, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Organ-organ negara memang semestinya dibentuk untuk menjalankan fungsi pelayanan.

Jelas merupakan kesalahan menyerahkan urusan hajat publik kepada badan hukum publik, sekalipun dia bertanggung jawab langsung kepada kepala negara (presiden) dan sekalipun disebut lembaga  non profit (nirlaba). Sebab tugas pelayanan urusan publik sesungguhnya ada pada pundak negara.
Maka, BPJS Kesehatan sekalipun menjalankan fungsi pemerintahan (governing function) di bidang pelayanan publik (public servis), tetaplah BPJS merupakan badan hukum publik sebagaimana badan hukum publik yang lain. BPJS bukanlah negara itu sendiri.
Apalagi undang-undang telah memberikan kewenangan yang sangat luas kepada BPJS Kesehatan, mulai menagih iuran, melakukan investasi jangka panjang terhadap dana yang terkumpul, pengawasan pemeriksaan dan memberikan sanksi kepada peserta, menghentikan kontrak kerja terhadap fasilitas kesehatan, sampai menetapkan besarnya pembayaran kepada faskes.
Bahkan, tidak ada satupun lembaga negara yang memiliki kewenangan seluas ini.  Artinya keberadaan BPJS Kesehatan sangat membahayakan bagi keberlangsungan pelayanan publik itu sendiri. Rakyat kesulitan mendapatkan hak mereka untuk dilayani  secara layak dan manusiawi kecuali rakyat telah memenuhi iuran yang telah diwajibkan.
Yang terjadi bukanlah fungsi pelayanan, namun telah berlangsung transaksi jual-beli layanan kesehatan. Maka suatu penyesatan terhadap publik bahwa BPJS Kesehatan merupakan  badan hukum publik non profit (nirlaba). Sangat berbahaya suatu lembaga yang didirikan oleh pemerintah dapat mengambil alih kewenangan negara.
Dalam perspektif Islam, kesalahan mendasar BPJS Kesehatan karena telah mengambil alih kewajiban dan tanggung jawab negara untuk mengurusi urusan rakyat, yakni menjalankan fungsi pelayanan (riayah) secara gratis dan berkualitas. Dan kesalahan mendasar BPJS ini disebabkan kesalahan mendasar negara mengambil sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi yang keduanya merupakan supra sistem negara berdasarkan asas sekulerisme. 
Negara Berlepas Tangan
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menyebutkan bahwa tindakan dokter menjadi penyebab membengkaknya tagihan BPJS Kesehatan. Terawan juga menyoroti pelayanan persalinan melalui operasi sectio caesarea tidak sesuai ketentuan pasal 19 UU Nomor 40 Tahun 2004. Yang diberikan seharusnya pelayanan kesehatan dasar, bukan unlimited medical services yang akan menyebabkan BPJS kolaps.
Menampik pernyataan tersebut Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI, dr HN Nazar (1/12/2019) menyatakan justru dalam tiga tahun terakhir sejumlah rumah sakit di Indonesia rujukan penyakit jantung kerap menurunkan biaya pemasangan ring (stent).
Solusi yang ditawarkan Menkes terlihat sungguh aneh, agar kepala dinas kesehatan menguatkan upaya promotif dan preventif di puskesmas dalam program pencegahan penyakit. Menkes seolah tidak mau tahu tentang buruknya manajemen korporasi  ala BPJS Kesehatan yang telah memberikan untung besar hanya pada pihak manajemen. Padahal dana BPJS berasal dari dana rakyat yang semestinya menjadi hak rakyat mendapatkan pelayanan negara tanpa pembatasan.
Sungguh kasihan rakyat dengan pemimpin yang baru di bidang kesehatan ternyata sama saja dengan periode lalu, tetap sepakat mengadopsi konsep negara sebagai regulator. Negara kapitalis model Indonesia bahkan dibenarkan oleh sistem untuk berlepas tangan atas layanan kesehatan yang dibutuhkan rakyat.
Pungutan Harta Rakyat untuk Fungsi Pelayanan Publik: Haram!
Islam adalah Diin yang sempurna rahmatan lil’aalamiin. Islam tak sekedar ajaran berdimensi  akhirat. Islam diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia di dunia. Islam sangat memahami kebutuhan manusia akan peraturan hidup yang membawa maslahat dan menolak mudharat.
Islam memandang pendidikan sebagaimana kesehatan, keduanya merupakan kebutuhan dasar (hajjah asasi). Pemenuhannya termasuk dalam “pelayanan umum” (ri’ayatu asy syu-uun). Negara diposisikan sebagai satu-satunya pihak yang berkewajiban mewujudkan pemenuhannya terhadap seluruh rakyat, muslim dan non muslim, secara berkualitas tanpa pungutan sedikitpun. Bahkan memungut harganya mengumpulkan kekayaan negara atasnya adalah kedzoliman dan akan diberikan sanksi oleh mahkamah madzalim.
Muqauqis, Raja Mesir pernah menghadiahkan seorang dokter (ahli pengobatan)nya untuk Rasulullah SAW. Namun, Rosulullah justru menjadikan dokter tersebut sebagai dokter bagi kaum muslimin dan untuk seluruh rakyat. Berbeda dengan hadiah untuk pribadi Rosulullah SAW seperti selimut bulu dan keledai hadiah dari Raja Aikah, tidak diperuntukkan untuk kaum muslimin.
Sikap Beliau SAW terhadap pemanfaatan suatu hadiah yang diterima telah mejelaskan kepada umat mana barang bernilai pribadi dan mana termasuk kemaslahatan umum.
Sebaliknya Rosulullah sangat marah kepada wakil Beliau dalam masalah pemungutan harta zakat. Diriwayatkan Imam Muslim dari Urwah bin Zubair, dari Abi Hamid as Sa’idy ra bahwa Rosulullah SAW telah mempekerjakan seorang suku Azad untuk mengambil zakat Bani Sulaim. Dia datang menemui Rosulullah dengan berkata:
“Ini adalah untukmu dan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepadaku.”
Rosul pun menjawab:
“Apakah tidak lebih baik engkau duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibumu sampai hadiah itu datang kepdamu? (Apakah mungkin hadiah itu datang bila engkau duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibumu?)
Pada masa Kekhilafahan sama saja, pelayanan publik diberikan negara secara gratis tanpa sedikit pungutan kepada rakyat, pembiayaan diambilkan dari Baitul Maal. Para Khalifah dan Wali (pemimpin wilayah) menjaga perkara ini. 
Khalifah Walid bin Abdul Malik telah memberikan bantuan kepada orang-orang yang terserang penyakit lepra. Bani Ibnu Thulun di Mesir telah memiliki masjid yang dilengkapi dengan tempat-tempat untuk mencuci tangan, tempat penyimpanan minuman dan obat-obatan dilengkapi ahli pengobatan untuk pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat yang sakit.
Inilah syariat Islam sebagai problem solving bagi problematika kesehatan suatu negara. Telah tegak pelaksanaan pelayanan kesehatan secara penuh di pundak negara, jauh sebelum abad 20 muncul dengan melahirkan berbagai problem kesehatan tak berkesudahan. Hendaknya setiap jiwa yang ikhlas berlapang dada menerima dan mengakui keunggulan penerapan Islam Kaffah.[MO/dp]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close