Oleh: Ika Rini Puspita
(Koordinator Kaderisasi FLP Ranting UIN Alauddin Makassar)
Mediaoposisi.com-Penulis menyadari bahwa dunia tak seperti apa yang dilihat dari luarnya. Banyak yang terbungkus indah, tapi nyatanya hanya kebohongan yang diendapkan.
Seperti kata orang bau busuk yang disembunyi lama kelamaan akan tercium juga. Juga kebenaran sudah menjadi hal langkah yang sulit untuk dibeli. Inilah fakta yang harus kita hirup sehari-hari.
Wajah tampan dan rapi tak menjamin kebaikan. Justru wajah itulah yang menyimpan kerakusan. Wajah polos dan santun pun tak dapat kita percaya begitu saja. Karena bisa menipu pada setiap kesempatan baik detik, menit, jam dan harinya.
Hiruk pikuk pemilihan 2019 sangat luar biasa melebihi pemilihan pada umumnya. Bagaimana tidak, ketegangan sebelum pemilu dan sekarang pasca pemilu pun tak pernah usai. Berbagai delik masalah menyapa Negeri Pertiwi pun dipertontonkan secara telanjang di depan mata.
Mulai dari beredarnya film dokumenter yang berhasil menyita perhatian publik sampai tembus berjuta-juta penonton. Film ini menggambarkan betapa rakusnya para kapitalis (pemilik modal) menguras habis-habisan batu bara di Kalimantan, juga menjadi mesin pembunuh sexy.
Kerakusan alam, hingga berujung korban jiwa yang tenggelam dalam danau besar bekas penambangan yang tak kunjung diperhatikan. Setidaknya setelah menonton film dokumenter ini, kita bisa mengetahui rahasia besar dibalik suksesnya para kapitalis.
Dengan keterlibatan para kapitalis berkolaborasi dengan penguasa yang kemudian menjadi pengusaha. Ternyata dibalik energi listrik ada banyak gerai tangis (tersakiti) dengan dalih kesejahteraan umum.
Dilema selanjutnya kemudian disusul dengan kotak suara kardus rusak, menjelang pemilihan akibat hujan. Tanggapan para netizen pun beragam diantaranya ‘untung gemboknya tidak ikut rusak’, hambur-hamburin uang saja.
Tidak hanya itu masyarakat kembali digegerkan atas beredarnya vidio aksi kecurangan surat suara yang telah dicoblos terlebih dahulu di Negeri Jiran Malaysia. Juga beredarnya kumpulan kecurangan lainnya yang ditemukan dibeberapa daerah.
Puncak keganjalan lain usai pemilu ialah, simpang siurnya hasil survei pemenang pilpres yang justru berbeda! Kejadian ini diperparah dengan beredar pernyataan bahwa server KPU ternyata sudah disetting 01 menang, padahal sudah disebunyikan rapat-rapat (dipasang 3 lapis pengamanan) tapi jebol, kata orang ‘ini atas dasar kebesaran Allah swt.
Penulis dan masyarakat di luar sana sangat kebingungan, dengan ketidakjelasan berita yang beredar. Penulis sangat berharap, Tolong segera tuntaskan kebingunan berjamaah ini! Karena, menunggu hasil resmi dari KPU 22 Mei mendatang itu cukup lama untuk kami. Kata Dilan ‘itu berat kami takkan kuat’ dan semoga suara rakyat betul-betul real.
Ada dampak besar yang dapat menghantui pemilu Indonesia, setidaknya tingkat kepercayaan masyarakat kepada tokoh pemerintah kian menurun tiap tahunnya. Padahal rasa percaya adalah unsur utama dari sebuah hubungan. Bagaikan rumah, rasa percaya adalah pondasinya, bila pondasi itu goyah maka dapat dipastikan rumah tersebut akan roboh.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah bukanlah tanpa sebab. Salah satunya karena apa yang dirasakan rakyat tidak sesuai dengan yang digambarkan. Juga karena masyarakat sudah paham betul perselingkuhan penguasa dengan kapitalis, sampai mengabaikan rakyatnya.
Usai pemilu setidaknya kita mendapat pelajaran berharga yang tidak kita temukan dalam dunia belajar-mengajar. Bahwa pergulatan hidup memang keras Bung, Mas, Bro, dan Sis.
Ketidakadilan, keserakahan, kemunafikan, dan kehewan-hewanan ada dan siap menerkam siapa pun yang lemah dan lengah.
Dalam sistem kapitalisme-sekularisme, kejadian ini merupakan suatu kewajaran. Si kapitalisme akan melakukan berbagai cara demi tercapainya hasrat berkuasa serangan fajar, manipulasi data, mencuri akun, memfitna dan berlaku curang pun dilakoni. Termaksud bersekongkol dengan para elit. Maka wajar jika penulis menyebutnya ‘kapitalis si pembunuh sexy’.
Tapi, sistem ekonomi Islam itu beda ia bukanlah konsep baru, melainkan sebuah konsep praktis yang prestasi dan kesuksesannya telah dicatat dalam lembaran yang bernama ‘sejarah’. Karena pada umumnya manusia lebih mudah percaya fakta daripada konsep (teori), sebab langsung diindra.
Sejatinya kegemilangan Islam bukan teori belaka, seperti kisah pada era pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya hal.59 meriwayatkan Yahya bin Said seorang petugas zakat pada saat itu berkata “saya pernah di utus oleh Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika.
Setelah memungutnya saya bermasud memberikannya kepada orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz saat itu telah menjadikan semua rakyatnya berkecukupan.
Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya” (Al-Qaradhawi,1995). Subhanallah betapa indahnya kisah di atas, kesejahteraan dan keadilan dirasakan oleh semua rakyat bukan cuman kapitalis. Dan jagan salah kesejahteraan ini tidak hanya dirasakan oleh muslim tapi juga untuk non-muslim.[MO/ad]