-->

Penguasa, Antara Penderitaan Rakyat dan Image di Mata Dunia

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen



Oleh : Sitti Komariah, S. Pd. I (Komuntas Peduli Umat)
Konda, Konawe Selatan


Mediaoposisi.com-Dibalik bencana gempa disertai tsunami dan disusul dengan likuivaksi (tanah bergerak) yang meluluh lantahkan kota Palu, Donggala, dan Sigi, Sulawesi Tengah, bencana ini pun banyak menelan korban jiwa, dan membutuhkan penanganan serius, ada hal yang menambah peliknya hidup di negeri ini, yaitu melemahnya kurs rupiah terhadap dollah AS. Sebagaimana dilansir CNCB Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah.

Bahkan rupiah resmi menyentuh posisi terlemah sepanjang sejarah. Pada senin (8/9/2018) pukul 14:10 WIB, US$ 1 berada di Rp 15.252/US$ di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,51% dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu. Dilihat dari posisi penutupan, titik terlemah rupiah ada di Rp 15.250/US$ yang terjadi pada 9 Juli 1998 atau sekitar 20 tahun lalu. Sekarang angka itu sudah terlampaui sehingga rupiah mencacat rekor terlemah baru dalam sejarah.

Namun ditengah melemahnya kurs rupiah terhadap dollar AS dan minimnya anggaran pemenuhan bantuan terhadap korban bencana di Sulawesi Tengah, pemerintah tetap bersih kukuh mengadakan pertemuan International Monetary Fund and Work Bank (IMF-WB) di Bali dan pesta olahraga Aseann Para Games dengan anggaran yang sangat fantastis. Disebut-sebut anggaran untuk pertemuan IMF-WB ini telah disiapkan dari dana APBN 2017-2018 mencapai Rp 855 miliar.

Sebenarnya acara ini telah menuai kontroversi di kalangan politikus, salah satunya Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mereka meminta agar acara IMF-WB di Bali ini dibatalkan ataupun setidaknya ditunda. Akan lebih baik bila dana yang dipakai untuk acara tersebut dibuat untuk penanganan dan pemulihan bencana. Namun, permintaan sebagian politikus tersebut tak dihiraukan dengan dalih dana sudah dianggarkan dan dibelanjakan sejak jauh-jauh hari, hotel-hotel sudah dipesan, dan wajah kota Bali pun telah dipercantik., Tribunnews.com (8/9/2018)

Ya memang seharusnya pemerintah lebih mempertimbangkan bahkan menerima usulan dari berbagai politikus tentang pembatalan ataupun setidaknya pengunduran acara tersebut, mengingat kurs rupiah terhadap dollar yang semakin melemah dan penanganan serta pemulihan pasca bencana yang membutuhkan kucuran dana cukup fatastis dan perhatian khusus. Namun, lagi-lagi rakyat Indonesia harus kembali bersabar dengan sikap pemerintah yang lebih mengutamakan para tamu IMF-WB dan imagenya dimata dunia ketimbang penanganan masalah yang terjadi di negeri pertiwi ini.

Pemerintah seakan tidak sensitif dalam mengurus penderitaan rakyat ditengah krisis moneter yang terjadi, dan pemerintah pun seolah lepas tangan terhadap penderitaan rakyat pasca bencana melanda. Mereka hanya mengumbar janji-janji manis tanpa merealisasikan janji-janji tersebut. Sebagaimana dilansir Portal-Islam.id, pada 8 oktober 2018. Sudah 2 bulan berlalu, namun janji pemerintah terhadap korban gempa NTB nyaris palsu. Pemerintah menjanjikan 50 juta rupiah pada korban gempa Lombok yang rumahnya rusak berat. Namun nyatanya sampai sekarang janji yang diberikan tak jua terealisasi. Bahkan warga Lombok pun berkata “Sampaikan saja ke pusat, kalau kami memang tidak jadi dikasih uang. Katakan saja sejujurnya,” keluh warga Lombok.

Dalam kepemimpinan sistem kapitalis demokrasi hal ini sangatlah wajar terjadi, karena dalam sistem ini antara rakyat dan penguasa bak langit dan bumi. Mengapa demikian? Ya memang karena dalam sistem ini hanya aspek manfaat saja yang menjadi pedoman mereka (para penguasa), mereka berlomba-lomba untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan berbagai cara, baik itu dengan riba, tanpa memperhatikan penderitaan rakyatnya. Begitupun dengan bencana dan meroketnya dollar terhadap rupiah yang mereka anggap sebagai angin lalu yang tidak boleh menghalangi tercapaianya tujuan mereka. Karena dalam sistem ini kesejahteraan rakyat bukanlah tujuan yang harus dicapai.

Kepemimpinan Dalam Islam

Hal ini jelas berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Islam mengangap kepemimpinan merupakan amanah dan tangung jawab yang harus dilaksanakan sesuai syariah Allah. Pemenuhan kebutuhan terhadap rakyatnya adalah sesuatu yang wajib untuk dipenuhiapalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Kesejahteraan rakyat dan ridho Illahi adalah tujuan utama dari kepemimpinan dalam sistem ini. Sehingga kepemimpinan ini tidak bisa dianggap remeh. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya...(HR. Bukhari dan Muslim).

Sehingga negara dalam sistem Islam memposisikan dirinya sebagai Ar-Rain (melayani) dan Al-junnah (melindungi) rakyatnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya pada masa kepemimpinannya.

Pada saat itu Rasulullah sebagai kepala negara menjalankan fungsinya sebagai Ar-Rain dan Al-Junnah, Ar-Rain artinya sebagai kepala negara yang mengatur kehidupan rakyatnya, menjalankan politik, memenuhi kebutuhan rakyatnya, melaksanakan hukum-hukum Allah.

Misalnya, menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan syariah Allah tanpa pandang bulu, baik muslim maupun non muslim. serta Al-Junnah yang artinya sebagai kepala negara harus melindungi dan membentengi rakyatnya. Pada saat itu Rasulullah mengadakan perjanjian-perjanjian politik kepada para raja sekitarnya dan pada kaum musyirik untuk menjaga kesucian kaum muslimin dan agamanya. Beliau juga menjadi perisai untuk rakyatnya dari kedzaliman baik dalam masalah harta maupun jiwa.

Dalam sistem Islam, Rasulullah juga menetapkan dalam sistem moneternya bahwa emas dan perak merupakan mata uang negara, bukan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah “Orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah SWT. Maka beritahukanlah kepada mereka azab yang pedis” (QS. At-Taubah : 94).

Sehingga mengeluarkan uang kertas substitusi harus ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun termaksud dollar tidak akan bisa mendominasi uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai instrinsik yang tetap, dan tidak berubah. Sehingga tidak ada kata perlemahan dan penguatan nilai mata uang yang menyebabkan terjadinya goncangan-goncangan moneter, inflansi, serta krisis-krisis ekonomi seperti saat ini.

Dalam sistem Islam juga negara mempunyai sumber-sumber pemasukan tertentu yang telah ditetapkan oleh Syariat melalui Baitul Mal. Baitul Mal adalah kas negara untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran harta yang dikelola oleh negara demi kesejahteraan rakyatnya. Mekanisme pemasukan dan pengeluarannya ditentukan oleh syariat Islam. Pemasukan dan pengeluarannya adalah : 1. Sektor Kepemilikan Individu. Pemasukan dari sektor ini berupa zakat, infak, dan sedekah. 
 2. Sektor Kepemilikan Umum. Sektor ini mencakup segala milik umum seperti hasil tambang,  minyak, gas, listrik, hasil laut , hasil hutan dan lain sebagainya.
3. Sektor Kepemilikan Negara. Sumber-sumber dari sektor ini meliputi fa’i, ghanimah, kharaj, seperlima rikaz, 10 persen dari tanah ‘usyriyah, jizyah, waris yang tidak habis dibagi dan orang yang murtad.

Begitupun pada masa khalifah Umar bin Khattab. Pada saat itu pernah terjadi bencana paceklik di seluruh Jazirah Arab, tanaman gagal panen sehingga banyak orang-orang yang masuk ke Madinah untuk meminta bantuan pemerintah, kemudian khalifah Umar pun membentuk tim untuk menanggulangi bencana kekeringan itu.

Setiap tim ditempatkan pada pos-pos perbatasan untuk mencatat hilir mudik orang yang mencari bantuan makanan hingga tercatat sepuluh ribu orang di daerah asalnya, khalifah Umar pun memberikan segalanya hingga tidak ada yang dapat diberikan. Kemudian beliau mengirim surat kepada gubernur di Mesir yang berisi “bantulh umat Muhammad, mereka hampir binasa”, dan dua gubenrur tersebut mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah yang besar hingga mencukupi kebutuhan pangan rakyat yang mengalami musibah kekeringan. Selain itu khalifah Umar pun senantiasa bermunajat kepada Allah melalui doa-doa agar diturunkan hujan dan beliau kembali mengoreksi kesalahan atau kemaksitan apa yang terjadi baik dalam lingkup individu, masyarakat maupun negara, sehingga Allah menurunkan teguran kepada negerinya.

Sunguh sangat mulia dan agung sikap para pemimpin dalam sistem Islam untuk mengayomi dan melindungi rakyatnya. Mereka benar-benar mencurahkan segenap pemikiran dan tenaga mereka demi kesejahteraan rakyatnya. Begitupun saat terjadi bencana dan krisis moneter mereka memastikan pemerintahannya memberikan bantuan sesegeran mungkin untuk menangani kasus tersebut yang mencakup pemenuhan hajat hidup orang banyak, memulihkan kesehatan korban bencana, serta memberikan dukungan moral. Penguasa harus menjadi garda terdepan dalam menangani berbagai problematika kehidupan rakyatnya, termaksud pasca bencana. Karena ia sadar akan pertangung jawaban dihadapan Allah kelak atas amanah untuk meriayah rakyatnya. Dan mereka selalu berpegang pada prinsip “Wajibnya seorang pemimpin melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan rakyatnya”. Wallahu A'lam Bis-shawab.[MO/dr]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close