Ketika Polisi Tak Kompak Respons Kasus Viktor Laiskodat
Opini Bangsa - Tiga pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan pernyataan yang berbeda seputar perkembangan proses penyelidikan kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor politikus Partai Nasdem Viktor Laiskodat.
Mereka adalah Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Dittipidum Bareskrim) Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Brigadir Jenderal Rikwanto, dan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto.
Herry yang ditemui usai menghadiri acara peluncuran buku 'Democratic Policing' di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta Selatan pada Selasa (21/11) silam, menyatakan pihaknya tak bisa melanjutkan kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Viktor.
Menurutnya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) lebih berwenang untuk mengusut secara etik karena Viktor menyampaikan pidato yang diduga berisi ujaran kebencian dalam kapasitas sebagai anggota DPR di masa tugas reses.
Dengan begitu, lanjut Herry, Viktor memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
“Kewenangan ada di MKD, bukan di polisi karena imunitas," kata Herry ketika itu.
Dua hari berselang, Rikwanto mengeluarkan siaran pers yang bertentangan dengan pernyataan Herry. Rikwanto mengatakan, kasus ujaran kebencian dengan terlapor Viktor masih terus berjalan. Dia juga menyebut berita yang menyatakan penyidik telah menghentikan kasus tidak benar.
Kasus tersebut, kata Rikwanto, masih berjalan dan dalam status penyelidikan. Penyidik masih memerlukan beberapa keterangan dari saksi-saksi yang hadir di tempat kejadian perkara (TKP) saat Viktor melontarkan pernyataan bernada SARA.
"Termasuk juga dari saksi ahli bahasa, selanjutnya, karena saudara VL anggota DPR, penyidik juga akan melakukan langkah koordinasi dengan DPR dalam kaitan UU MD3," kata Rikwanto, Kamis (23/11).
Senada, Ari yang ditemui wartawan usai memberikan keterangan pers seputar pengungkapan kasus peredaran narkotik justru mempertanyakan pihak yang menyebut bahwa proses penyelidikan kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Viktor Bungtilu telah dihentikan.
Dia menyatakan, Dittipidum Bareskrim masih dalam proses melengkapi keterangan-keterangan saksi dan ahli. Menurutnya, sebanyak 20 orang telah dimintai keterangan oleh penyidik sejauh ini.
“Siapa bilang (penyelidikan dihentikan)? Belum ada. Masih dalam proses melengkapi keterangan-keterangan, kalau tidak salah sudah 20 orang yang dimintai keterangan,” kata Ari.
Menyikapi beda pernyataan di antara pejabat Polri, salah satu pelapor Viktor Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule melalui kuasa hukumnya Mangapul Silalahi mengatakan, hal ini merupakan peringatan agar pejabat Polri berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan ke media tentang perkembangan proses penyelidikan atau penyidikan kasus yang tengah ditangani.
Menurutnya, beda pernyataan yang ditampilkan tiga pejabat Polri menimbulkan kebinguan bagi publik. Ia mengaku khawatir perbedaan pernyataan dapat memperburuk keadaan.
Mangapul pun menuturkan, setiap pernyataan yang disampaikan pejabat Polri harus berlandaskan pada hukum dan tidak melampaui kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
"Ini jadi peringatan bagi pejabat hukum agar berhati-hati mengeluarkan pernyataannya," kata Mangapul di kantor sementara Bareskrim, Kamis (23/11).
Viktor dilaporkan oleh sejumlah partai politik ke Bareskrim setelah dirinya dalam sebuah pidato politik mengaitkan partai politik PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS sebagai pendukung negara khilafah.
Pernyataan yang diduga dikeluarkan oleh Viktor itu terekam dalam sebuah video yang beredar di media sosial.
PAN, Partai Gerindra, PKS, dan Generasi Muda Demokrat menuduh Viktor melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama, serta Pasal 4 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. [opinibangsa.info / cnn]